“Tidak! JANGAN!!!”
seru Sandi begitu sadarkan diri.
“Hei, apa kau baik-baik
saja?” seorang suster berusaha menenangkannya. Namun ia menjerit
begitu melihat wajahnya yang mengerikan.
“Jangan takut! Ini hanya
topeng!” suster itu melepas maskernya, “Lihat?”
Di baliknya adalah wajah
seorang wanita yang amat cantik. Wajah seseorang yang normal, bukan
seorang psikopat yang gemar berpartisipasi dalam The Purge.
Ia menoleh ke
sekelilingnya. Ia melihat para suster itu tengah menangani para
korban terluka. Dilihatnya pula Aulia tengah duduk bersandar di dalam
truk. Ia memakai selimut dan tengah meminum segelas coklat hangat.
“Tak apa-apa, San.
Mereka orang baik kok.”
“Di … dimana Raga?”
“Dia di sana!”
tunjuknya. Terlihat beberapa orang dokter tengah memeriksanya dengan
peralatan medis yang canggih. Barulah ia sadar apa truk ini
sebenarnya. Ini adalah sebuah ambulans.
“Maafkan jika penampilan
kami membuat kalian takut. Hanya dengan cara ini kami tidak menjadi
target para peserta The Purge.”
“Ka … kalian menolong
orang-orang ini?” tanya Sandi heran, “Siapa kalian?”
“Kami adalah para dokter
dan suster yang menjadi sukarelawan tiap malam Purge. Namun ini
adalah malam pertamaku. Namaku Dara. Siapa namamu?”
“A … aku Sandi.”
“Kami sudah mengucapkan
Sumpah Hippocrates untuk tidak membiarkan orang sakit dan terluka
terlantar. Walaupun ada peraturan untuk menutup semua rumah sakit
saat Purge berlangsung, kami tak tinggal diam. Kami tetap berusaha
menolong semampu mungkin.”
Sandi tersenyum. “Ini
juga malam pertamaku ikut The Purge. Aku lega masih ada orang-orang
seperti kalian.”
“Kami akan merawat
polisi itu. Lukanya cukup parah, namun ia akan pulih.”
Sandi pun memutuskan
bangun dari tempat tidurnya.
“A … apa yang kau
lakukan?” tanya Aulia.
“Aku harus pulang …
aku tak tahu bagaimana kabar kedua orang tuaku …”
“Beristirahatlah dulu.
Walaupun kau tak terluka, namun kau bisa jadi mengalami luka psikis
dan trauma.” Dara bersikeras, “Sejam lagi The Purge berakhir.
Tunggulah sebentar lagi.”
“Tidak, aku harus pergi
sekarang.” Ia menoleh ke arah Aulia, “Sebaiknya kau tetap di
sini. Lebih aman.”
“Tapi …” Aulia
bangkit.
“Aku akan baik-baik
saja, tenanglah!” Sandi tersenyum, “Kita akan bertemu lagi besok
di sekolah.”
“Ehm, kurasa aku sudah
nggak mau bersekolah di sana.” ujar Aulia, “Lagipula sebagian
besar gurunya juga sudah mati.”
Sandi tertawa.
“Kita akan bertemu
lagi.” senyumnya, “Aku berjanji.”
***
“Apa kau tak ingat,
Radnock?” pria betopeng putih itu masih menodongkan senjatanya ke
arah Bagus yang kini tak berdaya. “Apa kau tak ingat siapa aku?”
***
Sandi masuk ke dalam
rumahnya.
“Ayah, Ibu … aku
pulang. Aku …. AAAAAAARGH!!!!” ia menjerit sekeras-kerasnya
begitu menyaksikan keluarganya telah tewas terbantai di ruang tamu.
Tubuh mereka terpotong-potong dan darah seakan membanjiri seluruh
ruangan.
“Sudah kubilang aku
akan menemukanmu.”
Pria bertanduk itu muncul
dari balik pilar. Ia membersihkan pisaunya yang masih berlumuran
darah.
“Hai, Sandi! Sudah
kuduga kau akan pulang!” bisiknya.
***
Bagus tahu saat seperti
ini akan datang.
Ia menatap jauh, keluar
kamar yang kini didiaminya. Dari kamar ini, dia bisa melihat ke
kamarnya sendiri yang terletak berdampingan. Ia bisa melihat ke
dinding dimana ia menggantungkannya.
Sebuah memoir dari masa
lalunya.
Sesuatu yang pernah
menjadi miliknya dan menjadi kebanggaannya.
Sesuatu yang selalu ia
pakai tiap kali The Purge hadir.
Sebuah topeng kambing
dengan dua tanduk runcing mencuat dari kepalanya.
***
“TIDAAAAK!!!” jerit
Sandi histeris, “Apa yang kau lakukan?”
“Balas dendam, tentu
saja! Tak pernah dalam sejarah The Purge ada orang yang berhasil
mempermalukanku seperti itu! Aku gagal membunuhmu dua kali, namun
kali ini aku tak akan gagal!”
Sebuah roket tiba-tiba
meluncur dan meledak di dekat pria bertanduk itu.
“San, lu nggak apa-apa?”
Chuu dan Mulia segera menolongnya.
“Ka … kalian?”
“Gue melihat dia terus
mengikuti kalian!” Mulia menodongkan bazooka rakitannya,
“Sepertinya dia terobsesi sama lu!”
“Dia adalah Radnock, Son
of Lucifer! Pemimpin Geng Savages yang terkenal amat brutal!” kata
Chuu, “Kekejaman mereka selama The Purge setiap tahun sudah
melegenda.”
“Huh, kalian pikir
kalian bisa melindungi teman kalian itu?” Radnock masih merasa
penuh percaya diri. Di belakangnya, teman-temannya muncul.
Namun sebelum mereka
sempat bertempur, suara sirine berbunyi.
Sirine tanda berakhirnya
The Purge.
“Sial!” diapun memberi
aba-aba pada teman-temannya, “Ayo mundur!”
“TIDAK!” seru Sandi
sambil menangis, “KEMBALI KE SINI!”
“Jangan, San!” Chuu
berusaha menghentikannya, “Purge sudah berakhir! Akan melanggar
hukum jika kau membunuhnya sekarang!”
“Ya, bersabarlah, San!”
Mulia setuju, “Tunggulah hingga The Purge berikutnya! Saat itulah
kau bisa membalas dendam!”
Sandi hanya bisa menahan
tangisnya dan mengepalkan tangannya.
***
“Ya, aku sudah mencarimu
selama 5 tahun, Radnock!” pria bertopeng putih itupun membuka
penyamarannya. “Akhirnya penantianku itu tak sia-sia.
Sandi berseru sembari
melepaskan topeng itu, “Waktumu telah tiba!”
BERSAMBUNG
Ohhhhhhhhh jadi begitu 😱😱😱
ReplyDeleteGue pikir selama ini latar waktunya sama anjir
ReplyDelete