“Aku tahu saat seperti
ini akhirnya datang juga.” Bagus menghela napas. Ia hanya bersila
di tengah ruangan dengan sikap bermeditasi.
“Kak … kau takkan
berusaha membela diri?” tanya Fira heran.
“Tak apa-apa, Fira. Ini
memang sudah waktuku.” ujarnya dengan tenang. “Hanya satu
pintaku, tolong lepaskan gadis cilik itu. Dia tak tahu apa-apa.”
“Tentu saja,” kata
Sandi, “Aku bukan monster sepertimu!”
“Hentikan ini!” jerit
Fira, “Kak Bagus sudah berubah. Dia bukan lagi seperti dulu!”
“Omong kosong! Iblis
sepertinya takkan berubah! Hanya karena dia pensiun, bukan berarti
dia layak mendapat pengampunan!”
“Sudahlah, Fira. Tak
apa-apa.” Bagus memejamkan matanya, “Aku hanya minta satu hal
lagi, setelah kau membunuhku, bantulah gadis cilik ini menemukan
ibunya. Ia sendirian di dunia ini, kau harus menaruh belas kasihan
padanya.”
“Tentu, aku akan
melakukannya.”
“Katakan juga pada Dara,
bahwa aku mencintainya. Dia adalah seorang perawat yang bekerja di …”
“Tunggu?” tanya Sandi
heran, “Kau kenal Dara?”
“Iya. Dulu aku memang
lelaki kejam, namun ia mengubahku. Pada malam Purge terakhir kami,
terjadi pertempuran antargeng dan aku terluka parah. Tiba-tiba para
perawat itu datang merawatku. Dara tahu aku adalah seorang pembunuh
keji, namun ia tetap menyelamatkan nyawaku. Semenjak itu … semenjak
itu aku berubah. Aku mulai merasakan cinta dan merubah jalan hidupku.
Aku bahkan berhasil meyakinkan teman-temanku untuk merubah jalan
hidup mereka …”
Sandi terperangah.
Tiba-tiba saja
televisi di samping mereka yang awalnya menayangkan acara alay,
berubah menjadi sebuah broadcast.
“Kami dari Partai
Pembebasan The Purge dan Aliansi Anti-Founding Father. Nama saya
adalah Aulia!”
Sandi menoleh ke arah
televisi begitu suara yang tak asing itu terdengar. Suara yang tak
pernah lagi didengarnya selama 5 tahun.
“Saya adalah politisi
termuda di parlemen saat ini. Kami sedang berusaha memperjuangkan
referendum untuk mengubah Republik Sosialis Indonesia menjadi negara
demokratis dan menghapuskan The Purge dari Bumi Pertiwi! Sesuatu yang
pernah terjadi pada malam pertama saya mengikuti The Purge mendorong
saya melakukannya!”
“Lima tahun lalu, saya
pernah berteman dengan seorang pemuda. Dia pernah berjanji, pada
malam Purge lima tahun lalu, bahwa kami akan bertemu esok harinya di
sekolah. Namun ia tak pernah datang. Kemudian saya tahu, bahwa
seluruh keluarganya terbunuh pada malam Purge itu dan ia putus
sekolah karena obsesinya untuk membalas dendam ...”
“Saya hanya berharap
bisa bertemu dengannya lagi dan mengatakan bahwa tragedi yang
menimpanya malam itu menjadi motivasi saya untuk menyelesaikan
sekolah hukum saya dan terjun ke karier politik. Saya berusaha keras
agar The Purge dihilangkan, agar hatinya merasakan sedikit kedamaian
dan tak ada anak-anak lain yang harus mengalami kepahitan seperti
yang ia rasakan. “
Aulia nyaris terisak saat
mengatakannya. Mata Sandi sendiri berkaca-kaca saat melihat gadis
pujaan itu lagi di layar televisi.
“Saya hanya ingin
mengatakan pada masyarakat, bahwa The Purge bukanlah jawaban! Sebuah
dendam yang dibalaskan hanya akan menimbulkan dendam lain dan
menciptakan sebuah siklus yang tak ada akhirnya. Orang tua saya
sendiri terbunuh dalam Purge ketika saya kecil, namun saya sama
sekali tak menaruh dendam. Sandi, jika kau mendengarnya, maafkanlah
mereka juga yang telah membunuh orang tuamu.” gadis itu menatap ke
arah kamera, seolah-olah tengah berbicara langsung pada Sandi.
“Bantulah saya dalam
pemilu tahun depan. Di Election Year tahun depan, pilihlah partai
kami supaya kami bisa menghentikan pelaksanaan The Purge untuk
selamanya dan mengubah negeri ini.”
Siaran itu tiba-tiba
terputus dan muncullah para presenter berita malam itu, Yuli dan
Darmas yang kembali ke pakaian rapi mereka.
“MAAF MAAF TADI
DIBAJAK!!!” seru mereka dengan panik.
“Tapi siaran kami
kembali normal. Maaf atas ketidaknyamanan ini.”
“Tadi adalah kampanye
dari partai sebelah. Perlu diingat juga, Rekan Yuli ... kami
mendapatkan kabar bahwa salah satu Founding Father kita yakni Foo,
telah tewas terbunuh malam tadi dalam sebuah serangan senjata
pemusnah massal di apartemennya.”
“Pihak dari dalam
pemerintahan menginformasikan bahwa pembunuhan tersebut dilakukan
oleh Partai Pembebasan The Purge dan kroni mereka. Huh, dasar partai
anarkis!” maki Darmas.
“Ya, rekan Darmas!
Tepat sekali, mereka banyak melakukan black
campaign, termasuk tadi, meretas
broadcast
resmi pemerintah demi propaganda mereka.”
“Saya nggak ngerti
kenapa The Purge, hari yang paling ditunggu-tunggu selama setahun
penuh, harus dihilangkan!”
“Omong-omong soal The
Purge, sudah berapa orang yang Anda bunuh tahun ini? Ingat, dengan
membunuh berarti Anda sudah membantu menyukseskan program
pengendalian populasi penduduk dari pemerintah!”
“Dan rekan Yuli, masih
ada 30 menit sebelum The Purge berakhir. Apa yang kira-kira akan Anda
lakukan?”
“Kalau saya sih ...”
Yuli melepaskan sabuk yang dikenakannya dan tiba-tiba mencekik
rekannya, Darmas dari belakang, “GUE BAKALAN BUNUH ELU, B*NGS*T!
BERANI-BERANINYA LU COLEK-COLEK GUE PAS OFF AIR TADI!!!”
“AAAAAAK!
LEPASKAN!” Darmas meronta dan mereka berdua-pun bergelut di tengah
acara live.
“Kak Bagus ...” Fira
menghampiri Bagus yang kini terkapar di lantai rumahnya, “Kak Bagus
terluka?”
Sandi menunduk dan baru
menyadari darah mengucur deras dari perut Bagus.
“Kau tertembak? Kapan?”
“Pasti saat Kak Bagus
berusaha melindungi Fira tadi, ya kan?” tangis gadis itu. Iapun
mulai terisak.
“Kumohon ...” Bagus
menatap pemuda itu, “Jika kau mau membunuhku, lakukanlah dengan
cepat ...”
Namun Sandi malah
menjatuhkan pisaunya dan mengulurkan tangannya.
“Ayo, akan kubawa kau ke
rumah sakit.”
***
Sandi masih berjalan
sambil membopong tubuh Bagus, sementara itu Fira berlari di depan
mereka.
“Lihat! Ada mobil!”
tunjuk Fira. Sebuah mobil memang terparkir di depan apartemen mereka.
Namun langkahnya terhenti begitu ia melihat sebuah syal terselip di
pintu bagasi mobil mereka. Dengan perlahan, Fira membuka bagasi itu
penuh rasa cemas dan …
“AAAAAAA!!! IBUUUU!!!
TIDAAAAAK!!!” jeritnya begitu melihat mayat ibunya tergeletak di
dalam bagasi mobil itu.
“Astaga!” Egi
menghampiri mereka, diikuti oleh Tara di belakangnya, “Aku sampai
lupa padanya! Dia pasti kehabisan napas di dalam sana!”
“Seragam SMA?” Bagus
menatap mereka dengan heran, “Jangan bilang kalian adalah Dilan dan
Milea yang sedang viral itu?”
“Biarkan saja! Wanita
itu sudah membantu Ratu Ilmu Hitam untuk membunuh adikku!” Tara
berkata. Namun matanya membelalak begitu melihat kedua mata Fira.
Mata gadis cilik itu ... ya tak salah lagi, itu adalah mata Kanti.
“Itu mata adikku!
Kembalikan!!!” jeritnya.
“Kau yang membunuh
ibuku!!!” jerit Fira balik.
“Dia duluan yang
membunuh adikku, Kanti!” balas Tara. “Dia layak mati!”
“Kanti? Maksudmu gadis
yang menabrakku dan meninggalkanku untuk mati di tengah jalan?”
“Apa?” jerit Tara yang
sama sekali tak menduga jawaban itu. “Apa maksudmu? Adikku tak
pernah ...”
“Ya, malam itu dia
mengendarai mobil. Ia bahkan tak punya SIM, namun ia malah melakukan
Keke Challenge dan akhirnya menabrakku. Ia lalu melarikan diri dan
membiarkanku untuk mati di sana. Akibat kecelakaan itu, aku menjadi
buta!”
“Mustahil, Kanti tak
pernah ...” kemudian Tara teringat, beberapa tahun lalu ia memang
pernah memergoki adiknya membawa mobil tanpa izin. Ia juga melihat
bercak darah di bemper depan, namun adiknya mengatakan bahwa itu
hanyalah hewan yang ia tabrak.
“Kan ... Kanti setega
itu melakukannya?” Tara seakan tak percaya.
“Dan kau ... kau tega
membunuh ibuku ...” jerit Fira tak terima.
“Sudahlah, hentikan
semua ini!” seru Sandi, “Tak ada gunanya saling membalas dendam.
Kita akhiri saja semua ini, oke?”
“Dia benar, Tara.” Egi
mencoba bicara pada kekasihnya, “Kau sudah lihat kan akibat aksi
balas dendammu? Semua ini tak berjalan seperti yang kau pikirkan!
Ikhlaskan saja semua ini dan mari kita mulai hidup yang baru.”
Tara tahu The Purge baru
akan berakhir beberapa menit lagi, namun akhirnya ia menurunkan
senjatanya. Fira juga mengikutinya.
“Kumohon, bawa dia ke
rumah sakit. Dia tengah terluka parah.” pinta Sandi.
“Tentu saja, letakkan
dia ke dalam mobil!” sahut Egi. Sandi-pun membaringkan Bagus di
atas kursi belakang mobil.
“Mau kemana kau?”
tanya Egi ketika melihat Ratna melangkah pergi.
“Melihat fajar
menyingsing.” ucap gadis itu penuh teka-teki.
BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment