“Hei, kita sedang
mengikuti berita di televisi nih tentang Dilan dan Milea. Seru banget
hahaha.” Tawa pria bertopeng Jason itu.
Dengan langkah enggan,
Cicil dan Syefira mengikutinya. Mau tak mau mereka berlindung di
situ, paling tidak sampai Adit dengan kostum Happy Tree Friends-nya
menyerah dan pergi. Toh, di dalam rumah apartemen itu, hanya kamar
ini yang dilapisi baja.
“Dilan dan Milea?”
tanya Bagus heran.
“Itu lho, pembunuh
berantai yang berpenampilan ala anak-anak SMA hahaha. Seragam sekolah
mereka sampai berlumuran darah dari korban-korban mereka. Karena
mereka selalu berpasangan, mereka lalu dijuluki Dilan dan Milea.”
Huh aneh-aneh saja kids
zaman now. Jangan-jangan habis ini ada pembunuh berantai bertema
Laskar Pelangi lagi?” keluh Bagus.
“Mana topeng Michael
Myers ala Halloween lu tadi, Gus?” tanya Jason sambil membawa
mereka ke ruang tamu.
“Hah, topeng apa?”
Bagus kebingungan.
Begitu sampai di ruang
tamu, mereka disambut oleh beberapa teman Bagus yang juga mengenakan
kostum dan topeng. Beberapa dari mereka berpenampilan ala Ghostface
dari film “Scream” dan Freddy Krueger dari “Nightmare on Elm
Street”. Yang cewek berpakaian ala Sadako lengkap dengan rambut
panjangnya dan “The Nun” dari “Conjuring” dengan baju
biarawatinya. Mereka asyik bermain kartu sambil menonton TV dan
menenggak bir.
“Hai, Gus! Lu bukannya
tadi dari kamar mandi? Kenapa lu bisa di luar?” sapa mereka.
“Di kamar mandi? Gue
baru saja datang kok?’
“Lho, lalu yang
bertopeng Halloween tadi siapa? Gue pikir itu tadi elu?” tanya
Freddy.
Tiba-tiba saja, dari
belakang Freddy muncul sosok bertopeng putih yang segera menusuk dan
menggorok lehernya.
“AAAAAAARGH!!!”
“Astaga!” teriak
Jason, namun sebilah pisau langsung menancap di kepalanya dan tembus
hingga ke belakang. Teman-temannya yang lain pun langsung membubarkan
diri dan kabur.
“Ga … gawat! Cepat
lari!” seru Bagus. Cicil dan Syefira segera melarikan diri ke luar.
Dengan geram Bagus menatap pria misterius yang baru saja menghabisi
temannya.
“Siapa kau?” serunya.
Namun pria itu hanya
berdiri di sana tanpa ekspresi dan menatapnya. Kemudian dia menaruh
jemarinya di darah sang Jason yang tergenang di lantai dan menulis di
dinding. Sebuah peringatan.
“HATI-HATI ZAMAN
SEKARANG!”
“Ku … kurasa dia
adalah pembunuh berantai dan itu adalah trademarknya ...” Fira
menggigil ngeri.
Kemudian sosok bertopeng
Halloween itu mencabut senjatanya yang tadi masih tertancap di kepala
Jason dan mulai berjalan ke arah mereka.
“Sial!” sadar bahwa ia
tak memiliki senjata, Bagus memilih kabur dari tempat itu.
***
“Sial!” Sandi berusaha
menamengi Aulia yang bersembunyi di belakangnya. Para manekin itu
mengelilingi mereka, lengkap dengan senjata tajam mereka.
“Pantas saja di sini
sepi sekali,” pikir Sandi, “Mereka pasti membantai para penjarah
yang masuk ke sini.”
Dengan gerakan ala
mannequin challenge, mereka menghampiri mereka dengan langkah pelan,
namun pasti. Namun tiba-tiba terdengar seruan.
“Hentikan, mereka bukan
penjahat!”
Para manekin itu segera
menghentikan langkah mereka.
Seorang pria yang
mengenakan apron dan berpenampilan ala koki segera muncul di
tengah-tengah mereka.
“Paman!” teriak Aulia
dengan gembira.
***
“Selamat malam penggemar
EXO semua!” layar LED raksasa di depan mall tiba-tiba menyala.
“AAAAAAA!” Shalsa
langsung histeris, “Itu kan Batara EXO! Satu-satunya cowok
Indonesia yang berhasil menjadi K-Pop superstar!”
“Huh, lagi-lagi boyband
Korea. Males gue!” Fajar dari dulu sangat tidak suka dengan
kefanatikan Shalsa terhadap segala yang berbau K-Pop.
“Gue saat ini berada di
Seoul, tapi gue berharap fans-fans gue di Indonesia nggak
berpartisipasi dalam Purge malam ini.” wajah putih dan tampannya
memenuhi layar LED raksasa itu. “Gue ingat pengalaman gue beberapa
tahun lalu mengunjungi para korban kanker, leukimia, gagal ginjal,
serta anak-anak yang sakit parah lainnya. Melihat perjuangan mereka,
gue menjadi sadar bahwa semua manusia layak hidup. Semua manusia
berhak mendapat kesempatan kedua. hidup itu adalah sesuatu yang
teramat berharga. Karena itu, gue sangat menentang pelaksanaan The
Purge. Gue bahkan membenci semua yang memutuskan berpartisipasi
dengan The Purge, apapun alasannya.”
“Huh, dia beruntung
mengatakannya pada saat The Purge berlangsung.” cibir Chris, “Jika
dia mengatakannya saat hukum berlaku, maka dia bisa dipenggal karena
itu berarti menistakan para Founding Father kita.”
“Tapi dia ada benarnya,”
Shalsa langsung menoleh, “Gue juga nggak setuju dengan The Purge.
Semua ini omong kosong!”
“Terserah apa kata lu,
tapi gue percaya sama Founding Father kita dan The Purge ciptaan
mereka.” Chris menatap sebuah mobil sport yang terparkir di
seberang jalan, “Dan gue nggak segan ikut di dalamnya.”
“Mau apa lu, Chris!”
cegah Fajar, “Kita harus menunggu Sandi dan Aulia. Mereka masih
berada di dalam, berusaha menyelamatkan Ariel.”
“Gue tahu lu nggak
setolol itu, Jar! Sudah berapa lama mereka masuk ke sana? Mereka
bertiga pasti sudah mati. Lu mau menunggu sampai pagi di sini?”
tantang Chris, “Yang jelas gue mau selamat. Gue akan mencuri mobil
itu dan pulang ke rumah. Lumayan, harganya juga cukup untuk membiayai
sekolah kita. Eit tunggu … gue rasa kita bahkan tidak perlu sekolah
jika kita punya uang sebanyak itu hahaha.”
“Jangan, Chris! Sandi
itu sahabat kita. Apa lu tega membiarkan dia sendirian di sini?”
balas Fajar.
“Ah persetan. Gue mau
selamat, apa kalian mau ikut sama gue?”
“Gue tetap di sini.”
kata Shalsa, “Gue nggak bisa ninggalin mereka begitu saja.
Bagaimana jika mereka terluka?”
“Ah terserahlah, kalau
begitu biar gue sendiri saja. Semoga kalian selamat sampai besok pagi
hahaha.” tanpa ragu, Chris meninggalkan mereka berdua dan segera
menghampiri mobil itu.
“Yes, tidak dikunci!”
diapun masuk ke mobil itu.
“Bahkan kunci mobilnya
ditinggalkan di sini. Siapa sih yang segoblok ini?” Chris memutar
kunci mobil itu dan tiba-tiba …
“DON’T LET ME …
DON’T LET ME …. DON’T LET ME DOWN …”
“Apa-apaan ini?”
Suara musik yang amat
keras terdengar, diikuti lampu sorot yang tiba-tiba menyala menerangi
mobil itu. Lagu dance Billboard itu segera mengaum, seakan ada DJ
yang beraksi tak terlihat di mata mereka. Dan tak hanya itu, mobil
itu serta merta berguncang amat keras, hingga tubuh Chris
terbanting-banting di dalamnya.
“A … apa yang
terjadi?” Shalsa terkejut melihat adegan tak terduga itu.
“Li … lihat?” tunjuk
Fajar. Adanya lampu terang itu membuat mereka menyadari ada kamera di
sekitar mereka, tengah menyorot mobil itu.
“AAAAAAA!!!” Chris tak
berdaya ketika mobil itu terus naik turun, membuat tubuhnya terhantam
ke bodi dalam mobil. Tak hanya itu, bagian atas dilengkapi dengan
pines-pines tajam yang segera menusuk dan mengoyak kulit kepala Chris
ketika kepalanya menghantamnya.
“AAAAARGH! AAAAARGH!!!”
Chris segera menggapai pegangan pintu untuk keluar, namun tak hanya
terkunci, namun bagian itu juga terbuat dari pisau silet tajam yang
segera memotong jari-jarinya tanpa ampun.
“DON’T LET ME DOWN …
DON’T LET ME DOWN …”
Karena goncangan itu,
kantong air bag dalam mobil itupun membuka dan menghimpit tubuh
Chris, membuatnya tak mampu bernapas. Darah segera tercecer menutupi
jendela mobil itu.
“Hmmmpf …” Chris
mencoba bernapas, namun suara musik dance justru bertambah keras,
diiringi dengan gerakan mobil naik turun yang semakin heboh. Di luar,
Fajar segera menyadari apa yang terjadi.
“Ini seperti video musik
Chainsmoker.” ujarnya, “Orang gila macam apa yang merancang semua
ini …”
“Apa … apa kita akan
selamat …” Shalsa menangis. Fajar segera memeluknya.
“Ki … kita pasti bisa
melalui malam ini, Shal …” Fajar menjawab dengan bergidik ngeri.
Namun ia sendiri tak yakin akan perkatannya sendiri.
Melihat apa yang sudah
menimpa mereka malam ini, sangat kecil mereka kemungkinannya mereka
bisa melalui 6 jam ini dengan selamat.
BERSAMBUNG
Yeaaay! Akhirnya update sampe tamat dong. Makasih banyak Bang Dave, kelar UAS langsung disuguhi The Purge. Senangnyaaa.
ReplyDelete