Saturday, June 6, 2020

KALA ITU, KETIKA HUJAN TURUN SELAMA 2 JUTA TAHUN



Apakah kalian menikmati musim hujan? Mungkin ada yang suka sama hujan (biasanya sih buat kalian yang romantis nih) atau ada juga yang benci banget ama musim hujan (apalagi yang pake motor). Saat musim seperti ini memang hujan bisa turun setiap hari, kadang dari pagi ampe sore. Namun jika musim hujan selama 6 bulan saja sudah membuat kalian kesel, bagaimana dengan hujan yang berlangsung selama 2 juta tahun???

Hah, emangnya bisa Bang? Bisa, bahkan sudah pernah. Periode hujan selama 2 juta tahun itu terjadi pada zaman purba (kala manusia belum ada) dan disebut dengan “Carnian Pluvial Event”, sekitar 230 juta tahun lalu. Uniknya, peristiwa inilah yang menyebabkan dinosaurus merajai masa berikutnya, yakni Era Jurassic.


Secara geologis, Bumi ini semenjak terbentuk (sekitar 4,6 miliar tahun lalu) hingga sekarang, dibagi menjadi beberapa zaman. Zaman pertama disebut “Precambrian” (artinya “Sebelum Cambrian”) dimana pada pertengahan masa ini (menurut Teori Evolusi), kehidupan mulai muncul. Hal ini dibuktikan dengan munculnya fosil pertama berupa bakteri yang berusia 3 miliar tahun. Masa kedua disebut “Palaeozoic”, dibagi menjadi beberapa era, di antaranya yang paling terpenting adalah Masa “Cambrian”, dimana kehidupan yang sederhana tiba-tiba “meledak” menjadi begitu banyak jenis makhluk hidup yang amat rumit.

Makhluk-makhluk aneh penghuni era Palaeozoic

Masa berikutnya disebut masa “Mesozoic”, dimana pada masa ini kehidupan di darat mulai berkembang dan muncul makhluk dari masa lalu yang paling terkenal, yakni dinosaurus. Masa terakhir adalah masa yang kita jalani sekarang, yakni “Cenozoic” yang dimulai dengan musnahnya dinosaurus dan kehidupan di darat didominasi oleh mamalia (termasuk kita).

Masa Mesozoic yang kita bicarakan saat ini terbagi lagi menjadi 3 era, yakni Triassic, Jurassic, dan Cretaceous. Pada masa Triassic inilah terjadi peristiwa “Carnian Pluvial Event”. Pada awal masa Triassic, Bumi tidaklah seperti yang kita kenal saat ini. Tidak ada 5 benua seperti sekarang. Semua benua dan daratan bergabung menjadi satu superbenua mahaluas yang dinamakan “Pangaea” (berasal dari kata “Pan” artinya “seluruh” dan “Gaia” yang merupakan nama Dewi Bumi dalam mitologi Yunani. Lautanpun tidak terbagi menjadi 4 samudra seperti sekarang, namun hanya ada satu lautan tunggal yang disebut Samudra Tethys (dinamai sesuai nama istri Dewa Poseidon).

Pecahnya maha-benua Pangaea menjadi benua-benua yang ada sekarang

Karena hanya ada satu daratan yang superluas, angin dari lautan yang membawa udara basah tak pernah bisa sampai ke dalam Superbenua Pangaea. Akibatnya, iklim di superbenua itupun kering kerontang. Lanskapnya didominasi oleh gurun yang panas dan didiami oleh hewan-hewan aneh, salah satunya seperti Kannemeyeriiform dicynodonts dan Hyperodapedon rhynchosaurs yang kedua-duanya merupakan herbivora (silakan googling sendiri untuk melihat keanehan makhluk-makhluk itu). Sudah ada pula jenis dinosaurus yang sudah hidup pada kala itu, namun masih berukuran kecil, semisal Eoraptor.

Namun tiba-tiba iklim yang panas pada masa Carnian digantikan seketika oleh iklim basah dan lembap yang ditandai oleh hujan yang turun selama bertahun-tahun. Masa itu disebut “Carnian Pluvial Event” atau CPE. Apakah penyebabnya? Ternyata perubahan iklim purba tersebut dipacu oleh meletusnya gunung-gunung berapi yang disebut “Wrangellia” (sekarang Kanada dan Alaska) yang memicu pelepasan gas-gas rumah kaca seperti CO2 dan SO2.

Bak masa modern kita, gas-gas tersebut memicu terjadinya “global warming” yang kemudian akan mempercepat siklus air, akibatnya hujan akan turun secara terus-menerus. Jika itu belum cukup, di wilayah yang kini menjadi bagian timur Benua Eropa, muncul barisan pegunungan baru yang disebut “Cimmerian Orogen” yang menciptakan iklim monsoon di Pangaea.

Makhluk-makhluk yang hidup di Pangaea harus beradaptasi menghadapi hujan yang turun selama dua juta tahun

Namun bagaimana kehidupan di Pangaea menyesuaikan diri dengan perubahan iklim yang mendadak tersebut? Sayangnya, peristiwa CPE menyebabkan kepunahan massal makhluk-makhluk penghuni Pangaea yang telanjur beradaptasi dengan iklim kering. Tak hanya di darat, bahkan makhluk penghuni lautpun banyak yang mengalami kepunahan. Lho kok bisa? Kan cuma hujan doang, apa hubungannya? Ternyata “global warming” purba itu juga memacu “acidifikasi” atau air laut berubah menjadi asam, yang akhirnya memicu kepunahan massal para penghuni laut kala itu.

Namun peristiwa CPE ini justru merupakan kabar baik bagi para dinosaurus. Dinosaurus merupakan hewan berdarah panas, artinya mereka bisa mengatur suhu tubuhnya sendiri (disebut juga “homoiotermik). Lawannya adalah “poikilotermik” atau hewan berdarah dingin. Hewan berdarah panas bisa bertahan hidup lebih baik ketika menghadapi perubahan suhu dari panas menjadi dingin akibat hujan yang turun terus-menerus. Hujan yang turun terus menerus juga membuat tanaman menjadi tumbuh subur dan muncullah hutan-hutan yang didominasi pohon paku raksasa.

Tak jelas bagaimana CPE berakhir, mungkin ada kaitannya dengan Benua Pangea yang terbelah dua menjadi Gondwana (Amerika Selatan, Afrika, Antartika, Australia, dan India) dan Laurasia (Eropa, Asia, dan Amerika Utara). Tapi yang jelas hujan yang turun selama 2 juta tahun itu, selain memusnahkan banyak kehidupan, juga menyebabkan jenis kehidupan lain berjaya dan muncul sebagai pemenang.

Dinosaurus raksasa seperti Stegosaurus ini merajai Bumi setelah masa CPE berakhir berkat seleksi alam berupa hujan selama 2 juta tahun

Akibat peristiwa CPE ini, pada masa Jurassic (masa setelah Triassic berakhir), duniapun dijajah oleh dinosaurus-dinosaurus raksasa. Lautan dikuasai oleh Icthyosaurus (yang di Jurassic World itu loh) dan Plesiosaurus (kalo pernah tahu monster Loch Ness, nah monster Loch Ness ini diduga adalah Pleisosaurus). Sementara itu daratan dikuasai oleh Stegosaurus dan Brachiosaurus. Predator terbesar kala itu adalah Allosaurus.

Namun dinosaurus-dinosaurus terkenal seperti Pterosaurus, Triceratops, Velociraptor, hingga T-rex belumlah muncul hingga masa berikutnya, yakni Cretaceous (jadi sebenarnya salah kaprah kalo bikin film berjudul “Jurassic Park” tapi yang muncul T-rex, harusnya kalo mau lebih akurat namanya “Cretaceous Park”).

Pastinya ribet ya kalo kita tinggal di masa CPE tersebut, harus sedia payung setiap hari, belum lagi banjirnya pasti bikin stress (tambah lagi masih dikejar-kejar dino). Tapi hal ini juga menjadi pengingat bagi kita, bagaimana perubahan iklim bisa memicu bencana yang mahadahsyat. Jika CPE di masa Triassic dipacu oleh sebab-sebab alami, perubahan iklim yang terjadi sekarang justru karena ulah manusia. Jadi, bersiap-siap saja, karena apa yang kita tabur, pasti akan kita tuai.

SUMBER: Youtube, The Geological Society, Earth Date

6 comments:

  1. 2 juta tahun mah dari kakeknya lahir sampe keturunan ketujuh mati juga masih ujan 😂

    Oiya koreksi dikit yang di Jurassic World itu Mossasaurus, sama2 makhluk laut sih tapi bentuknya beda hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eh bukan ya 😅 udah lama soalnya gw terakhir liat liat jurassic world

      Delete
  2. Kira2, pawang hujan bisa hentiin tuh hujan apa kagak ya?

    ReplyDelete
  3. Bang punteun, setau saya dinosaurus kan termasuk reptil, nah reptil bukannya poikiloterm?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini masih jadi perdebatan sih, tapi ada yg menganggap dinosaurus itu peralihan antara reptil (berdarah dingin) ke burung (berdarah panas)

      Delete
    2. Kalo penasaran coba tengok channel yutub pbs eons, biar lebih paham

      Delete