Rancangan Mathrioska Brain, sebuah komputer raksasa seluas Tata Surya yang mengambil energinya dari Matahari |
Jika
kalian masih tertantang ingin merasakan “Existential Crisis”
lebih lanjut, maka silakan simak konsep mencengangkan tentang
maha-super-komputer bernama Mathrioska Brain ini. Apa yang lebih
besar dari Jupiter? Matahari tentunya. Bagaimana jika kita mengubah
Matahari menjadi sumber energi sebuah maha-super-komputer dan
membangun komputer itu hingga menjangkau orbit-orbit planet, seperti
sejauh Bumi atau bahkan sejauh Neptunus? Apakah yang bisa ia lakukan?
Semuanya terjawab di vlog milik Joe Scott yang gue rangkum ke
dalam artikel ini.
Welcome
to another episode of Existential Crisis.
PERINGATAN:
TINGGAL SATU EPISODE LAGI SEBELUM KALIAN SAMPAI DI EDISI TERAKHIR
“EXISTENTIAL CRISIS” BERJUDUL “ROKO'S BASILISK” JANGAN BACA
ARTIKEL TERSEBUT! GUE PERINGATKAN, JANGAN BACA ARTIKEL TERAKHIR!
Oke
guys, gue harap kalian masih ingat dengan bahasan tentang Kardashev
Scale yang lalu, itu lho skala-skala peradaban alien mulai yang
paling sederhana hingga tercanggih. Nikolai Kardashev sendiri dalam
teorinya membatasi tipe-tipe peradaban alien menjadi 3, yakni Type I
(Planet), Type II (Bintang), dan Type III (Galactic). Semakin maju
tipe peradabannya, maka tentu akan semakin canggih teknologinya,
bahkan mampu melakukan perjalanan antar-bintang di luar angkasa. Tapi
Michio Kaku, ahli String Theory berpendapat masih ada dua tipe
selanjutnya, yakni Type IV (Universe) dan Type V (Multiverse).
Sulit
mungkin bagi kita berandai-andai bagaimana jika manusia bisa mencapai
Level IV ataupun V. Toh dengan teknologi kita saat ini, kita baru
ditahbiskan berada di posisi Type 0,7 (genap 1 aja belum). Tapi
pertanyaannya sekarang, bagaimana jika manusia sebenarnya
adalah makhluk adidaya maha-canggih yang sudah mencapai Type IV,
bahkan V?
Pasti
reaksi kalian: Lihat aja Bang video di bawah ini! Lihat aja! Apa
kayak gini kelakuan makhluk yang sudah mencapai Type IV dan V? KAYAK
GINI HAH KELAKUANNYA HAH???
Apakah ini kelakuan peradaban yang sudah mencapai level tertinggi di alam semesta???
Ehm ...
emang sih hal tersebut sulit dipercaya. Namun jika kalian memahami
Matrix Theory yang sudah gue jelaskan di dua episode sebelumnya, maka
seharusnya tak sebegitu sulit untuk mencerna pernyataan gue tadi.
Anggap saja sesungguhnya kita adalah “ancestor” atau nenek moyang
dari ras manusia yang sudah mencapai tahap “post-human”.
Pertama-tama gue jelaskan tahapannya jika kalian masih sukar menerima
apa itu konsep “post-human”.
Tubuh
kita sekarang (sebagai manusia atau “human”) masihlah terbatas
oleh daging yang rapuh dan rentan. Suatu saat nanti, jika kita sudah
mencapai teknologi yang maju (mungkin Type I, II, atau III), kita
mungkin akan bisa memodifikasi tubuh kita agar bisa “tahan lama”,
istilahnya adalah “trans-human”. Semisal kita bisa merekayasa
genetika kita atau bahkan menggabungkan tubuh kita dengan mesin
(menjadi “cyborg”) agar bisa hidup selama mungkin. Jika kita
sudah mencapai tahap “post-human” (Type III ke atas, mungkin)
maka kita sudah tak lagi dibatasi dengan tubuh kita yang terdiri atas
darah dan daging. Kita akan mencapai tahap dimana yang tersisa adalah
kesadaran dan intelegensi kita, tanpa memerlukan tubuh fisik.
Jika
kita sudah mencapai tahap post-human, apa dong yang akan kita
lakukan? Apa yang bisa menjadi “penanda” betapa majunya teknologi
yang kita miliki untuk membuktikan kita emang udah mencapai level
tertinggi? Jawabannya adalah dengan membuat komputer
hyper-intelligent yang bahkan jauh lebih cerdas ketimbang Jupiter
Brain. Kita akan menyebutnya “Mathrioska Brain” dan bisa
dikatakan bahwa jika kita bisa menciptakannya, maka itu menjadi
puncak kejayaan teknologi kita. Mathrioska Brain akan menjadi
“Endgame” bagi kita, sebab kita takkan bisa menciptakan apapun
yang lebih maju dan canggih ketimbang dia. Komputer tersebut mungkin
akan sebegitu canggihnya hingga bisa menjawab pertanyaan yang paling
sulit sekalipun, semisal apa Tuhan itu ada?
Tapi apa
itu “Mathrioska Brain”?
Dengan mengaplikasikan Bola Dyson di sekitar Matahari, tak hanya kita bisa menyerap energinya, kita juga bisa mengubahnya menjadi super-komputer raksasa |
Jika
kita sudah mencapai Level II, maka jelas sesuai teori Freeman Dyson,
kita akan bisa membangun “Dyson Sphere” atau “Bola Dyson”
(sudah pernah gue jelaskan di artikel sebelumnya). Tapi
mungkin muncul pertanyaan, jika kita sudah bisa membuat Bola Dyson
yang bisa memanen seluruh energi yang keluar dari Matahari, akan
diapakan energi sebanyak itu?
Pada
tahun 2008, seorang fisikawan bernama Robert Bradbury mencetuskan ide
untuk membangun sebuah maha-super-komputer raksasa bernama Mathrioska
Brain di sekitar Matahari yang ditenagai oleh energi yang keluar dari
bintang tersebut. Caranya adalah dengan “menumpuk” beberapa Bola
Dyson di atas Bola Dyson lainnya sehingga terdapat lapisan demi
lapisan yang semakin efisien menyerap energi matahari, sehingga
bentuknya mirip boneka Mathryoska. Boneka Mathryoska adalah boneka
khas Rusia yang bisa saling bertumpukan di dalam boneka lainnya.
Ilustrasi Boneka Mathryoska dari Rusia yang menginspirasi Mathrioska Brain |
Seberapa
banyak lapisannya? Ratusan (joke lawas), but seriously, kita bisa
membuat Mathrioska Brain setebal mungkin. Bahkan semakin tebal, tak
hanya semakin energi-efisien, juga akan semakin canggih. Sebab
menurut rencana, Bola Dyson ini akan terbuat dari unit-unit
“hipotetis” (alias belum ditemukan, seperti robot nano yang ada
di episode sebelumnya) bernama “computronium”. Tiap unit
computronium akan menjadi komputer yang apabila berhubungan dengan
computronium lainnya akan membuat jalinan jaringan komputer
maha-super-canggih.
Bila
kita, semisal, ingin membuat Mathrioska Brain hingga mencapai Bumi,
maka logikanya kita harus “menyingkirkan” planet Merkurius dan
Venus yang terletak di antara Matahari dan Bumi. Namun tenang, mereka
takkan “mati” sia-sia, sebab kita bisa memanfaatkan material di
planet tersebut sebagai bahan baku Mathrioska Brain kita. Kita bahkan
bisa menambang semua planet yang ada di tata surya kita dan membuat
Mathrioska Brain hingga katakanlah Pluto, sehingga kita akan
menciptakan komputer dengan ukuran sebesar Tata Surya kita.
Bayangkan membuat komputer sebesar seluruh Tata Surya kita ini! |
Tapi
wait, Bang! Kalo kita menutupi seluruh Matahari dengan Bola Dyson
berlapis-lapis bukannya Bumi akhirnya bakal kena dampaknya? Cahaya
matahari kan nggak bakal sampai ke Bumi, nantinya kita semua mati
dong? Terus kalo bikin ampe Pluto juga bukannya kita bakal hancur
juga? Planet kita bakalan kekurung dong di dalamnya?
Well,
karena memang itu bukan lagi prioritas ras manusia bila sudah
mencapai tahap “post-human”. Kemampuan komputer hyper-intelligent
seperti Jupiter Brain saja sudah sebegitu dahsyatnya, apalagi
komputer segede Matahari, bahkan Tata Surya. Bakalan kita pake apa
dong komputer segede itu jika Jupiter Brain aja sudah mampu meramal
masa depan?
Jawabannya
tadi, menurut pengertian “post-human”, mereka tak lagi
terkungkung dalam tubuh darah daging mereka lagi. Hanya kesadaran dan
intelegensi mereka yang tersisa. Caranya adalah dengan meninggalkan
tubuh lama kita dan “bergabung” dengan Mathrioska Brain dan hidup
di dalamnya. “post-human” kita akan meng-ekstrak kesadaran dari
otak kita (dengan teknologi yang jelas sudah akan kita temukan jika
kita sampai di Level IV-V) kemudian meng-upload-nya ke dalam Jupiter
Brain. Di dalamnya, kita bebas mensimulasikan kehidupan apapun yang
kita inginkan. Di dalam “virtual reality” ini, kita bisa hidup
bahagia selamanya tanpa menua, sampai jagad raya ini musnah.
Kemungkinan
itu mungkin terasa “horor” bagi kita. Apakah suatu saat kita akan
se-putus asa itu hingga rela tinggal di dalam sebuah mesin selamanya?
Apakah kemajuan teknologi kita, semaju apapun, tetap takkan membuat
kita bahagia? Ataukah memang hasrat terdalam kita untuk menciptakan
teknologi secanggih mungkin sebenarnya untuk melepaskan kita dari
penderitaan?
Atau
pertanyaan lain, jika kita mengaitkannya dengan Matrix Theory, apakah
kehidupan kita adalah sebuah simulasi dari seorang makhluk
“post-human” yang kesadarannya di-upload di Mathrioska Brain?
Jika
memang jawaban pertanyaan itu adalah “Ya”, mungkin akan ada
pertanyaan lain menguar dari benak kalian. Kalo benar hidup kita
adalah simulasi, terus kenapa dong kita masih menderita (mungkin ada
yang miskin di antara kalian, eh gue juga ding). Jika memang para
post-human ingin hidup dalam kebahagiaan selamanya, kenapa malah
bikin simulasi kita yang makhluk-makhluk kismin dan jomblo ini (yeee
elu doang kali yang jomblo Bang)?
Untuk
menjawabnya kita perlu kembali ke tahun 1974, kurang lebih lima
dekade lalu. Kala itu seorang ahli filsafat bernama Robert Nozick
menulis sebuah buku berjudul “Anarchy, State, and Utopia” dimana
dalam bukunya ia mengadakan sebuah eksperimen. Ia bertanya pada
beberapa responden pertanyaan ini. Jika ia memiliki sebuah mesin
bernama “Experience Machine” dimana jika kalian “dihubungkan”
dengan mesin ini, maka kalian akan masuk ke sebuah “virtual
reality” dan akan digelontorkan berbagai pengalaman hedonis yang
memuaskan jiwa raga. Namun, jika kalian sudah “terhubung” dengan
mesin ini, maka jika kalian mencabutnya, maka kalian akan mati.
Alias, kalian nggak bisa keluar dari mesin ini selamanya. Maukah
kalian? Ataukah kalian lebih suka hidup dalam kenyataan dimana ada
susah dan senang, ada bahagia dan ada sedih?
Inginkah kau bahagia selamanya? |
Ternyata
ada lebih banyak yang menjawab opsi kedua. Berarti kehidupan hedonis
bukanlah sebuah keinginan terakhir manusia. Mereka menginginkan
“pengalaman”, baik suka maupun duka.
Pertanyaan
Robert tersebut mungkin menjadi bukti bahwa manusia lebih
menginginkan sesuatu yang “nyata” ketimbang yang “palsu”.
Namun perlu kita ingat, pertanyaan itu dikemukakan 50 tahun lalu
dimana masyarakat masihlah curiga dengan teknologi “virtual
reality”. Namun bagaimana dengan sekarang? Apakah kalian lebih
memilih “dunia maya” ketimbang “dunia nyata”? Apakah kalian
lebih suka memandang hape ketimbang memandang lawan bicara kalian?
Padahal jika dilogika, di dunia maya kita masih bisa dikecewakan atau
terluka (apalagi kalo pesan kita di-read doang atau balasnya lama).
Namun mengapa kita masih terfiksasi oleh gagdet kita jika kita memang
lebih demen ama yang “nyata”?
Jangan
salahkan para “post-human” kita jika nenek moyang mereka saja,
yakni kita, sudah sebegitu “nyaman”-nya tinggal di dunia maya.
Jangan heran pula dengan keputusan mereka untuk meninggalkan raga
mereka untuk menyatu dengan Mathrioska Brain dan hidup selamanya
dalam simulasi maya. Mungkin, dengan begitu mereka bisa merasakan
jutaan kehidupan yang raga ringkih mereka takkan bisa rasakan.
Dan
mungkin kehidupanmu adalah salah satu simulasinya.
SUMBER:
WIKIPEDIA, YOUTUBE (Joe Scott), YOUTUBE (Top Tenz)
BERSAMBUNG
KE ARTIKEL “ROKO'S BASILISK”
PERINGATAN!
EPISODE BERIKUTNYA AKAN MENGANDUNG INFORMASI YANG BERBAHAYA BUAT
KALIAN! JANGAN BACA ARTIKEL SELANJUTNYA!
Rilis roko basilisk nya kapan dah bang?
ReplyDeleteHeh udah diperingatin juga -_-
DeleteJadi inget kartun Rick and morty, pas morty main game "Roys: a life well lived",
ReplyDeleteDalam waktu sekian detik, morty menjalani game simulasi kehidupan sbg seorang penjual karpét, mantan pemain rugby, dan sampai punya istri sampai cucu, ketika game over dan kembali ke dunia nyata (masih seorang bocah), ia masih punya ingatan di kehidupan palsunya
Atau pas Rick diculik sama alien buat dijadikan simulasi
DeleteHmm... Jadi inget pas Itachi nge-genjutsu ceweknya(?), biar ceweknya bisa ngerasain kehidupan sebagai sepasang kekasih (kenyataannya cuma berlangsung beberapa detik)
DeleteJadi inget salah satu eps Black Mirror, dimana kalau sudah mau tutup usia bisa pilih mau hidup abadi di sistem (dunia baru dalem komputer) dan hidup bebas as their wish. Cool, ternyata udah ada penelitiannya.
ReplyDeleteJadi inget mie rebus
ReplyDelete