Thursday, June 11, 2020

TEORI “QUANTUM MIND”: PART 2 – DARIMANA ASALNYA KESADARAN KITA?



Kita sudah mengetahui posisi benda-benda langit, mengukurnya, bahkan memperkirakan takdir alam semesta ini. Namun kita belumlah bisa menjawab pertanyaan paling fundamental mengenai diri kita sendiri. Darimanakah asal kesadaran itu?

Sangat ironis bahwa kita menjelajah sampai ke luar angkasa untuk menyelidiki alam semesta, padahal kita belum bisa menjawab pertanyaan sederhana tentang diri kita sendiri di Bumi ini. Sebagai manusia kita memiliki kesadaran. Namun darimana asal kesadaran itu?

Para peneliti sudah sejak lama mengetahui bahwa konsep “kesadaran” (consciousness) berbeda dengan “pikiran”. Otak kita jelas bisa berpikir, namun dari mana asal kesadaran? Tentu seorang dokter ahli bedah bisa dengan mudah menjawabnya, kesadaran yang asalnya dari otak. Coba bedah aja kepala lu dan otaknya diambil, apa lu kira-kira masih bisa sadar? Tentu tidak bukan. Tapi ternyata tak sesederhana itu. Kita tahu bagaimana pikiran bekerja, yaitu dengan interaksi rumit neuron-neuron (sel saraf) yang ada di otak kita. Kita bahkan bisa meniru cara kerja pikiran tersebut dan menerapkannya, semisal pada komputer dan kecerdasan buatan (AI). Bahkan kita bisa membuatnya memiliki ingatan (memori) hingga memecahkan masalah, sama seperti otak manusia.

Namun, bisakah kita meniru kesadaran? Hingga kini kita tak bisa melakukannya, sebab kita masih belum tahu bagaimana kesadaran bekerja dan darimana asalnya.

Uniknya, pertanyaan itu mungkin bisa dijawab dengan teori Mekanika Kuantum.


"Aku berpikir maka aku ada"

Bagaimana jika kesadaran sesungguhnya tidak bersifat biologis (seperti pikiran yang asalnya dari otak yang merupakan sel hidup), melainkan justru berasal dari sesuatu yang fisik (Fisika)? Kita andaikan begini. Setelah membaca postingan-postingan gue tentang Mekanika Kuantum yang lalu, mungkin kalian berpikir, ih partikel kok niru-niru manusia aja sih, pakek punya kesadaran segala? Tapi bagaimana jika kebalikannya. Bagaimana jika kita bisa memiliki kesadaran, karena ulah partikel-partikel “kuantum” yang memiliki kesadaran di dalam otak kita?

Konsep kesadaran sudah lama ditelusuri oleh para fisikawan, terutama ahli Mekanika Kuantum. Eugene Wigner (penerima hadiah Nobel Fisika 1963) telah mencurigai bahwa mekanika kuantum memiliki kaitan dengan cara kerja otak. Freeman Dyson, fisikawan pencetus “Dyson Sphere” juga berpendapat bahwa “elektron di otak kita-lah yang menentukan keputusan kita”. David Bohm yang disebut-sebut sebagai salah satu fisikawan teoritis terbaik di abad-20, yakin bahwa suatu saat nanti kita akan dapat menemukan kaitan antara materi (partikel fisik) dengan kesadaran kita.

Konsep yang mengaitkan kesadaran kita sebagai manusia dengan perilaku partikel dalam Mekanika Kuantum disebut “Quantum Mind”.

Namun mungkinkah kita menggabungkan ilmu Fisika dan Biologi melalui penelitian tentang “kesadaran kuantum” ini? Seorang ahli fisika kawakan dari Oxford bernama Sir Roger Penrose dan seorang profesor ahli anastesi dari Universitas Arizona bernama Stuart Hameroff berkolaborasi untuk mengemukakan teori yang disebut “Orchestrated Objective Reduction” atau “Orch-OR”. 

Roger dalam bukunya yang berjudul “Emperor's New Mind” pada 1989 berpendapat bahwa jauh di dalam otak, terdapat sel yang di dalamnya memiliki partikel kuantum yang memberikan otak kesadaran. Stuart yang seorang ahli biologi, berteori bahwa lokasi partikel tersebut terletak di salah satu organel (organ di dalam sel) yang disebut “mikrotubul”. Mikrotubul tersusun atas protein bernama tubulin dan di dalam tubulin inilah terletak sepasang elektron yang berada dalam kondisi “entagled” (masih ingat dengan “quantum entanglement”?).

Di dalam sel inilah diduga terdapat struktur bernama "Mikrotubul" yang mengandung elektron yang memberikan kita kesadaran, sehingga kesadaran kita dihipotetiskan merupakan "anugrah kuantum"


Pasangan elektron inilah yang kemudian memberi kita kesadaran.

Teori tersebut sangatlah kontroversial. Tentu tak nyaman bagi kita untuk mengakui bahwa kesadaran kita, yang membuat manusia menjadi makhluk superior, sebenarnya dianugerahkan oleh “benda mati” yang sudah terlebih dahulu memiliki kesadaran. Namun teori ini, jika benar, akan menjadi “missing link” antara Fisika (diwakili Mekanika Kuantum) dan Biologi, (terutama “neuroscience” atau ilmu yang mempelajari saraf).

Namun tentu saja, banyak fisikawan yang pendapatnya berseberangan dengan pandangan “metafisik” para fisikawan tersebut. Salah satunya adalah Victor Stenger yang menyebut “kesadaran kuantum” sebagai sebuah mitos tanpa landasan sains yang nyata, bahkan menyebutnya sama saja seperti “unicorn” dan “naga”, alias omong kosong belaka.
Tak mengherankan, para fisikawan yang menentang pengaitan konsep kesadaran dengan Mekanika Kuantum ini umumnya adalah ilmuwan yang atheis.

Akan tetapi para ilmuwan yang menolak teori “Quantum Mind” ini ada benarnya juga. Teori ini belum terbukti kebenarannya, tapi sudah disalahgunakan untuk berbagai pihak (terutama kaum “New Age”) menjadi sebuah “pseudoscience” bernama “quantum mysticism”. Ilmu Mekanika Kuantum yang mengandalkan metode ilmiah yang saintifik tentu sah-sah saja, seaneh apapun hasilnya. Namun apabila mulai digabungkan dengan “parapsychology” (“ilmu palsu” yang mempelajari peristiwa paranormal seperti hantu, yang jelas belum terbukti kebenarannya), tentu hasilnya meresahkan.

Contoh “ahli” quantum mysticism yang menyalahgunakan Teori Kuantum demi meraup kepentingan pribadinya adalah penulis bernama Deepak Chopra. Ia menulis beberapa buku seperti “Quantum Healing” dan “Ageless Body, Timeless Mind” dimana ia mengaku bahwa “kesadaran kuantum” bisa digunakan untuk mengobati kanker bahkan mencapai kebebasan finansial. Wut??? Trend ini gue khawatirkan tak hanya menyebabkan para masyarakat awam menjadi tertipu, namun juga menambah skeptisisme para ilmuwan akan konsep “kesadaran kuantum”.

Waduh kalo ada yang mulai memanfaatkan istilah "kuantum" untuk memasarkan suatu produk yang katanya bisa meningkatkan kesehatan dan energi kita, jangan dipercaya deh!

Kembali ke pembahasan kita tentang bintang. Jika bintang memiliki kesadaran, apakah dia memiliki kemampuan yang juga kita miliki sebagai manusia yang “sadar”. Semisal, kita memiliki emosi (marah, sedih, bahagia, takut). Apakah bintang juga merasakannya?

Lebih jauh lagi, jika kalian pernah membaca tentang percobaan “Cosmic Interferometer” yang pernah dilakukan John Archibald Wheeler, mungkin kalian ingat bahwa bintang yang jaraknya jutaan tahun cahaya tahu bahwa kita akan mengamati cahayanya melalui eksperimen celah ganda, jutaan tahun sebelum eksperimen itu dilakukan. Berarti, mereka, jika mau, bisa melihat jauh ke masa depan kita.

Jadi jika kalian suatu saat nanti tengah memandangi bintang-bintang di langit, renungkanlah. Takdir kita memang tak tertulis di antara bintang-bintang, namun sadarilah, bahwa mereka mungkin mengetahui takdir kita.

SUMBER: WIKIPEDIA




7 comments:

  1. Kalo emang bener, kesadaran kita berasal dari kesadaran sebuah partikel, gila sih

    Gw dulu juga sempet mikir kek gitu,

    ReplyDelete
  2. Baca blog bang Dave tuh berasa pinter sekaligus oon di saat yang bersamaan 😭😭😭
    Ada banyak pengetahuan baru yang bisa didapat dari blog ini, jadi berasa pinter 🀭🀭🀭 tapi di saat yang bersamaan juga berasa oon karena berusaha memahami apa yang lagi dibahas bang Dave dengan kemampuan otak diriku yang pas2an πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

    ReplyDelete
  3. mungkin manusia jaman dulu kala sudah sadar itu ya makanya mereka menyembah matahari dan menamai dewa matahari dsbnya;hal ini juga menjawab mungkin ya kita bisa ke masa depan atau masa lalu dengan kesadaran kita atau jiwa?? contoh film quantum leap atau somewhere in time??

    ReplyDelete
  4. Menurutku kesadaran benda mati berbeda jauh dengan kesadaran benda hidup. Tidak seperti benda hidup yang memiliki kesadaran yang "bebas", benda mati memiliki kesadaran yang seperti mengikuti aturan tertentu. Mereka "sadar", tetapi aksi dan reaksi mereka hanya ditentukan dari apa wujud dan guna mereka. Kesadaran benda mati ini dianggap Nirsadar atau tidak sadar. Mungkin bisa lihat filosofi zombie (P-zombie)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin ini pertanyaan yang bodoh, tapo bagaimana dengan AI di masa depan nanti yang mengembangkan kesadaran seperti dalam game Detroit Become Human? Apakah mereka juga dikendalikan oleh partikel ini, tetapi hanya mengikuti aturan tertentu sesuai wujud dan guna mereka? Kalau benar seperti itu, apakah mereka memang sepenuhnya bisa dikatakan memiliki "kesadaran"?

      Kalau kata Dee Lestari; Opto,Ergo Sum. Aku memilih maka aku ada. Jadi saya pikir, asalkan sesuatu itu bisa memilih/punya keinginan untuk memilih (dengan kata lain punya free will), maka dia baru saja membuktikan eksistensinya. Dengan begitu, dia ada.

      Delete
    2. Ya, kemungkinan besar dapat dilakukan. Kesadaran sebenarnya bentuk 90 derajat dengan Kecerdasan; mereka serupa tapi tak sama. Kecerdasan dan Kesadaran sama-sama dapat memproses informasi, mencari tujuan, mengenali pola, dsb. Meski begitu, Kesadaran merupakan bentuk superposisi kuantum pada ruang dan waktu.

      Tak ada keterbatasan turunan pada AI, melainkan keterbatasan teknologi. Manusia sekarang secara teknis belum mampu menciptakan kesadaran kepada sebuah benda/entitas. Hampir semua jawaban tentang Kesadaran secara saintifik berada pada mekanika kuantum yang masih sedikit yang terungkap.

      Delete
  5. Mencerahkan artikelnya, berarti selama ini saya dibodohi para motivator dsb. mengenai kuantum pikiran yang katanya bisa mempengaruhi kehidupan kita dll.

    ReplyDelete