Saturday, June 6, 2020

QUANTUM RECURRENCE: THE REINCARNATION OF COSMOS




Saat sedang asyik maraton video-video menarik dari Numberphile di YouTube, gue lagi-lagi menemukan sebuah angka “Lovecraftian” yang digadang-gadang sebagai “waktu terlama yang pernah dihitung manusia” (dan ingat, seperti aturan kita yang lalu di “Bilangan Lovecraftian”, harus memiliki arti). Angka tersebut dinamakan “Poincare Recurrence Time”. Namun semakin gue mempelajarinya, angka ini seakan menggugah sebuah konsep kuno yang menggelitik, yakni “reinkarnasi”.

Pernahkah kalian berpikir tentang apa yang terjadi setelah “kiamat”? Apakah semuanya akan musnah dan kembali ke Penciptanya? Namun ilmu kosmologi (ilmu yang mempelajari awal dan akhir alam semesta) justru memiliki jawaban yang aneh, bahwa segalanya akan kembali ke kondisi semula dan memulai segalanya dari awal, mirip dengan konsep “reinkarnasi”. Namun reinkarnasi yang dimaksud berbeda dengan konsep yang ada dalam agama-agama Timur.

Karena penggunaannya di bidang Mekanika Kuantum, konsep tersebut disebut juga sebagai “Quantum Recurrence” dan perlu gue ingatkan, konsep ini amatlah kontroversial.


PART ONE: APOCALYPSE

Bagi peradaban purba yang primitif, peristiwa gerhana seperti ini bisa diartikan sebagai akhir dunia. Namun seperti apakah akhir dari alam semesta ini?

Pertama gue perlu menelisik sebuah pertanyaan berat, apa itu kiamat? “Kiamat” atau “akhir dunia” merupakan konsep yang dikenal dalam agama Samawi, baik dalam Yahudi, Kristen, hingga Islam. Tapi bagaimana secara sains? Apakah kiamat merupakan konsep yang diamini pula oleh ilmuwan?

Aneh memang, namun ilmuwan yang Atheis sekalipun akan mengakui bahwa dunia ini pada akhirnya akan mengalami kiamat. Kiamat “terdekat” dan paling mungkin terjadi pada kita adalah ketika Matahari akan kehabisan energinya sehingga berubah menjadi bintang “Raksasa Merah”. Pada saat itu, ukuran Matahari akan membengkak sehingga menelan planet-planet terdekatnya dan memusnahkan kehidupan di planet kita. Tapi peristiwa itu baru akan terjadi 5,4 miliar tahun yang akan datang.

Jika peristiwa itu terjadi dan manusia masih ada (belum punah duluan), maka kemungkinan besar manusia sudah mencapai teknologi yang amat tinggi sehingga kita bisa mengungsi ke tata surya lain. Namun bagaimana dengan kiamat alam semesta, dimana seluruh jagad raya menemui akhirnya? Jikapun kita masih ada, kita tentu takkan mungkin bisa melarikan diri lagi?

Kita nantinya akan "dikhianati" sang surya ketika matahari membengkak dari ukurannya semula (yang kecil) menjadi bintang Red Giant raksasa

Kita tahu (at least secara teori) bahwa alam semesta ini diawali dengan Big Bang. Namun segala sesuatu yang memiliki awal pasti memiliki akhir. Menurut para ahli Kosmologi, ada beberapa teori tentang bagaimana alam semesta ini akan menemui akhirnya. Teori-teori tersebut meliputi “Big Freeze”, “Big Rip”, dan, “Big Crunch” (ada satu konsep lagi sih bernama “Big Slurp”, namun karena nggak ada kaitannya dengan apa yang mau gue bahas, mungkin lain kali aja gue jelaskan). Akan gue jelaskan satu persatu ketiga “takdir” alam semesta itu.

Big Freeze

Teori ini adalah teori paling menakutkan sekaligus paling ngenes. Diutarakan Lord Kelvin pada 1850 dan terinspirasi oleh Hukum Keseimbangan Termodinamika, beliau berteori bahwa alam semesta akan mengalami akhir yang dingin, pelan, dan menyakitkan. Sekitar 1012 hingga 1014 tahun di masa depan, semua bintang di alam semesta akan kehabisan energi dan “padam”. Alam semesta akan gelap gulita dan didominasi oleh Lubang Hitam. Namun pada akhirnya Lubang Hitam sendiri akan lenyap dan menguap menjadi “Hawking Radiation”. Yang tersisa tinggalkan positron dan elektron yang akan saling memusnahkan satu sama lain. Setelah “akhir” itu terjadi, konsep ruang dan waktu takkan berarti lagi karena tak ada apapun yang tersisa.

Big Rip

Skenario kedua disebut “Robekan Besar” atau “Big Rip”. Di artikel terdahulu, gue sempat menyinggung tentang “Hubble Expansion”, suatu kondisi dimana alam semesta terus mengembang semenjak Big Bang, sehingga jagad raya kita bisa diandaikan sebuah balon yang terus mengembang. “Hubble Expansion” disebabkan oleh sebuah energi misterius yang disebut “Dark Energy” yang terus mendorong alam semesta untuk mengembang. Namun apa akibatnya jika sebuah balon terus ditiup atau dipompa? Tentu jawabannya akan meletus! Logika inilah yang digunakan ilmuwan untuk merumuskan “Big Rip”. Suatu saat nanti, alam semesta akan “robek” bila terus-menerus ditarik. Bahkan inti atom terkecilpun akan “sobek” dan isinya memencar kemana-mana. Alhasil, segala sesuatupun akan musnah.

Big Crunch

Ilustrasi Big Crunch

Teori ini merupakan kebalikan “Big Rip”. Jika di “Big Rip” kita beranggapan “Hubble Expansion” akan terus-menerus terjadi hingga “merobek-robek” alam semesta, maka di “Big Crunch”, kemampuan “Dark Energy” untuk mengembangkan alam semesta kita memiliki batas. Bayangkan saja sebuah pegas yang kita tarik dan ulur terus-menerus. Apabila kita berhenti menariknya atau bahkan melepaskannya, apa yang akan terjadi? Tentu pegas itu akan kembali ke bentuknya yang semula, bukan?

Logika inilah yang diterapkan di “Big Crunch”. Suatu saat “Dark Energy” akan mencapai batasnya dan habis, sehingga alam semesta berhenti mengembang. Karena tak ada lagi “Dark Energy”, maka alam semesta akan kembali mengecil dan mengecil hingga kembali ke bentuknya yang semula, yakni sebuah Titik yang amat padat, seperti sesaat sebelum Big Bang. Jika ini terjadi, maka kita semua akan “terdorong” ke Titik tersebut dan akhirnya akan musnah. Gampangannya, bayangkan kita berada di ruangan yang terus menyempit dan menyempit, pasti tubuh kita bakalan remuk kan?

Uniknya, teori “Big Crunch” menimbulkan implikasi lain. Jika alam semesta kembali ke bentuknya semula, apakah mungkin Titik tersebut akan mengalami Big Bang kembali, sehingga menciptakan alam semesta baru, seperti sebuah siklus? Bahkan mungkin saja alam semesta yang kita tempat sekarang sesungguhnya adalah alam semesta kesekian kali yang tercipta, kemudian musnah, kemudian tercipta lagi?

Konsep “Big Crunch” inilah yang kemudian dikaitkan dengan “Quantum Recurrence”


PART TWO: POINCARE RECURRENCE

Henri Poincare, pencetus konsep "Poincare Recurrence"
Pada 1890, seorang ilmuwan Prancis bernama Henri Poincare mengamati sesuatu yang aneh. Jika ia memiliki beberapa partikel di dalam sebuah kotak, kemudian diberi perlakuan, maka jika diberi waktu yang cukup lama, maka partikel-partikel itu pada akhirnya akan kembali ke posisi semula. Biar gampang, gue kasih gambaran begini.

Anggap saja kalian punya sebuah kotak yang unik. Di dasar kotak itu ada empat cekungan yang muat untuk 4 buah bola. Katakanlah lu punya bola bernama “A”. Lu taruh bola itu di cekungan 1. Kemudian lu menutup dan mengocok-ngocok kotak itu hingga bola di dalamnya mental-mental ga karuan. Setelah itu lu biarkan sebentar kotak itu, lalu lu buka. Dimana kira-kira si bola A berada?


Mungkin kalian menjawab, bola A bisa berada di cekungan I, II, III, dan IV. Adakah kemungkinan si bola A kembali ke cekungan I seperti posisi awalnya? Tentu saja ada. Kemungkinannya adalah 1/4 atau 0,25 kan?

Sekarang bagaimana jika kita letakkan bola A di kotak yang jauh lebih besar, yakni memiliki 8 cekungan. Jika kita melakukan hal yang sama, maka kemungkinan untuk si bola A untuk kembali berada di posisi semula, yakni cekungan 1 tetaplah ada, namun lebih kecil, yakni 1/8 atau 0,125. Bagaimana jika kita taruh di kotak dengan 16 cekungan?  Probabilitasnya akan semakin kecil lagi, yakni 0,0625. 


Bagaimana jika kita taruh 5 bola sekarang di kotak terakhir, yakni bola A di cekungan 1, bola B di cekungan 2, dst. Apakah ada kemungkinan bahwa ketika selesai dikocok-kocok, posisinya akan kembali seperti semula (bola A di 1, bola B di 2, dst)? Tentu probabilitasnya masih ada, tapi jauh lebih kecil lagi.

Sekarang kembali ke kotak pertama (dengan 4 cekungan). Jika kita mengocoknya hanya sebanyak 1 kali, tentu lebih besar kemungkinannya ketika membuka kotak, bola A tidak berada di posisi 1. Namun bagaimana jika kita melakukannya hingga 10 kali? Maka kita akan menemukan bola A di posisi semula paling tidak sebanyak 1 atau 2 kali selama 10 percobaan itu.

Sama halnya dengan bermain kartu. Dalam permainan poker, kartu yang dianggap pemenang adalah “Royal Flush”, yakni jika kita mendapat As, King, Queen, Jack dan 10 semuanya berjenis sama (semisal kalo “wajik” ya wajik semua, kalo “hati” ya hati semua). Tentu kemungkinan mendapat Royal Flush amatlah jarang. Namun tetap ada kemungkinan kita mendapatkannya bila kita bermain cukup lama (kalo mustahil, berarti nggak akan ada yang menang poker dong?). Bagaimana jika setelah kita mendapat "Royal Flush", kita bermain lagi terus-menerus hingga mendapat kartu dengan posisi "Royal Flush" kembali? Apakah mungkin? 

Tentu saja mungkin, namun kemungkinannya akan jauh lebih kecil dan kita harus bermain sangat lama (sehari Non-Stop mungkin) biar bisa mendapatkannya.

Kemungkinan mendapat "Royal Flush" memang sulit, apalagi untuk bisa dapat sampai dua kali. Namun bukan berarti tidak mungkin
Inilah yang disebut “recurrence”, bahwa sesuatu (apapun itu, bisa partikel, bola, manusia, bahkan jagad raya) bisa kembali ke posisinya semula, walaupun probabilitasnya semakin kecil dan waktu yang dibutuhkan juga akan semakin lama. Namun Poincare menyatakan bahwa ada dua syarat agar “recurrence” ini bisa terjadi.
1. Volumenya finite (terbatas) 
2. Kemungkinannya juga finite (terbatas)
Artinya, “recurrence” ini akan semakin lama tercapai jika volumenya semakin besar (seperti analog kotak dengan 4, 8, dan 16 cekungan tadi) dan kemungkinannya semakin kecil. Jagad raya, seperti konsep “observable universe” yang gue perkenalkan di “Bilangan Lovecraftian” dianggap memiliki batas, sehingga bisa diaplikasikan dalam konsep “recurrence” ini. Bahkan kemungkinan posisi semua partikel di alam semesta ini juga dianggap terbatas karena jumlah partikel di alam semesta ini, walaupun teramat banyak, juga berjumlah terbatas (jika kalian masih ingat, jumlahnya diperkirakan sekitar 1080 atau “Bilangan Eddington”). Akan tetapi, karena ukuran jagad raya yang amat luas, melebihi yang bisa dicapai manusia, tentu saja waktu yang dibutuhkan agar semua susunan partikel kembali ke posisinya semula amatlah lama.

Konsep “waktu” yang semenjak tadi gue bicarakan kini bisa kita sebut sebagai “Poincare Recurrence Time”. Berapakah lamanya? Well ....


PART THREE: POINCARE RECURRENCE TIME

Dalam papernya yang berjudul “Information Loss in Black Holes and/or Conscious Being” yang terbit pada tahun 1994, seorang fisikawan asal Kanada bernama Don Page merumuskan “Poincare Recurrence Time” sebesar:


Seberapa besarnya itu? Well, yang jelas nilai itu lebih besar sedikit dari sebuah Googolplexian (10˄10˄10˄10˄10). Saking besarnya angka itu, kita tak perlu mempermasalahkan satuannya, apakah tahun, jam, menit, detik, atau satuan waktu terkecil (“quantum of time” atau 10-43 detik) atau satuan waktu terbesarpun (“aeon” atau 109 tahun).
Tapi apa arti dari angka itu sesungguhnya?

Kita misalkan “quantum recurrence” adalah “Φ. (gue asal ambil aja sih simbol yang keren). Sekarang bayangin aja apa yang lagi lu lakuin sekarang, yakni lu lagi baca blog gue di depan laptop/hape lu, sementara di teras rumah ada kucing yang lagi tidur, di luar juga sedang mendung, sekarangpun kalian lagi di rumah aja karena ada wabah Coronavirus, sedangkan di Amrik sana sedang ada kerusuhan rasial. Sementara itu di luar angkasa sana, mungkin kedelapan planet mulai dari Merkurius hingga Neptunus terletak segaris dengan Matahari, sementara ada sebuah komet melintas mendekati matahari.

Maka dibutuhkan waktu Φ mulai dari detik ini hingga alam semesta mengalami “Big Crunch”, kemudian lahir alam semesta lain, kemudian mungkin hancur lagi dan mengalami siklus lagi, hingga tercipta sebuah alam semesta yang persis dengan saat ini, dimana tercipta planet Bumi dimana ada manusia yang benar-benar sama seperti lu, sedang baca blog di depan laptop/hape-nya, sementara di luar teras rumahnya ada kucing tidur, di luar mendung dan ada wabah virus, dan di negara lain juga ada kerusuhan rasial, sementara di luar angkasa sana Merkurius dan planet-planet memiliki posisi segaris dengan Matahari, dan sebagai 'icing at the cake' ada sebuah komet melintas pula dengan lintasan yang sama.

Itulah yang disebut “quantum recurrence” dan waktunya akan memerlukan 10˄10˄10˄10˄10˄1,1 (satuan bebas)

Itulah konsep absurd dari “quantum recurrence”, yakni apabila “Poincare recurrence” diterapkan pada jagad raya ini, maka keseluruhan jagad raya akan terlahir kembali (entah berapa kali) hingga tercapai probabilitas dimana seluruh isi jagad raya dalam posisi yang sama seperti saat ini. Tapi ingat, menurut konsep “recurrence”, proses ini tak terjadi hanya dalam sekali siklus saja, namun mungkin tiliunan kali siklus (atau mungkin lebih) hingga probabilitas dimana segalanya “kembali sama” akan tercapai. Sama seperti bermain poker dan mendapat “Royal Flush”, kita mungkin beruntung mendapatkannya sampai dua kali, namun yang jelas tidak dalam dua kali berturut-turut kan (ada sih kemungkinannya, namun jauuuuuh lebih kecil lagi)?

Tapi ingat, hanya karena bisa dihitung, bukan berarti konsep ini benar. Konsep ini hanya menyatakan bahwa secara matematis, hal tersebut mungkin terjadi, namun jelas bukan kepastian. Akan tetapi apabila benar, maka konsep “reinkarnasi kosmos” ini (begitu gue menyebutnya) jelas amatlah berbeda dengan konsep reinkarnasi yang biasanya kita pahami. Jika dalam “reinkarnasi” kita terlahir kembali, namun dengan kehidupan berbeda; maka pada “reinkarnasi kosmos” menurut “quantum recurrence” ini, pada suatu titik kita akan kembali mengulanginya sama persis seperti yang kita alami sekarang ini. Walaupun jelas, waktu untuk tiba di titik itu, sangatlah lama, hingga kesadaran kita takkan mampu mencapainya.

Kita takkan pernah bisa membuktikan kebenaran lama “quantum recurrence” ini. Takkan ada jam yang bisa bertahan selama itu. Bahkan jika kita berhasil menciptakan sebuah robot yang mampu bertahan jutaan tahun untuk menjadi “mata-mata” dan mengamati kehancuran alam semesta melalui Big Crunch, hal tersebut akan percuma. Sebab robot itupun akan ikut hancur begitu proses “daur ulang” melalui Big Crunch dimulai.

Hal ini menimbulkan sebuah konsekuensi lain yang jauh lebih mistis dan misterius.

Seluruh jam di alam semesta takkan mampu mengitung "Quantum Recurrence Time"

Jika memang benar seluruh kosmos (dan juga kita) didaur ulang melalui siklus Big Bang dan Big Crunch yang terjadi selama terus-menerus, maka kesadaran kita akan terputus tiap kali jagad raya di-reset. Dengan kata lain, kita takkan pernah bisa “mengakses” kehidupan lama kita. Bagaimana jika, tanpa kita sadari, sebenarnya kehidupan yang kita jalani saat ini adalah kehidupan “kesekian kali” yang terjadi pada kita, sehingga kita merasa adanya “glitch” berupa “dejavu” atau perasaan aneh yang kita miliki ketika melakukan sesuatu?

Lalu bagaimana jika kita disuruh berfilsafat, jika benar terciptanya dan hancurnya alam semesta ini merupakan siklus, apakah yang mengawalinya? Apakah ada awal dan akhir dari siklus tersebut?

Lalu bagaimana jika ada makhluk berintelegensi tinggi dari siklus terdahulu yang berhasil melarikan diri dari Big Crunch terakhir (mungkin dengan kabur ke Multiverse lain)? Bisakah kalian bayangkan kekuatannya dan apa yang terjadi jika makhluk itu hadir di dunia kita?

Well kalo gue disuruh menguak teori-teori konapirasi berdasarkan “quantum recurrence” ini pastinya nggak ada habisnya dong. Yang jelas, ada tidaknya “quantum reincarnation” ini bukanlah urusan kita, toh kita takkan mampu menyadarinya. Sama seperti dunia paralel, kita takkan mampu mengakses kehidupan “lama” kita. Yang penting, jalani saja hidup kita saat ini sebaik mungkin sehingga takkan ada penyesalan.

PS: Prof. Padilla di “Numberphile” mengatakan bahwa untuk mencapai angka itu, Don Page membulatkan nilai “e” (Bilangan Euler) yang sekitar 2,71 menjadi “10”, jadi mungkin nilai “Poincare recurrence time” yang sesungguhnya lebih kecil ketimbang versinya.

SUMBER: Wikipedia, Youtube

6 comments:

  1. Mirip ama plotx JJBA: Stone Ocean

    ReplyDelete
  2. Senengnya baca blog Bang Dave tuh jadi berasa pinter, padahal otak pas2an 😂😂😂

    ReplyDelete
  3. Lah itu euler number bulatinnya jauh amat?

    ReplyDelete
  4. Pengetahuan seperti ini bisa didapat dengan gratis guys, author kita g ngambil keuntungan dari penjabarannya yang luar biasa dan mudah dimengerti ini, untuk menghargai kerja kerasnya ayo ramaikan akun YouTube Mengaku Backpacker dengan subscribe komen dan like

    Ane tahu bahwa ane akhirnya ngiklan, tapi ini agar bangdep kita makin semangat menulis, dan kitapun makin banyak asupan wawasan baru, biar bangdep g ngambek mandek nulis Krn disangka g ada yang antusias sama tulisannya

    ReplyDelete
  5. Kok satuan bebas Bang. Beda satuan beda hasil dong

    ReplyDelete
  6. Anj lha di blog ini doang baca² artikel yg muter otak beginian asik banget 😍

    ReplyDelete