Thursday, June 11, 2020

TEORI QUANTUM MIND: PART 1 - APAKAH BINTANG MEMILIKI KESADARAN?

This meme become relatable if you read this post


Kembali ke pertanyaan gue di ending episode yang lalu, apakah bintang memiliki kesadaran? Mungkin kalian berpikir, kok pertanyaannya aneh begini? Kan jelas bintang itu benda mati, jadi pastinya tidak memiliki kesadaran. Jika kita mengaitkannya ke Mekanika Kuantum yang aneh-pun, dimana elektron bisa memiliki kesadaran, itu kan hanya berlaku pada partikel? Bintang kan memiliki massa yang amat besar (nggak hanya lebih besar ketimbang kucing Schrodinger, namun juga lebih besar dari Bumi) sehingga panjang gelombang de Broglie-nya kecil. Berarti hukum yang berlaku di Mekanika Kuantum nggak berlaku pada bintang?

Nah, untuk menjawab mengapa pertanyaan apakah bintang memiliki kesadaran bisa sampai muncul di benak para fisikawan, gue akan memperkenalkan dulu kalian pada sebuah cabang ilmu Fisika yang dinamakan Astrofisika (Astrophysics). Astrofisika adalah cabang ilmu Fisika (atau lebih tepatnya cabang dari Astronomi) yang mempelajari tentang bintang. Astrologi sendiri berasal dari kata “aster” yang berarti bintang dan “logos” yang berarti ilmu.

Salah satu pertanyaan paling mendalam yang dihadapi oleh setiap ahli astrofisika adalah tentang ada tidaknya partikel yang disebut sebagai “dark matter”. Namanya aja udah serem ya, apa itu dark matter dan apa kaitannya dengan kesadaran?

Simaklah artikel berikut ini untuk lebih jelasnya.



ASTROFISIKA DAN TEKA-TEKI GALAKSI

Apa persamaan Raisa dan galaksi? Mereka sama-sama ngasi teka-teki hehehe

Semenjak awal abad ke-20, fisikawan yang mempelajari tentang galaksi dihadapkan pada sebuah pertanyaan rumit. Pertanyaan itu berkaitan dengan galaksi yang berbentuk spiral, termasuk di antaranya galaksi kita sendiri, Bima Sakti, dan tetangga kita, Andromeda. Galaksi tersusun atas jutaan bintang, kita sendiri tahu itu. Namun bintang-bintang dalam sebuah galaksi tersusun tak merata. Ada banyak bintang-bintang yang berjejal-jejal di sekitar inti galaksi, sementara semakin ke tepi, jumlah bintang akan semakin sedikit dan sedikit.

Tentu hal itu bisa dipahami karena inti galaksi (yang berupa lubang hitam raksasa atau “blazar”) memiliki gaya gravitasi yang luar biasa besar. Gaya gravitasi itu menarik banyak bintang untuk mendekat di sekitarnya, sehingga kebanyakan bintang di galaksi tersebut berada di pusatnya. Sementara di pinggir galaksi, gaya gravitasinya lebih lemah (karena jaraknya lebih jauh dari pusat galaksi), sehingga bintangnya lebih sedikit.

Sifat gravitasi ini bisa dilihat melalui rumus Hukum Newton berikut ini (balik belajar ke pelajaran fisika SMA lagi nggak apa-apa yah).


Fg adalah gaya gravitasi, “G” adalah tetapan gravitasi, “M” dan “m” adalah massa, dan “r” adalah jarak. Sekarang mari kita kupas satu demi satu apa artinya.

Dari rumus itu kita bisa melihat bahwa Fg (gaya gravitasi) sebanding massa (m), namun berbanding terbalik dengan jarak (r). Ini artinya, semakin besar massa suatu benda, maka semakin besar gaya gravitasinya. Sedangkan semakin kecil jarak suatu benda dengan pusat gravitasi tersebut, maka gaya gravitasi yang dirasakan akan semakin lemah. Hal ini menjelaskan paragraf di atas yang gue jelasin tadi, bahwa bintang di dekat pusat galaksi akan berjejal karena tertarik oleh gaya gravitasi kuat, sedangkan bintang di tepi galaksi akan lebih jarang karena gaya gravitasinya lebih lemah.

Nah sekarang kita tiba di variasi lain rumus Newton di atas.nilai Gx(M/r2) sesungguhnya dalah rumus mencari “percepatan” atau disimbolkan dengan “a” (acceleration). Jadi rumus gravitasi Newton bisa ditulis:



Di sini terlihat bahwa Fg (gaya gravitasi) sebanding dengan “a” (percepatan). Artinya masih sama, semakin besar gaya gravitasi, maka percepatan suatu benda yang mengitari pusat gravitasi itu akan cepat. Sebaliknya berlaku, semakin kecil gaya gravitasi yang dirasakan, maka percepatan suatu benda mengelilinginya akan semakin lambat.

Nah menggunakan rumus baru ini, kita bisa menyimpulkan bahwa bintang yang terletak di dekat pusat galaksi akan bergerak lebih cepat, sedangkan bintang yang ada di tepi galaksi akan bergerak lebih lambat. Ya kan?

SALAH!

Para ilmuwan menemukan hasil mengejutkan yang tak sesuai dengan prediksi mereka tersebut. Ketika menghitung laju kecepatan revolusi bintang antara yang ada di dekat pusat galaksi dengan yang jauh dari pusat galaksi, mereka menemukan hasil mengejutkan seperti yang digambarkan oleh grafik ini.

Grafik A menunjukkan kecepatan bintang yang seharusnya, menurun seiring bertambahnya jarak dari pusat galaksi. Namun Grafik B menunjukkan kenyataannya, bahwa kecepatan bintang hampir sama, meskipun berada dekat ataupun jauh dari inti galaksi

Kecepatan keduanya sama. Baik bintang yang mengorbit dekat pusat galaksi dengan bintang yang mengorbit jauh di tepi galaksi, semuanya memiliki kecepatan yang hampir serupa.

Hal ini tentu melanggar hukum Gravitasi Newton di atas dan membuat para ilmuwan pusing tujuh keliling. Pasti ada yang menyebabkan ketidaksesuaian teori dengan prakteknya di atas, namun apa?



MISTERI DARK MATTER

Galaksi seperti ini konon memiliki "dark matter" yang mempengaruhi gaya gravitasi dan laju bintang-bintang di dalamnya. Namun benarkah teori itu?

Pada 1980, seorang srikandi di bidang astrofisika bernama Vera Rubin merasa memiliki jawabannya. Ia menduga ada partikel-partikel misterius di bagian terluar galaksi yang memiliki gaya gravitasi sendiri, sehingga bintang yang ada di sana bergerak lebih cepat. Vera menyebut partikel-partikel misterius itu sebagai “dark matter”. Kata “dark” atau “gelap” di sana menyiratkan kemisteriusan partikel itu, sebab partikel tersebut tak bisa dilihat dan diamati. Partikel itu hanya sejauh sebuah partikel hipotetis karena memang belum ditemukan kala itu.

Dan hingga kini, kita masih belum menemukan apa itu dark matter. Bahkan mesin canggih sekelas Large Hadron Collider yang berhasil menemukan partikel tuhan sekalipun tak bisa mendeteksi keberadaan dark matter. Tak heran, akibatnya ada beberapa fisikawan yang mulai meragukan keberadaan materi ini, sementara banyak pula yang masih meyakininya.

Kita umpamakan kasus dark matter dan galaksi di atas adalah seperti ini. Bayangkan lu masih single tapi udah bisa beli rumah sendiri. Bukannya lu tajir atau gimana, tapi rumahnya dijual murah banget men, cuma 1 juta. Buset murah amat! Lu udah mencium ada yang nggak beres nih tapi karena lu kepengen punya rumah, akhirnya lu memberli rumah itu.

Rumah itu kelihatan nyaman dan enak ditinggali. Ukurannya pun lumayan. Lu masih heran dengan harga super-murah rumah itu, tapi lu nggak banyak pikir dan memindahkan semua barang-barang lu ke rumah itu. Tapi akhirnya setelah seminggu tinggal di sana, akhirnya lu tahu kenapa rumah itu murah banget. Tiap kali lu pergi kerja, ketika pulang lu menemukan benda-benda di dalam rumah berpindah tempat. Semisal buku-buku yang lu susun di atas rak tiba-tiba berubah susunannya. Begitu pula dengan sabun dan perlengkapan mandi lainnya di kamar mandi berubah letaknya. Baju-baju yang lu lipat rapi di dalam lemari juga berubah tempatnya. Sama pula alat-alat dapur yang lu simpan di dapur juga berganti letak.

Lu berpikir, ada apa ini? Kok benda-benda di rumah gue bergerak sendiri? Pasti ada hantunya nih?

"Mas, sepertinya ada penampakan di sebelah sana!"


Akhirnya lu memanggil paranormal top, mulai dari Roy Kiyoshi ampe Lorraine dan Ed Warren lu undang buat memecahkan misteri itu. Namun tetap saja, lu nggak bisa memecahkan misteri itu. Sama sekali nggak ada bukti keberadaan hantu di rumah itu. Bahkan ketika lu pasang kamera CCTV di rumah, malah hasilnya buram dan lu nggak bisa mengamati apapun. Lu pasang juga alat-alat canggih yang katanya bisa mendeteksi hantu, tapi nggak ada hasilnya juga. Nah dengan begitu, apa lu masih yakin bahwa rumah lu berhantu walaupun sama sekali tidak ada buktinya?

Misalkan kamar itu adalah galaksi, benda-benda yang berpindah sendiri adalah bintang yang kecepatannya nggak sesuai dengan Hukum Newton, dan “hantu” yang lu anggap bertanggung jawab adalah dark matter. Bagaimana kalian akan menyikapinya?

Dilema tersebut membuat seorang fisikawan yang cukup berani akhirnya memutar otak dan mengungkapkan teorinya yang “out of the box”, bahkan terkesan metafisis. Bagaimana jika bintang di bagian tepi galaksi bergerak lebih cepat karena mereka memang mau bergerak lebih cepat.

Dengan kata lain, mereka memiliki kesadaran.


TEORI “PANPSYCHISM” NAN KONTROVERSIAL

Pernahkah terbersit di benakmu bahwa bintang-bintang yang bertebaran di langit sesungguhnya memiliki kesadaran seperti kita?

Teori tersebut dikemukakan oleh Greg Matloff, seorang profesor fisika dari New York City College of Technology yang juga pernah bekerja untuk NASA, jadi jelas teori itu bukan muncul dari fisikawan amatir yang abal-abal. Greg bahkan dengan serius mempublikasikan teorinya itu di “Journal of Conciousness Exploration and Research”. Greg sendiri sebenarnya terinspirasi oleh seorang penulis fiksi ilmiah bernama Olaf Stapledon yang pernah ia temui di ajang British Interplanetary Society. Olaf pernah menuliskan di salah satu novelnya bahwa bintang-bintang di alam semesta ini ditakdirkan “menari” dalam sebuah “cosmic ballet” mengelilingi galaksi.

Namun tentu ilmuwan sekelas Mr. Matloff tak hanya mendasarkan teorinya pada sebuah novel fiksi semata. Ia juga merinci penelitian yang pernah dilakukan oleh seorang ilmuwan Uni Soviet bernama Pavel Parenago. Pavel menyebutkan bahwa bahwa bintang yang berada dalam kategori “bintang dingin” (contohnya adalah Matahari kita) bergerak lebih cepat ketimbang bintang yang berada dalam kategori “bintang panas”. Hal ini lagi-lagi seolah melanggar hukum alam. Bukannya bintang yang lebih panas harusnya bergerak lebih cepat karena memiliki lebih banyak energi?

Mr. Matloff berpendapat bahwa ini terjadi karena bintang mampu mengontrol kecepatannya sendiri berdasarkan kehendaknya. Mau cepat, mau lambat, itu semua sesuai dengan keinginannya. Dengan kata lain, bintang tersebut memiliki kesadaran.

Namun muncul pertanyaan lain, bagaimana bintang bisa memiliki kesadaran? Mr. Matloff memiliki ide yang bahkan jauh lebih gila, yakni bintang mendapatkan kesadarannya dari alam semesta. Dengan kata lain, seluruh alam semesta ini, tak hanya bintang, memiliki kesadaran.

Teori ini disebut dengan “Panpsychism”, berasal dari kata “pan” yang artinya seluruh, “psyche” yang berarti “jiwa”, dan akhiran “-ism” menandakan “paham”. Panpsychism yakni paham bahwa seluruh alam semesta sesungguhnya memiliki jiwa.

Mungkin lu bertanya, Bang kali aja Abang Mister itu orgil Bang gara-gara terlalu pintar? Emang ada Bang ilmuwan-ilmuwan lain yang mendukung pendapatnya itu?

Apakah benar seisi semesta ini sesungguhnya sadar?

Pada 2006, seorang fisikawan Jerman bernama Bernard Haisch juga berpendapat bahwa alam semesta ini sesungguhnya memiliki kesadaran yang disebut “proto-conciousness”, bahkan ia mencoba menjelaskan mekanismenya. Sebelumnya, pada 1948, seorang fisikawan Belanda bernama Hendrik Casimir menemukan apa yang disebut sebagai “Casimir effect” dimana ternyata di dalam kondisi ruang angkasa yang vakum (tak ada apapun di sana, bahkan partikel sekalipun) masih ada gaya atau energi misterius yang disebut “quantum vacuum”. Mr. Haisch menduga bahwa “proto-conciousness” dari alam semesta tersebut “meresap masuk” ke dalam bintang menggunakan media “quantum vacuum” tersebut.

Bayangkan aja lu punya sebuah kertas tisu dan di lantai ada air yang bercampur dengan pewarna merah. Jika lu lap lantai itu dengan tisu, maka tisu itu akan berubah merah. Kenapa? Karena tentu pewarna merah itu masuk ke tisu menggunakan air sebagai medianya, karena tisu menyerap air. Begitulah penjelasan mudahnya.

Tak hanya itu, seorang dokter ahli neuroscience bernama Christof Koch dari Allen Institute for Brain Science sudah lama mempelajari tentang kesadaran pada otak manusia. Ia-pun sepertinya sepaham dengan ide “Panpshychism” yang digelontorkan Greg Matkoff, segila apapun kedengarannya.

Oke. Kita tak perlu memperdebatkan apakah alam semesta memiliki kesadaran apa tidak, toh kita akan sulit membuktikannya. Coba aja kalian ngobrol ama Matahari, kalo dijawab ya syukur, kalo nggak dijawab mungkin dia introvert. Jangankan kita mencoba menjawab pertanyaan apakah alam semesta sadar atau tidak, menjawab pertanyaan yang paling sederhana mengapa manusia memiliki kesadaran saja kita belum mampu.

Apakah dengan menjawab pertanyaan tersebut, kita akan mendapat pencerahan?




3 comments:

  1. Akhirnya sampai pada postingan ini. Keren Bang, namun jelas itu tidak akan mungkin terjadi. Kesadaran adalah hasil dari kerja biologis yang hanya mungkin muncul dari struktur yang ada di tubuh makhluk hidup, bukan benda mati. Ilmu biologi, zoologi dan ekologi termasuk fisika juga bertumpu pada hal ini. Terus menulis bang. Keren! Kapan-kapan kita discuss ya.

    ReplyDelete
  2. saya tidak sependapat dengan teori ini, sebab kalau bulan bisa ngomong pasti dia gak akan bohong

    ReplyDelete