Thursday, September 12, 2019

KISAH HIDUP TED KACZYNSKI: SANG ECO-TERRORIST



Kalian mungkin masih asing dengan istilah eco-terrorist. Coba bayangkan ISIS tapi dengan ideologi cinta lingkungan dan anti global-warming. Hmmm .... agak susah ya dibayangin. Salah satu contoh “eco-terrorist” dalam fiksi adalah Prince Orm di “Aquaman” yang ingin memusnahkan manusia karena mereka membuang sampah ke lautan. 

Istilah “eco-terrorist” emang aneh, namun pada kenyataannya memang ada orang-orang dengan ideologi cinta lingkungan yang terlalu fanatik dan anarkis sehingga tak segan-segan membunuh untuk menyampaikan maksud mereka. Salah satunya adalah pria bernama Ted Kaczynsi yang di antara tahun 1978-1995 meneror publik Amerika dengan rangkaian serangan bom kepada pihak-pihak yang dirasanya “merusak lingkungan”. Aksi terornya tersebut melukai total 23 orang dan membunuh 3 orang lainnya. 

Uniknya, Ted ini adalah seorang pria yang amat cerdas, bahkan pernah menjabat sebagai seorang profesor ahli matematika. Walaupun pesan yang disampaikan memang layak mendapat dukungan dan bertujuan baik, sayangnya langkah yang ia lakukan amatlah merugikan orang lain.

Readers, inilah Dark Case kali ini.


Ted Kaczynski ketika muda

Theodore John Kaczynski lahir pada 22 Mei 1942 di Chicago, Illinois dari keluarga keturunan Polandia. Semenjak kecil, dia dikenal sebagai anak yang penyendiri namun amat cerdas dan penyayang binatang. Awalnya Ted, begitu panggilannya, menunjukkan perilaku normal seperti anak pada umumnya. Ketika kelas 1-5 SD, ia mendapatkan perlakuan sama seperti murid lainnya. Namun semua berubah setelah tes IQ-nya menunjukkan angka di atas rata-rata (167). Hasil tes ini membuat guru-gurunya memutuskan bahwa ia bisa men-skip kelas 6 dan langsung naik ke kelas berikutnya. Sayangnya, keputusan ini hanya melihat pada sisi akademis dan kecerdasannya saja, tidak mempertimbangkan sisi psikologis bocah tersebut. Di kelas 7, ia merasa tidak “fit in” bahkan dibully oleh teman-teman sekelasnya yang lebih tua.

Semua ini kemudian diperparah ketika ayahnya, yang menderita kanker, kemudian bunuh diri.

Ted terus menunjukkan kecerdasannya pada saat SMA bahkan dikenal teman-temannya sebagai “otak berjalan”. Ia kembali men-skip kelas 11 dan lulus pada usia 15 tahun. Ia kemudian diterima di Harvard pada usia 16 tahun dengan beasiswa penuh. Namun lagi-lagi, usia itu terlalu muda untuknya menempuh kehidupan mandiri dan ia belumlah siap akan hal itu. Kembali, ia dikenal sebagai anak penyendiri di kampusnya. Ia kemudian diwisuda dengan nilai di atas rata-rata pada usia 20 tahun.

Ted Kaczynski sebagai profesor termuda

Pada 1962, iapun menempuh pendidikan Master dan Doktor di University of Michigan di jurusan Matematika. Pada 1967, disertasinya meraih penghargaan sebagai disertasi Matematika terbaik tahun itu. Pada usia 25 tahun, ia menjabat sebagai asisten profesor termuda dalam sejarah kampus University of California, Berkeley dimana ia mengajar geometri dan kalkulus. Sayang, Ted yang pendiam rupanya tidak cocok dengan pekerjaan tersebut dan akhirnya mengundurkan diri pada tahun 1969.

Dan di sinilah jalan hidupnya berubah.

Ted sempat kembali ke rumah orang tuanya di Illinois, namun karena ia begitu mencintai alam, Ted memutuskan untuk tinggal menyendiri di sebuah kabin di negara bagian Montana. Di kabin di tengah hutan itu, ia memilih gaya hidup yang “primitif” tanpa uang, listrik, bahkan air ledeng. Tujuan hidupnya agar ia bisa hidup mandiri dengan cara berburu, memilih tanaman di hutan untuk dimakannya, belajar memanah, bertani, dan sebagainya. Gaya hidup “back to nature” ini dirasanya lebih cocok karena ia lebih suka menyendiri dan dekat dengan alam.

Namun pada suatu titik, ia merasa gaya hidupnya ini mulai “diganggu” oleh modernitas dan industrialisasi di sekitarnya. Ted saat itu memiliki spot favorit yang dianggapnya amat damai, bahkan ia rela menempuh dua hari perjalanan hiking dari kabinnya untuk mencapai lokasi terpencil itu. Lokasi tersebut adalah sebuah ngarai kecil dengan air terjun mengalir di sana. Akan tetapi, pada suatu musim panas, ia merasa amat kecewa ketika tiba di sana sebab sudah dibangun sebuah jalan yang membelah lokasi favoritnya itu. Semenjak itu, ia mulai sadar bahwa alam di sekitarnya telah dirusak.

Iapun memutuskan untuk balas dendam.

Ilustrasi pedalaman Montana

Pada tahun 1978 hingga 1995, Ted mengirimkan bom berantai pada pihak-pihak (termasuk akademisi dan pemilik usaha) yang dirasanya merusak lingkungan. Semuanya berjumlah 16 bom dengan inisial FC (Freedom Club) tertulis di atasnya. Korban pertamanya adalah Buckley Crist, seorang profesor teknik dari Northwestern University. Beruntung ia merasa curiga sehingga tak membukanya. Namun paket berisi bom itu meledak dan menimbulkan korban luka seorang polisi.

Bom berikutnya (yang gue rasa keterlaluan) ditaruhnya di sebuah pesawat American Airlines Flight 444 dari Chicago menuju Washington D.C. Beruntung, lagi-lagi bom itu tidak meledak, namun menimbulkan asap yang memaksa pesawat tersebut mendarat darurat. FBI yang mulai mencium itu adalah aksi yang sama, mulai menjulukinya UNABOMBER, singkatan dari “ University and Airline Bomber” karena ia menyerang universitas dan industri penerbangan.

Aksi bomnya semakin sadis dan akhirnya memakan korban ketika pada 1985, bomnya melukai mahasiswa pasca-srajana bernama John Hauser. Bom itu membuatnya kehilangan empat jari dan salah satu matanya. Pada tahun yang sama, salah satu bomnya membunuh Hugh Scrutton, seorang pemilik toko komputer di California. Bom itu saat itu dilengkapi oleh pecahan paku sehingga menimbulkan kerusakan yang amat parah saat meledak.

Kasus Exxon-Valdez

Pada 1993, bom itu kembali memakan korban bernama David Gelernter, seorang profesor IT di Yale University dan membuatnya dalam kondisi kritis. Setahun berikutnya, bomnya memakan korban jiwa kedua, yakni Thomas J. Mosser dari sebuah perusahaan public relation. Thomas menjadi target (bahkan bom tersebut dikirim langsung ke rumahnya) karena dianggap bertanggung jawab menutupi kasus Insiden Exxon-Valdez (kasus tumpahnya minyak ke laut di Alaska yang kala itu menyebabkan kerusakan lingkungan yang amat parah).

Kasus-kasus bom itu akhirnya diakhiri dengan kematian (bahkan bisa disebut pembunuhan) Gilbert Brent Murray dari California Forestry Association yang kerap melobi pemerintah California agar diberi izin untuk menebang dan merusak hutan.

Sebagai seorang intelek, ia kemudian menulis manifesto berjudul “Industrial Society and Its Future“ yang dikirimnya ke New York Times. Manifestonya itu diawali dengan kalimat “Revolusi industri dan konsekuensinya adalah bencana bagi umat manusia”. Secara keseluruhan, ia menulis bahwa kemajuan teknologi telah merusak masyarakat, membuat mereka menderita secara psikologis, dan membuat manusia menghabiskan waktu mereka untuk mengejar “hal-hal semu”. Ia berpendapat bahwa satu-satunya jalan keluar dari itu semua adalah dengan cara “kembali ke alam”.

Walaupun tak bisa dipungkiri bahwa Ted adalah teroris kejam, namun banyak pihak merasa bahwa pendapat itu tak bisa disangkal kebenarannya. Manifestonya itu kemudian menginspirasi teroris lainnya (kali ini Sayap Kanan) dari Norwegia, yakni Anders Behring Breivik (mungkin suatu saat gue juga akan mengupas tokoh yang satu ini).

Ted saat tertangkap 

Setelah aksinya yang menghebohkan publik itu, Ted akhirnya berhasil diidentifikasi pihak berwajib berkat bantuan saudaranya, David, yang tak setuju dengan perbuatan kakaknya tersebut. Ted ditangkap pada 3 April 1996 di kabinnya, dimana di dalamnya, FBI menemukan komponen dan rakitan bom lain yang siap dipaketkan ke calon korbannya. Pada saat penangkapannya, media sempat mencurigainya sebagai “Zodiac Killer” karena ia sempat tinggal di San Francisco pada 1960-an (waktu yang sama dimana pembunuh berantai misterius itu beraksi). Namun teori itu dibantah karena modus operandi mereka amatlah berbeda.

Ketika diperiksa oleh psikiater dan psikolog, mereka mendiagnosis Ted menderita “paranoid schizophrenia”, “schizoid”, dan “schizotypal personality disorder”. Ted kini dhihukum penjara seumur hidup dan mendekam di Colorado.

Apakah semua perbuatan Ted itu memang didorong oleh ideologi cinta lingkungannya yang ekstrim? Ataukah perilaku itu sebenarnya tumbuh dari keterisolasian yang dialaminya sebagai anak jenius serta trauma masa lalunya akibat pembully-an? Yang jelas, cerita Ted ini membuktikan bahwa tak selamanya menjadi orang jenius itu merupakan berkah. Bahkan tak jarang orang-orang seperti ini malah merasa tersisih di masyarakat. Namun yang jelas, sebaik apapun pendapat dan ideologinya, tak semestinya itu disampaikan dengan cara kekerasan, apalagi dengan melukai dan mencabut nyawa manusia.

10 comments:

  1. dia hanya cinta lingkungan bang, kasian dia :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan hanya "cinta lingkungan" aja dong, "membunuh orang lain"nya mana?

      Delete
    2. Kalo gak dibunuh, "orang lain" yang kamu maksud itu bisa membunuh lebih banyak daripada Ted.

      Delete
    3. Jadi kasian liat nya turut buat ted kaczynski lah aku penggemar si ted kau sangat cerdas ted sehinnga kau bisa merakit bom

      Delete
  2. Aneh, saya bisa paham kenapa dia menarget Thomas J. Mosser dan Gilbert Brent Murray, tapi kenapa pemilik toko komputer dan profesor IT? Apa dia juga benci dengan teknologi?
    Yang pembunuhan Gilbert Brent Murray saya jujur ga sepenuhnya menyalahkan Ted sih. Gilbert sebagai anggota California Forestry Association harusnya melindungi hutan, bukannya memanfaatkan posisinya buat merusak lingkungan, yang notabene mungkin bisa memusnahkan banyak makhluk di masa depan.
    Dan kalau memang dia sudah tidak tersentuh tangan hukum karena kekayaannya, what other choice did he had?
    Memang sih Ted juga bukannya tidak bersalah, tapi kalau pilihannya nyawa satu orang atau masa depan bumi, which would you choose?

    ReplyDelete
  3. Waktu jadi professor ganteng juga :')

    ReplyDelete
  4. Antara Setuju dan gak setuju bingung

    ReplyDelete
  5. Ih baik loh si ted ini

    ReplyDelete
  6. Jenius itu jelas berkah, yang berengsek itu orang disekitarnya yang gak bisa menerima perbedaan

    ReplyDelete