Kalian
mungkin masih asing dengan istilah eco-terrorist. Coba bayangkan ISIS
tapi dengan ideologi cinta lingkungan dan anti global-warming. Hmmm
.... agak susah ya dibayangin. Salah satu contoh “eco-terrorist”
dalam fiksi adalah Prince Orm di “Aquaman” yang ingin memusnahkan
manusia karena mereka membuang sampah ke lautan.
Istilah
“eco-terrorist” emang aneh, namun pada kenyataannya memang ada
orang-orang dengan ideologi cinta lingkungan yang terlalu fanatik dan
anarkis sehingga tak segan-segan membunuh untuk menyampaikan maksud
mereka. Salah satunya adalah pria bernama Ted Kaczynsi yang di antara
tahun 1978-1995 meneror publik Amerika dengan rangkaian serangan bom
kepada pihak-pihak yang dirasanya “merusak lingkungan”. Aksi
terornya tersebut melukai total 23 orang dan membunuh 3 orang
lainnya.
Uniknya, Ted ini adalah seorang pria yang amat cerdas,
bahkan pernah menjabat sebagai seorang profesor ahli matematika.
Walaupun pesan yang disampaikan memang layak mendapat dukungan dan
bertujuan baik, sayangnya langkah yang ia lakukan amatlah merugikan
orang lain.
Readers,
inilah Dark Case kali ini.
Ted
Kaczynski ketika muda
Theodore
John Kaczynski lahir pada 22 Mei 1942 di Chicago, Illinois dari
keluarga keturunan Polandia. Semenjak kecil, dia dikenal sebagai anak
yang penyendiri namun amat cerdas dan penyayang binatang. Awalnya
Ted, begitu panggilannya, menunjukkan perilaku normal seperti anak
pada umumnya. Ketika kelas 1-5 SD, ia mendapatkan perlakuan sama
seperti murid lainnya. Namun semua berubah setelah tes IQ-nya
menunjukkan angka di atas rata-rata (167). Hasil tes ini membuat
guru-gurunya memutuskan bahwa ia bisa men-skip kelas 6 dan langsung
naik ke kelas berikutnya. Sayangnya, keputusan ini hanya melihat pada
sisi akademis dan kecerdasannya saja, tidak mempertimbangkan sisi
psikologis bocah tersebut. Di kelas 7, ia merasa tidak “fit in”
bahkan dibully oleh teman-teman sekelasnya yang lebih tua.
Semua
ini kemudian diperparah ketika ayahnya, yang menderita kanker,
kemudian bunuh diri.
Ted
terus menunjukkan kecerdasannya pada saat SMA bahkan dikenal
teman-temannya sebagai “otak berjalan”. Ia kembali men-skip kelas
11 dan lulus pada usia 15 tahun. Ia kemudian diterima di Harvard pada
usia 16 tahun dengan beasiswa penuh. Namun lagi-lagi, usia itu
terlalu muda untuknya menempuh kehidupan mandiri dan ia belumlah siap
akan hal itu. Kembali, ia dikenal sebagai anak penyendiri di
kampusnya. Ia kemudian diwisuda dengan nilai di atas rata-rata pada
usia 20 tahun.
Ted
Kaczynski sebagai profesor termuda
Pada
1962, iapun menempuh pendidikan Master dan Doktor di University of
Michigan di jurusan Matematika. Pada 1967, disertasinya meraih
penghargaan sebagai disertasi Matematika terbaik tahun itu. Pada usia
25 tahun, ia menjabat sebagai asisten profesor termuda dalam sejarah
kampus University of California, Berkeley dimana ia mengajar geometri
dan kalkulus. Sayang, Ted yang pendiam rupanya tidak cocok dengan
pekerjaan tersebut dan akhirnya mengundurkan diri pada tahun 1969.
Dan
di sinilah jalan hidupnya berubah.
Ted
sempat kembali ke rumah orang tuanya di Illinois, namun karena ia
begitu mencintai alam, Ted memutuskan untuk tinggal menyendiri di
sebuah kabin di negara bagian Montana. Di kabin di tengah hutan itu,
ia memilih gaya hidup yang “primitif” tanpa uang, listrik, bahkan
air ledeng. Tujuan hidupnya agar ia bisa hidup mandiri dengan cara
berburu, memilih tanaman di hutan untuk dimakannya, belajar memanah,
bertani, dan sebagainya. Gaya hidup “back to nature” ini
dirasanya lebih cocok karena ia lebih suka menyendiri dan dekat
dengan alam.
Namun
pada suatu titik, ia merasa gaya hidupnya ini mulai “diganggu”
oleh modernitas dan industrialisasi di sekitarnya. Ted saat itu
memiliki spot favorit yang dianggapnya amat damai, bahkan ia rela
menempuh dua hari perjalanan hiking dari kabinnya untuk mencapai
lokasi terpencil itu. Lokasi tersebut adalah sebuah ngarai kecil
dengan air terjun mengalir di sana. Akan tetapi, pada suatu musim
panas, ia merasa amat kecewa ketika tiba di sana sebab sudah dibangun
sebuah jalan yang membelah lokasi favoritnya itu. Semenjak itu, ia
mulai sadar bahwa alam di sekitarnya telah dirusak.
Iapun
memutuskan untuk balas dendam.
Ilustrasi pedalaman
Montana
Pada
tahun 1978 hingga 1995, Ted mengirimkan bom berantai pada pihak-pihak
(termasuk akademisi dan pemilik usaha) yang dirasanya merusak
lingkungan. Semuanya berjumlah 16 bom dengan inisial FC (Freedom
Club) tertulis di atasnya. Korban pertamanya adalah Buckley Crist,
seorang profesor teknik dari Northwestern University. Beruntung ia
merasa curiga sehingga tak membukanya. Namun paket berisi bom itu
meledak dan menimbulkan korban luka seorang polisi.
Bom
berikutnya (yang gue rasa keterlaluan) ditaruhnya di sebuah pesawat
American Airlines Flight 444 dari Chicago menuju Washington D.C.
Beruntung, lagi-lagi bom itu tidak meledak, namun menimbulkan asap
yang memaksa pesawat tersebut mendarat darurat. FBI yang mulai
mencium itu adalah aksi yang sama, mulai menjulukinya UNABOMBER,
singkatan dari “ University and Airline Bomber” karena ia
menyerang universitas dan industri penerbangan.
Aksi
bomnya semakin sadis dan akhirnya memakan korban ketika pada 1985,
bomnya melukai mahasiswa pasca-srajana bernama John Hauser. Bom itu
membuatnya kehilangan empat jari dan salah satu matanya. Pada tahun
yang sama, salah satu bomnya membunuh Hugh Scrutton, seorang pemilik
toko komputer di California. Bom itu saat itu dilengkapi oleh pecahan
paku sehingga menimbulkan kerusakan yang amat parah saat meledak.
Kasus
Exxon-Valdez
Pada
1993, bom itu kembali memakan korban bernama David Gelernter, seorang
profesor IT di Yale University dan membuatnya dalam kondisi kritis.
Setahun berikutnya, bomnya memakan korban jiwa kedua, yakni Thomas J.
Mosser dari sebuah perusahaan public relation. Thomas menjadi target
(bahkan bom tersebut dikirim langsung ke rumahnya) karena dianggap
bertanggung jawab menutupi kasus Insiden Exxon-Valdez (kasus
tumpahnya minyak ke laut di Alaska yang kala itu menyebabkan
kerusakan lingkungan yang amat parah).
Kasus-kasus
bom itu akhirnya diakhiri dengan kematian (bahkan bisa disebut
pembunuhan) Gilbert Brent Murray dari California Forestry Association
yang kerap melobi pemerintah California agar diberi izin untuk
menebang dan merusak hutan.
Sebagai
seorang intelek, ia kemudian menulis manifesto berjudul “Industrial
Society and Its Future“ yang dikirimnya ke New York Times.
Manifestonya itu diawali dengan kalimat “Revolusi industri dan
konsekuensinya adalah bencana bagi umat manusia”. Secara
keseluruhan, ia menulis bahwa kemajuan teknologi telah merusak
masyarakat, membuat mereka menderita secara psikologis, dan membuat
manusia menghabiskan waktu mereka untuk mengejar “hal-hal semu”.
Ia berpendapat bahwa satu-satunya jalan keluar dari itu semua adalah
dengan cara “kembali ke alam”.
Walaupun
tak bisa dipungkiri bahwa Ted adalah teroris kejam, namun banyak
pihak merasa bahwa pendapat itu tak bisa disangkal kebenarannya.
Manifestonya itu kemudian menginspirasi teroris lainnya (kali ini
Sayap Kanan) dari Norwegia, yakni Anders Behring Breivik (mungkin
suatu saat gue juga akan mengupas tokoh yang satu ini).
Ted saat tertangkap
Setelah
aksinya yang menghebohkan publik itu, Ted akhirnya berhasil
diidentifikasi pihak berwajib berkat bantuan saudaranya, David, yang
tak setuju dengan perbuatan kakaknya tersebut. Ted ditangkap pada 3
April 1996 di kabinnya, dimana di dalamnya, FBI menemukan komponen dan
rakitan bom lain yang siap dipaketkan ke calon korbannya. Pada saat
penangkapannya, media sempat mencurigainya sebagai “Zodiac Killer”
karena ia sempat tinggal di San Francisco pada 1960-an (waktu yang
sama dimana pembunuh berantai misterius itu beraksi). Namun teori itu
dibantah karena modus operandi mereka amatlah berbeda.
Ketika
diperiksa oleh psikiater dan psikolog, mereka mendiagnosis Ted
menderita “paranoid schizophrenia”, “schizoid”, dan
“schizotypal personality disorder”. Ted kini dhihukum penjara
seumur hidup dan mendekam di Colorado.
Apakah
semua perbuatan Ted itu memang didorong oleh ideologi cinta
lingkungannya yang ekstrim? Ataukah perilaku itu sebenarnya tumbuh
dari keterisolasian yang dialaminya sebagai anak jenius serta trauma
masa lalunya akibat pembully-an? Yang jelas, cerita Ted ini
membuktikan bahwa tak selamanya menjadi orang jenius itu merupakan
berkah. Bahkan tak jarang orang-orang seperti ini malah merasa
tersisih di masyarakat. Namun yang jelas, sebaik apapun pendapat dan
ideologinya, tak semestinya itu disampaikan dengan cara kekerasan,
apalagi dengan melukai dan mencabut nyawa manusia.
dia hanya cinta lingkungan bang, kasian dia :(
ReplyDeleteJangan hanya "cinta lingkungan" aja dong, "membunuh orang lain"nya mana?
DeleteKalo gak dibunuh, "orang lain" yang kamu maksud itu bisa membunuh lebih banyak daripada Ted.
DeleteJadi kasian liat nya turut buat ted kaczynski lah aku penggemar si ted kau sangat cerdas ted sehinnga kau bisa merakit bom
DeleteAneh, saya bisa paham kenapa dia menarget Thomas J. Mosser dan Gilbert Brent Murray, tapi kenapa pemilik toko komputer dan profesor IT? Apa dia juga benci dengan teknologi?
ReplyDeleteYang pembunuhan Gilbert Brent Murray saya jujur ga sepenuhnya menyalahkan Ted sih. Gilbert sebagai anggota California Forestry Association harusnya melindungi hutan, bukannya memanfaatkan posisinya buat merusak lingkungan, yang notabene mungkin bisa memusnahkan banyak makhluk di masa depan.
Dan kalau memang dia sudah tidak tersentuh tangan hukum karena kekayaannya, what other choice did he had?
Memang sih Ted juga bukannya tidak bersalah, tapi kalau pilihannya nyawa satu orang atau masa depan bumi, which would you choose?
Waktu jadi professor ganteng juga :')
ReplyDeleteAntara Setuju dan gak setuju bingung
ReplyDeleteIh baik loh si ted ini
ReplyDeleteDrmn ted belajar bom
ReplyDeleteJenius itu jelas berkah, yang berengsek itu orang disekitarnya yang gak bisa menerima perbedaan
ReplyDelete