Kisah
ketiga ini gue anggap sebagai kasus terburuk, bahkan lebih parah
ketimbang Jaycee Dugard dan Elisabeth Fritzl yang terjadi di belahan
dunia lain, sebab korban di kasus ini menemui ajal yang menggenaskan
di tangan para pemerkosanya. Kasus ini gue bilang sebagai “the tip
of an iceberg” karena kasus pemerkosaan dan pelecehan wanita
amatlah umum di India. Namun kasus ini menggoncang India kala itu
karena skala kesadisannya, sehingga menyulut demonstrasi
besar-besaran yang menuntut hukum India lebih memperhatikan wanita
sebagai korban rudapaksa di negeri itu. Kasus yang menggoncangkan
India kala itu menimpa seorang wanita bernama Jyoti Singh yang
diserang ketika ia pulang malam setelah menonton bioskop di kota
Delhi. Karena keberaniannya melawan para pemerkosanya, Jyoti dijuluki
sebagai “Nirbhaya” atau “fearless”.
Dear
Readers, inilah Dark Case kali ini.
Pada
16 Desember 2012 malam, setelah menonton film “Life of Pi” di
kota Delhi, seorang gadis berusia 23 bernama Jyoti Singh, memutuskan
pulang bersama temannya, seorang pemuda bernama Awindra Pratap
Pandey. Jyoti sendiri berasal dari sebuah desa terpencil di Uttar
Pradesh, sebuah provinsi miskin di utara India. Oleh ayahnya, Jyoti
disekolahkan hingga tinggi, suatu hal yang tidaklah lumrah di India,
sebab kebanyakan orang tua hanya akan menyekolahkan anak laki-lakinya
saja. Namun ayah Jyoti tahu bahwa pendidikan akan membuat harkat dan
martabat putrinya menjadi tinggi. Ia bahkan rela menjual tanahnya
demi membiayai pendidikan putrinya. Jyoti pun magang sebagai
fisioterapis di Delhi dengan impian ingin menjadi dokter.
Di dalam bus di tengah jalanan lengang di malam hari
seperti inilah kejahatan tersebut terjadi
Kembali
ke malam kejadian. Jyoti dan temannya kemudian naik ke sebuah bus
setelah sang kernet mengatakan mereka akan ke Dwarka, tempat
tujuannya. Ada enam orang di dalam bus itu, termasuk sang sopir,
seorang pria bernama Ram Singh. Namun Pandey, pemuda yang menemani
Jyoti merasa curiga karena bus itu tidak melalui rute yang
seharusnya. Tak hanya itu, pintu bus juga dalam keadaan tertutup.
Ketika ia protes, ia terlibat perkelahian dengan para pria di dalam
bus itu dan dihajar hingga pingsan dengan sebuah batang besi.
Kemudian, mereka kemudian menarik Jyoti ke belakang bus, memukulinya,
dan memperkosanya ramai-ramai. [Bagian ini terpaksa kusensor karena
kesadisannya. Jika kalian ingin mengetahuinya, silakan blok bagian
ini dengan kursor kalian]
Tak hanya itu, setelah memperkosanya, salah satu pria bernama Ram Singh kemudian memasukkan alat seperti gambar di bawah ini (pegangan dongkrak yang sudah berkarat) ke dalam alat kelamin Jyoti. Kelak, salah satu tersangka yang tertangkap mengaku bahwa malam itu ia melihat Ram Singh menarik sesuatu seperti tali dari tubuh korbannya. Pada kejadian sesungguhnya, Ram menggunakan pegangan dongkrak itu untuk menarik usus gadis itu keluar. Ya, “tali” yang dilihat salah satu tersangka malam itu adalah usus gadis itu sendiri.
Demonstrasi yang terjadi di India pasca kasus Jyoti
Kasus
itu membuat marah publik India. Alasannya karena sebelum insiden yang
menimpa Jyoti, kasus lain juga terjadi di bus tersebut pada malam
yang sama. Bus tersebut sebenarnya bukanlah bus kota, melainkan bus
carter yang disewa oleh sang tersangka Ram Singh. Bus semacam itu
bahkan tak diperbolehkan untuk mengangkut penumpang karena kacanya
yang gelap dan tak terlihat dari luar. Namun Ram dan gengnya
memutuskan untuk membawanya berkendara keluar untuk
“bersenang-senang”. Sebelum Jyoti, korban lainnya adalah seorang
pria yang kurang beruntung malam itu dan naik bus naas tersebut. Di
sana dirampok lalu dilempar dari atas bus. Korban itu kemudian
melaporkannya ke tiga orang polisi yang kebetulan ditemuinya di
jalan. Namun bukannya menolongnya dan mengejar bus itu, mereka justru
menyuruhnya untuk melaporkan ke kantor polisi terdekat karena lokasi
itu bukanlah “wilayah” dimana mereka seharusnya bertugas. Naas,
sebenarnya apabila ketiga polisi ini mau menjalankan tugasnya tanpa
meributkan permasalahan administrasi, nyawa Jyoti sebenarnya bisa
diselamatkan.
Karena
hukum India melarang nama asli korban dipublikasikan, koran-koran di
India kemudian menjulukinya sebagai “Nirbhaya” atau “tak kenal
takut” karena ia dengan berani melawan para pemerkosanya. Kasus
kematian Jyoti menyebabkan demonstrasi dan huru-hara besar-besaran di
seluruh India akibat rakyat yang tak puas dengan kinerja polisi.
Protes dimulai pada 21 Desember di Delhi dimana ribuan pemrotes
bentrok dengan polisi, hingga melibatkan pelepasan gas air mata ke
kerumunan demonstran. Aksi protes itu menjadi semakin besar keesokan
harinya hingga polisi terpaksa menutup hingga 9 stasiun MRT agar
kerumunan massa tidak semakin bertambah. Demonstrasi dan kerusuhan
berlangsung hingga berhari-hari sampai-sampai perayaan Tahun baru
dibatalkan. Akibat kerusuhan itu, koran-koran India justru
menyalahkan pihak kepolisian karena dianggap terlalu berlebihan dalam
menangani protes itu dan menegur bahwa protes semacam itu tidak akan
terjadi apabila aparat keamanan semenjak awal melakukan tugasnya
dengan baik.
Demonstrasi yang terjadi di India pasca kasus Jyoti
Peristiwa
serupa terjadi di berbagai wilayah di India, seperti Bangalore,
Kalkutta, Chennai, bahkan di luar India seperti Nepal, Sri Lanka,
Pakistan dan Bangladesh. Di Paris, berita tentang aksi tak terpuji
itu membuat kedutaan Indian “dikepung” dan petisi dibuat untuk
membuat India menjadi negara yang lebih aman bagi wanita. Secara
statistik, kota New Delhi memang memiliki angka kekerasan seks
tertinggi di seluruh penjuru India. Bahkan statistik menyebutkan
bahwa terjadi satu pemerkosaan tiap 18 jam dan angka pemerkosaan
selalu naik setiap tahun. Hanya satu dari 706 kasus pemerkosaan di
kota itu pada tahun yang sama berhasil diselesaikan dan pemerkosanya
benar-benar dihukum. Itulah yang memicu kemarahan warga Delhi, yang
kemudian menyebar dengan cepat hingga seluruh India.
Mungkin
karena tuntutan rakyat, polisi kemudian bertindak cepat dengan
melacak bus itu dan akhirnya menemukan sang pengemudi, Ram Singh.
Dengan bantuan sang korban pria yang selamat, polisi juga mendapatkan
sketsa kelima penjahat lainnya. Tak hanya itu, ponsel milik korban
yang dicuri juga dilacak untuk menemukan keberadaan mereka.
Satu-persatu
para tersangkapun tertangkap. Dimulai dari Ram Singh, kemudian
saudaranya, Mukesh Singh. Keduanya berasal dari slum area (wilayah
kumuh) di Delhi dan berhasil ditangkap setelah sempat kabur ke
Rajahstan. Tersangka lainnya yang juga ditangkap adalah Vinay Sharma
(20) seorang instruktur gym yang sebenarnya cukup terpelajar karena
bisa berbahasa Inggris, Pawan Gupta (19) seorang penjual buah, serta
Akshay Thakur (28), seorang pencari kerja yang datang ke Delhi dan
bahkan sudah memiliki anak istri. Yang paling mengejutkan adalah
identitas tersangka keenam yang ternyata adalah anak di bawah umur
bernama Muhammad Afroz atau “Raju”.
Para tersangka yang dijatuhi hukuman mati
Ram
Singh, pemimpin gang-bang malam itu kemudian diketahui, melalui
pengakuan rekan-rekan kerjanya, bahwa ia adalah pria pemarah yang
suka mengamuk karena kebiasaannya meminum alkohol.
Pada
11 Maret, empat bulan setelah kejahatannya, ia ditemukan tewas
tergantung di dalam selnya. Hingga kini tak pernah diketahui apakah
ia bunuh diri ataukah sengaja dibunuh.
Tersangka
termuda, yang kala itu belum genap berusia 18 tahun, mendapat hukuman
paling ringan. Di dipenjara selama tiga tahun dan kemudian didampingi
untuk bisa melanjutkan hidup yang lebih baik. Departemen yang
mengurus anak-anak di India bahkan memberinya uang dan sebuah mesin
jahit. Berita terkini menyebutkan ia mencoba menjalani hidup yang
lebih jujur dengan bekerja menjadi koki.
Empat
tersangka sisanya, Mukesh Singh, Vinay Sharma, Akshay Thakur and
Pawan Gupta tetap mengaku tidak bersalah. Pengacara mereka bahkan
mengatakan bahwa mereka berempat dipukuli dan dipaksa oleh polisi
untuk mengaku. Namun tetap, pada 10 September 2013, pengadilan
memutuskan mereka berempat bersalah dan menjatuhi mereka dengan
hukuman setimpal, yakni hukuman mati dengan cara digantung.
Mukesh Singh, salah satu tersangka
Peristiwa
pembunuhan Jyoti Singh menghebohkan dunia kala itu, bahkan mendorong
Google untuk membuat Doodle khusus untuk menghormati sang Nirbhaya.
Kasus Jyoti diangkat dua kali ke layar perak, yakni lewat film
dokumenter kontroversial besutan BBC berjudul “India's Daughter”
yang di-block di YouTube oleh pemerintah India dan sebuah serial
kriminal Netflix berjudul “Delhi Crime”. Sekjen PBB saat itu, Ban
Ki Moon juga ikut turun tangan dan menyebut India untuk “segera
bangun” dan tak ada sesuatupun yang bisa membenarkan aksi
pemerkosaan.
Mengapa
gue katakan seperti itu? Karena “rape culture” yang mendarah
daging di Asia masih sering menyalahkan pihak perempuan, walaupun di
sini mereka adalah korban. Bahkan ketika diwawancarai BBC, salah satu
penyerang Jyoti, yakni Mukesh Singh. mengungkapkan bahwa ia sama
sekali merasa tidak bersalah. Pihak perempuan-lah yang justru
bersalah karena ia keluar malam-malam dan karena itu dia bukan
“wanita baik-baik” sehingga pantas diperkosa. Bahkan ia menghina
pria yang menemani Jyoti malam itu ikut bertanggung jawab karena dia
tak cukup kuat untuk melindungi sang perempuan. Sayang, cara pandang
seperti ini masih umum terjadi, bahkan di negeri kita sendiri.
Pandangan sempit para pelaku tentang pembenaran perbuatan mereka
Keadilan
untuk Jyoti memang akhirnya ditegakkan. Namun seperti judul yang gue
berikan untuk artikel ini, kasus Jyoti hanyalah permukaan gunung es.
Masih banyak lagi kasus-kasus serupa yang dialami oleh kaum wanita di
India, bahkan di seluruh belahan dunia. Gerakan-gerakan seperti
#metoo semakin menyadarkan masyarakat, namun apakah itu memperbaiki
nasib wanita? Pada Desember 2014, kasus lain kembali mencuat ketika
seorang wanita diperkosa oleh pengemudi Uber. Tak banyak yang berubah
memang semenjak aksi membela Nirbhaya mencuat. Bahkan, survey yang
diadakan tahun 2017 masih menunjukkan Delhi kota keempat paling
berbahaya bagi wanita di dunia dan menduduki peringkat pertama
sebagai kota dengan kasus pemerkosaan paling banyak hingga menjabat
sebagai “rape capital” dunia. Namun jika kasus Jyoti Singh memang
mengubah sesuatu, hal itu adalah keberanian wanita untuk melaporkan
apa yang dialaminya ke polisi. Semenjak kasus itu, ada lebih banyak
wanita yang melaporkan kejadian yang ia alami ke pihak berwajib,
bahkan naik hingga 100%.
At
least there is hope.
Alatnya panjang amet sampe bisa narik usus
ReplyDeletewoi udah susah2 gue sensor malah lu full frontal di sini -_-
DeleteSensor yang sia2 whahaha
DeleteErr, something wrong with that. Seingetku, dari pelajaran biologi bertahun-tahun lalu, harusnya secara anatomis ga mungkin nyambung ke usus deh. Kecuali kalo sampe nusuk dan nembus rahim 🤢
DeleteDan kalo emang gitu, I don't believe I'm saying this but justru kematian itu anugrah buat Jyoti. Soalnya kalau dia bertab0han hidup, aku ga bisa ngebayangin seberapa hebat penderitaan dan kesakitan yang harus dia alami seumur hidup
kwkakwkakw itu udah disensor, malah difrontal dimari lol
Deleteemang sih kecuali mungkin dua hal: rahimnya ketusuk sampai berlubang atau mungkin masukin alatnya nggak lewat situ ...
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMerinding bacanya... thank you fo sharing. Jadi refleksi buat diri sendiri agar tetap waspada.
ReplyDeleteIngin ku berkata kasar
ReplyDeleteTembus itu ya tuhan, ga habis pikir 😭
ReplyDeleteKasusnya terlalu mengerikan. Bahkan seakan belum cukup, cara berpikir pelaku dan beberapa golongan juga kaya iblis ��
ReplyDeletegue yang ngeri ngeringis :")
ReplyDeleteDi Indonesia bahkan para wanita menyalahkan si korban yg kebanyakan wanita juga..
ReplyDeleteKesel sih, masih banyak banget orang2 yg nyalahin korban pemerkosaan, bahkan diantaranya sesama perempuan. Masih inget banget kasus yg pake pacul & pemerkosaan oleh belasan bocah di bawah umur. Korbannya udah menderita loh, ga bisa bayangin diperkosa kayak apa sampe meninggal. Udah gitu pelakunya malah senyum2 lagi waktu ketangkep. Banyak masyarakat malah bilangnya "oh dia kelakuannya kayak b*** sih, pantes diperkosa" "oh dia pakaiannya terbuka sih, ga heran" "lagian keluar malem2, minta diperkosa banget tuh".
ReplyDeleteSorry, banyak loh yg pakaiannya "ketutup" malah dibilangnya "ditutup sih, kan bikin penasaran". Ga berarti cewek keluar malem2 itu "minta" buat diperkosa. Banyak cewek yg terpaksa pulang malem karena kerjaan, bisa karena lembur, jaga toko yg baru tutupnya malem atau emang jam kerjanya ga bisa diprediksi, baru selesai malem.
Maaf ya bang dave, aku jadi emosi :(
Akhirnya mereka berempat dihukum mati..terimakasih artikelnya. Jadi tahu cerita 7 tahun lalu
ReplyDeleteAkhirnya mereka berempat dihukum gantung..Maret 2020
ReplyDeleteSemoga India dan negara2 Asia penganut hukum "Medusa" segera berbenah
ReplyDeleteDiindonesia jg ada yg tak kalah kejam...dmasuki gagang cangkul
ReplyDeleteharusnya kasih mereka rasain dulu apa yang dirasain korban sebelum digantung. RIP
ReplyDelete