Tertanggal bulan April kemaren gue resmi jadi penduduk Surabaya *walau dengan KTP Solo* karena gue dapat kerjaan di kota ini. Gue sudah mengepak barang gue dari Jakarta dan siap melupakan kota kelam tersebut. Yah, walaupun banyak yang gue rindukan dari kota itu sih. Buswaynya, wifi di rumah kakak gue *hiks itu yang paling bikin gue kangen*dan tentu saja katedralnya. Tapi di sini gue dapat gantinya. Surabaya juga punya katedralnya sendiri, walaupun nggak semegah Katedral Jakarta sih. Bentuk arsitekturnya juga jauh berbeda, walaupun warisan sejarahnya sama kentalnya.
Gue pernah ke sini sebenarnya beberapa tahun lalu pas gue backpackeran ke Surabaya. Makanya gue awali seri postingan gue yang mengupas Surabaya mulai dari katedral ini . Gue inget pas itu gue dianter ama temen gue Mas Felix yang juga jemaat gereja ini. Sayangnya gue sekarang putus kontak ama dia setelah hape gue ilang di Jakarta.
Katedral Surabaya atau nama lengkapnya Katedral Hati Kudus Yesus, berada di Jalan Polisi Istimewa. Letaknya cukup mudah ditemukan kok, secara lokasinya di tengah kota dan sangat dekat dengan Jalan Darmo, salah satu jalan utama di Surabaya. Katedral ini berdiri tahun 1921 dengan gaya arsitektur yang bisa dibilang campuran neo-klasik dan art deco.
Gereja ini emang nggak gitu keliatan dari jalan besar (walau jika kamu jeli kamu bisa melihat menara gerejanya yang menjulang tinggi). Salah satu ancer-ancer untuk menemukan gereja ini adalah Monumen Perjuangan Polri yang cukup menyolok ini.
Nah, kalo kalian udah melihat monumen ini, berarti kalian udah deket ama katedralnya.
Ini bagian depan gerejanya. Bangunan katedral ini bergaya asimetris dengan hanya satu menara di sisi kanannya. Harusnya sih menara lonceng gereja ini juga berfungsi ganda sebagai menara jam, tapi kayaknya jamnya udah nggak berfungsi.
Ini bagian interiornya, cukup lapang.
Ini altarnya, cukup minimalis untuk ukuran sebuah katedral.
Dan ini adalah katedra-nya, yakni kursi singgasana bagi uskup (kardinal). Karena keberadaan katedra inilah suatu gereja layak menyandang gelar katedral.
Yang ini bukan katedra, melainkan mimbar yang dahulu dipergunakan untuk membaca kitab suci. Bentuknya gue rasa emang dibikin sama dengan katedra-nya. Dulu, mimbar ini amat penting sebab belum ada pengeras suara. Bentuk atap mimbar ini sebenarnya berfungsi untuk meresonansi suara lektor (pembaca kitab suci) supaya bisa terdengar ke seluruh penjuru gereja yang luas ini.
Duh aku jadi ingat ama mimbar yang ada di Katedral Jakarta, lebih intricate dan artistik, sayang nggak pernah berhasil gue foto soalnya gue harus selalu beradu ama cahaya yang datang dari kaca patri *dan selalu kalah* sehingga hasilnya selalu gelap. Di masa modern, mimbar ini tak lagi dipergunakan dan gue liat tangganya malah dipakai buat numpuk Madah bakti ama Puji Syukur dari paduan suara yang emang bermarkas di dekatnya.
Ruangan yang dipagar ini letaknya di dalam gereja dan gue tebak ini adalah “baptismal font” alias tempat pembaptisan. Darimana gue tau? Soalnya ada patung St. Yohanes Pembaptis di situ. Mungkin sudut gereja ini adalah bagian tertua dari gereja ini yang masih dipertahankan sesuai aslinya, walaupun jelas tak lagi dipergunakan sesuai fungsinya.
Asyiiik ... gereja ini ada balkonnya. Gereja punya balkon sih udah biasa, tapi bisa naik ke balkon tersebut adalah sesuatu yang luar biasa. Nah, mumpung bisa, kesempatan itu nggak gue sia-siain. Dari atas gue lebih bisa memotret dengan jelas jendela-jendela kaca patrinya.
Ini bagian dalam gereja dilihat dari balkon.
Pengen sih ikut misa dari atas balkon ini, tapi kayaknya nggak bakal kesampaian. Gue nggak tau sih, tapi yang namanya gereja-gereja di Surabaya (bahkan di katedral ini) umatnya dikit banget. Tiap kali gue ikut misa (bahkan di misa paling siang sekalipun yang biasanya paling rame) pasti masih banyak kursi yang tersisa. Padahal di Jakarta, gue baru bisa dapet tempat duduk kalo gue datang setengah jam sebelum misa. Kalo di sini mah, mau datang telat juga pasti kebagian tempat duduk.
Sebelum keluar dari gereja sempatkan melihat “museum kecil” berupa lemari kaca yang menyimpan benda-benda sejarah yang berkaitan erat dengan penyebaran agama Katolik di Nusantara. Yang paling memikat perhatian gue adalah piala-piala hosti berwarna keemasan ini.
Nah, di sisi kanan katedral ini ada kompleks sekolah (St. Louis kalo nggak salah, kayak nama bokap gue haha). Bangunannya sangat bergaya art deco. Tak jauh dari katedral ini juga ada sekolah Santa Maria sebenarnya, yang juga notabene bangunan tua.
Ini sisi gereja dilihat dari sekolah tersebut.
Dan nggak afdol rasanya kalo ke gereja Katolik dan nggak mengunjungi Gua Maria-nya. Di sini uniknya, Gua Maria-nya berada di dalam taman. Situasinya juga mendukung banget buat berdoa.
Itulah sekilas tentang Katedral Surabaya. Nggak banyak sih yang bisa gue ceritain tentang gereja ini kecuali kalo Minggu pagi mungkin kalian bakal ketemu gue ikut misa di sana haha. Simak juga ulasan gue tentang gereja-gereja menarik lainnya di Surabaya.
penulis blog sudah pindah ke surabaya? wah asik...
ReplyDeletekalo liat postingan tentang gereja2 gini, aku ada pernah tau gereja toraja, arsitekture pake tongkonan gitu. lokasie deket sama universitas merdeka surabaya, di belakange pas..
coba pergi kesana ko, terus tulis di blog. soale belum banyak ulasan gerejae itu di google
waaaa ada emang? gue baru tau. thanks buat infonya :D
Deletenggak semua gereja di Surabaya sepi umat kok kak, contoh yang aku tahu sih di gerejaku sendiri Redemptor Mundi misanya sampai pakai gedung balai paroki karena gereja penuh. Selain itu di St Aloysius Gonzaga atau di St Yakobus juga penuh. BTW tambah bagus ae blognya, terus berkarya yah, GBU!
DeleteCoba ke Paroki Santo Mikael Surabaya deh bang, ada Pasto Noel Villafuerte enak kalo bawain misa :P
ReplyDeletehelen bukannya orang malang ya?
Delete