Mungkin tak ada yang pernah mendengar nama Henry Joseph Darger. Ya, ia memang pria biasa dengan masa lalu kelam. Dia lahir pada 1982 dan meninggal pada 1973. Ia sudah ditinggal kedua orang tuanya sejak kecil, bahkan karena cara berpikirnya yang “tak biasa”, ia dimasukkan ke asylum (rumah sakit jiwa) sejak kecil hingga akhirnya ia berhasil kabur dan mendapat pekerjaan sebagai penjaga sebuah rumah sakit di Chicago. Ia hidup sederhana dan meninggal tanpa satupun keluarga dan teman yang menemani, sebab ia memang dikenal penyendiri. Namun namanya menimbulkan kehebohan publik, terutama bagi penikmat seni, ketika landlord atau pemilik apartemen dimana Darger tinggal menemukan hasil karyanya setelah ia meninggal. Karena mereka juga seniman, mereka langsung menyadari nilai artistik karya Darger tersebut dan namanya pun mencuat menjadi artis ternama.
Karyanya yang paling fenomenal adalah manuskrip berjudul “The Story of the Vivian Girls, in What is Known as the Realms of the Unreal, of the Glandeco-Angelinian War Storm, Caused by the Child Slave Rebellion” (yup, judul yang panjang dan eksentrik) yang disertai ilustrasi yang diwarnai oleh cat air. Ilustrasi tersebut menggambarkan dua sisi yang bertolak belakang, yakni dunia ceria dimana anak-anak gadis bermain di taman bunga dan gambaran mengerikan dan gory dimana diperlihatkan anak-anak sedang disiksa dan dibantai.
Kisah yang lebih dikenal sebagai “The Story of The Vivian Girls” ini bersetting di sebuah planet khayalan dimana bumi mengorbit sebagai salah satu bulannya. Tokoh utamanya adalah tujuh anak gadis dari Robert Vivian yang hidup damai bersama-sama anak-anak lainnya dan spesies bernama Blengigomeneans yang memiliki bentuk seperti peri bersayap kupu-kupu dan bertanduk.
Kedamaian yang mereka nikmati sirna ketika negeri mereka diserang oleh pasukan dari Glandelinan yang membunuh anak-anak itu dengan sadis dan kemudian memperbudak mereka yang masih hidup. Berikut ini adalah gambaran adegan penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan para tentara tersebut (kupikir ini jugalah yang membuat karya Darger begitu terkenal). Cukup grotesque bukan?
Para putri Vivian itupun mengobarkan perlawanan terhadap para tentara untuk merebut kembali kemerdekaan mereka.
Oya, yang unik, para gadis Vivian ini digambarkan memiliki alat kelamin laki-laki karena sejak kecil Darger tak pernah mendapatkan pendidikan seks dan iapun seumur hidup tak pernah menikah, sehingga ia sama sekali tak mengerti seperti apa bentuk alat kelamin perempuan.
Karena jalan ceritanya inilah (walaupun memiliki detail yang gory), Darger dianggap sebagai pejuang post-humanis. Ceritanya dianggap menggambarkan keinginannya melawan tindak kekerasan terhadap anak-anak. Yah, walaupun image yang menempel di kepala kita justru di bagian yang disturbing, namun menarik juga ya melihat karya seperti ini. Bagaimana menurut kalian?
sayang banget ya .kok udah meninggal baru terkenal bagus tuh di jadiin film
ReplyDeletekok lahir sama meninggalnya ..... salah ketik bang?
ReplyDeletesorry typo yg bener 1892 - 1973
Delete