Friday, November 20, 2015

JANE X: PLUTON CARNAGE – CHAPTER 5 (ORIGINAL SERIES)

 

  6

Fan fiction by: Dave Cahyo

WARNING: UNTUK DAPAT MEMAHAMI CERITA INI, KALIAN HARUS TERLEBIH DAHULU MEMBACA SERI JEFF THE KILLER YANG MEMUAT TOKOH JANE THE KILLER, YAKNI “VOW OF REVENGE” DAN “TRIUMPH OF EVIL”

***

 

“Alien!” seru Galanthis, “Itu alien!!!”

“Tidak! Itu bukan alien!” seru Nocturna. “Jangan biarkan makhluk itu masuk!”

Tiba-tiba mereka bertiga mendengar gedoran. Pintu di depan mereka mulai bergetar.

“Di ... dia tak berusaha mendobraknya kan?”

“BRAAAAK!!!!” pintu itu makin penyok. Aura dingin mulai menyisip masuk, sementara udara dalam kapal mulai terhisap keluar.

“Semuanya lari ke dalam!” seru Nocturna. “Jika ia berusaha masuk, habislah kita!”

Mereka bertiga lari makin dalam ke arah lambung kapal.

“Di ... dimana Galanthis?” Mara menoleh ke belakang dan tak melihat pria itu. “Tadi dia ada di belakangku!”

Nocturna ikut berhenti, “Mara! Kita harus terus berlari! Aku yakin dia baik-baik saja!”

“Ti ... tidak! Kita takkan selamat! Ikuti aku, aku punya rencana!” Mara justru berlari ke arah kargo persediaan makanan.

“Apa yang kau lakukan, Mara?”

Wanita itu mengeluarkan sepucuk senapan dari balik kargo.

“Darimana kau mendapatkannya?”

“Galanthis selalu membawanya.” ucap Mara, “Dia selalu takut berjumpa alien.”

“Baguslah! Sekarang kita punya senjata.” Nocturna tampak berpikir, “Namun kita harus segera memakai baju pelindung kita. Oksigen di kapal ini akan terhisap keluar apabila makhluk itu berhasil membobol pintu.”

“Ada dua baju pelindung milikku dan Galanthis yang tadi kami tanggalkan di dalam kokpit.” ujar Mara.

“Baguslah. Kau dan suamimu segera lari di sini dan kembali ke kapal kalian. Kurasa kalian akan aman di sana.”

“Tapi bagaimana denganmu?”

“Aku harus menunggu Marco di sini. Dia takkan tahu dimana harus mencariku apabila aku meninggalkan kapal ini.”

Tiba-tiba terdengar suara langkah lari menuju ke arah mereka.

“Makh ... makhluk itu sampai di sini!”

Mara segera menodongkan senjatanya dan menembak bayangan yang tengah berlari itu.

“Tidak, Mara! Tunggu!!!” jerit Nocturna, namun terlambat.

Tubuh Galanthis yang hangus tertembak kemudian jatuh tersungkur.

“Tidaaak! Galanthis!!!!” jerit Mara. Ia segera menghampiri tubuh suaminya, namun terlambat. Ia sudah tewas.

Mara menangisi jasad suaminya, “Ini salahku! Semua ini salahku!!!”

“Mara, kumohon!” Nocturna ikut menangis, “Kita harus segera pergi ke kokpit sekarang!”

***

 

“AAAAAAAAAA!!!”

Jeritan Nocturna menggema begitu ia sampai di ruangan kokpit. Di sana tergeletak jenazah ayahnya. Perutnya telah terkoyak dan usunya terburai keluar. Matanya menatap hampa dan kepalanya terkulai tak bernyawa.

“Ayaaah!!! Tidak!!!” jerit Nocturna, “Seharusnya aku tak meninggalkanmu!”

Mara merasakan oksigen makin menipis, “Makhluk itu pasti sudah masuk ke sini! Nocturna, segera pakai baju pelindung ini, cepat!”

Sambil berurai air mata, Nocturna mengenakan pakaian astronotnya. Tiba-tiba sebilah pisau menancap di dinding dekatnya, nyaris mengenai kepalanya.

“AAAAAA!!!” Mara menjerit, “Ia ada di sini!”

Nocturna baru menyadari sosok yang selama ini mengejar mereka adalah seorang wanita.

Gadis bersenyum menakutkan itu masih menyeringai ke arah Nocturna, siap melancarkan serangan berikutnya. Nocturna sama sekali tak gentar dengannya, bahkan menatapnya balik dengan sorot mata penuh dendam.

Nocturna segera mengenakan helmnya dan memberi perintah kepada robot hologramnya.

“Mr. B!” serunya, “Gunakan gelombang suara supersonik untuk memecahkan kaca jendela kokpit pesawat ini!”

Suara supersonik terdengar lirih dan segera memecahkan kaca-kaca di ruangan itu. Mara dan Nocturna terpaksa menekan kaca helm mereka agar tak ikut meledak. Dari balik helmnya, Nocturna melihat makhluk itu tersungkur kesakitan karena dengung suara supersonik itu.

“Mara! Cepat pergi!” Nocturna segera menggandeng Mara dan mereka berdua segera menyalakan jet-pack. Mereka berdua segera terbang keluar melalui jendela kokpit yang terbuka lebar.

Dari atas, mereka berdua masih bisa mendengar suara teriakan penuh kemarahan makhluk itu karena kedua mangsanya lolos.

***

 

Marco menatap ngeri sebutir kepala yang tergeletak di atas salju di hadapannya. Di depannya, pintu palka pesawat Reconquista tampak menganga lebar.

“Tenanglah ... itu bukan Nocturna ...” bisik Alaric, yang juga tak kalah ngeri melihatnya.

“Nocturna! Nocturna!!!” seru Marco. Ia segera menyerbu masuk ke dalam pesawat itu. ia sampai di kokpit dan menyaksikan pemandangan mengerikan lainnya. Jenazah ayah Nocturna tergeletak dalam kondisi menggenaskan.

Marco tertunduk lesu.

Alaric menyentuh bahunya, “Aku ikut berduka cita, Marco.”

Suara Dokter Miranda menggema dari belakang. “Ada satu mayat di belakang, namun itu mayat laki-laki. Aku tak melihat keberadaan Nocturna dimana-mana.”

“Itu pertanda bagus, Marco.” hibur Alaric, “Itu berarti masih ada kemungkinan ia masih hidup.”

“Apa ... apa yang bisa melakukan ini semua? Kau bilang tak ada kehidupan di Pluto.” katanya sambil membalikkan badannya menghadap Dokter Miranda.

“Mungkin penumpang dari pesawat satunya yang melakukan ini semua.” kata Alaric.

Marco kemudian menatap Dokter Talia.

“Kau tahu tentang semua ini kan?”

Namun Talia tampak merekam sesuatu dengan recordernya, “Subject telah lepas. Saya ulangi, subject telah lepas. Namun peristiwa ini mengindikasi bahwa eksperimen berhasil. Subject mampu bertahan hidup di kondisi planet paling ekstrim ...”

Marco mengambil dengan paksa alat perekam di tangan Talia dan membantingnya ke lantai hingga jatuh berkeping-keping.

“Jawab aku, Talia!” seru Marco dengan marah.

“Tenanglah, Marco!” Alaric kembali berusaha melerai mereka.

“Aku akan menjelaskan semuanya, Marco.” ujar Talia, “Namun terlebih dahulu kita semua harus kembali ke kapal. Nyawa kita semua berada di dalam bahaya jika kita tetap berada di sini.”

“Tidak!” tukas Marco, “Aku takkan kembali sebelum menemukan Nocturna!”

***

 

“Kapal kami ada di sana!” tunjuk Mara.

Nocturna dan Mara segera turun menuju ke puing-puing kapal itu.

“Jangan khawatir,” kata Mara, “Ini akan menjadi tempat kedua yang mereka periksa apabila tim SAR datang dan menemukan kapalmu hancur.”

“Ya, aku harap juga begitu.” Ada setitik keputusasaan dalam nada suara Nocturna. Namun yang bisa ia lakukan hanya berharap bahwa Marco segera menemukannya.

‘’Tunggu di sini ya. Aku akan memeriksa ke dalam, siapa tahu alat komunikasinya bisa berfungsi.”

Nocturna duduk di atas puing kapal itu. Ia mengamati hamparan es yang seakan tanpa ujung. Ia kemudian menoleh ke puing-puing pesawat. Matanya tertegun ketika ia melihat sesuatu.

Pandangannya tertuju pada sepotong tangan yang tampak tertindih pecahan pesawat.

Danis mengatakan hanya mereka bertiga penumpang pesawat ini. Kenapa ada mayat penumpang lain di sini?

Mata Nocturna kemudian teralihkan pada nama Prometheus pada sisa dinding pesawat.

“Mr. B?”

“Iya, Nona?”

“Bisa kau periksa rute perjalanan pesawat Prometheus?”

“Baiklah Nona ... Prometheus adalah pesawat bermuatan 20 orang yang mengadakan perjalanan rutin dari Venus untuk memindahkan tahanan menuju ke penjara berfasilitas maksimum di Eris.”

“Penjara?” Nocturna mengambil kartu nama yang diberikan Danis tadi padanya. Kartu nama itu ... biro perjalanan .... itu biro perjalanan sama yang menelantarkan dan merampok para penumpang dalam perjalanan di sabuk asteroid!

“Astaga!” Nocturna baru tersadar “Mereka semua adalah ...”

“Tepat sekali, Noctuna!”

Ketika Nocturna menoleh, ia menyadari semua sudah terlambat. Mara tengah menodongkan senjata ke arahnya.

“Kalian semua adalah penjahat!” seru Nocturna geram.

“Penjahat yang beruntung.” ujar Mara tenang, “Kami pasti dieksekusi jika saja pesawat ini tidak kebetulan jatuh di sini. Hanya kami tiga tahanan yang selamat.”

“Pantas saja kalian memiliki senjata. Itu pasti milik sipir penjaga.”

“Korps Trans-Galaktik takkan mau susah-susah mengirimkan tim SAR untuk mencari kami. Namun berbeda dengan kalian. Aduh, enaknya .... Namun sayang sekali untukmu. Nocturna. Kau takkan pernah bertemu kembali dengan kekasihmu ...”

Mara tiba-tiba mencabut tabung oksigen dari baju Nocturna.

“Aku membutuhkan cadangan oksigenmu!”

Nocturna tersungkur. Tenggorokannya terasa tercekik, meronta meminta udara.

Segera gadis itu kehabisan napas.

 

TO BE CONTINUED

No comments:

Post a Comment