Judulnya lebay banget ya guys, padahal cuman review gereja doang. Ceritanya pas gue pindah ke Surabaya, gue sempet bingung mau ikut misa di gereja mana. Ternyata gereja terdekat dengan kosan gue di daerah Tunjungan adalah di sini, di Gereja St. Vincent di wilayah Widodaren. Yah lumayan pegel sih jalan, tapi apa boleh buat. Kenapa gue bikin judul sedramatis itu? Well, karena dari luarnya sih gereja ini kayak gereja Belanda tua bergaya art-deco, tapi pas masuk ternyata terlihat banget kalo gereja ini habis direstorasi besar-besaran. Dimana gue yakin lagi, renovasi ini telah mengubah drastis bentuk bagian dalam gereja ini. Tapi nggak masalah sih, soalnya gerejanya jadi tambah cantik.
Gue nyebut gereja ini St. Vincent aja ya guys, ribet namanya panjang dan susah soalnya. Well, gereja St. Vincent ini *pas gue datang pertama kali* emang cukup mencolok dengan menara merahnya yang menjulang tinggi dan terlihat dari kejauhan *yang memudahkan gue menemukannya walaupun tempatnya nyelip-nyelip* Kalo mau ke gereja ini siap-siap tergoda dengan pedagang buah *apalagi pas gue lewat ada duren laknat* yang harumnya siap menggoda kalian berbelanja buah.
Nah, gereja ini dilihat dari eksterior maupun interiornya kaga nyambung. Kalo dilihat bagian dalam, kental sekali suasananya gotiknya. Gue berkesimpulan bagian dalam gereja ini pasti udah direnov. Buktinya ada pada kaca patrinya yang jelas-jelas bikinan modern *FYI, kaca patri asli dari Belanda tuh beda banget kilau warnanya*
Tapi gue sama sekali nggak keberatan dengan penampilan baru gereja ini. Nggak kayak Gereja Matraman, Jakarta, yang sempet bikin gue kecewa karena interiornya telah dimodernisasi dan merusak nilai sejarahnya. Renovasi gereja ini bukan ke arah modern, namun ke gaya gotik yang juga sebenarnya adalah gaya klasik. Kaca patrinya tak bisa dipungkiri keindahannya. Mungkin satu-satunya jejak art deco yang tersisa dari gereja ini adalah pada capital pilarnya.
Ini altarnya.
Gua Maria-nya juga bagus dan impressive menurut gue.
Sayang, gereja ini sepi sekali (seperti gereja Surabaya pada umumnya). Gue sih biasanya misa jam 7 di sini *kalo nggak pas ke Gereja Kepanjen atau ke Katedral* karena letaknya emang paling dekat ama kosan gue. Ada balkon juga sih, tapi gue rasa balkonnya pun jarang dipakai *kecuali pas umat membludak saat hari raya mungkin ya*
Untuk umatnya sendiri agak .... hmmmm ada sedikit pebedaan cara misa ketimbang gereja lainnya di Surabaya *tapi dikiiiiiiit banget dan menurut gue nggak signifikan* Kayak pas Doa Tobat di awal Misa, mereka terbiasa berdiri ketimbang berlutut *which is gue lebih memilih berlutut*. Juga pas kredo “Aku Percaya” pas bagian “Dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria” selama di Jakarta gue diajarin untuk membungkuk, tapi di sini tidak. Padahal di Kepanjen dan Katedral Surabaya, umatnya sudah dibiasakan untuk menunduk pada saat bagian itu dibacakan sebagai penghormatan bagi Roh Kudus. Tapi nggak bisa nyalahin mereka juga sih, mungkin sosialiasinya kurang. Umat di Solo-pun belum banyak yang tahu akan tata cara ibadat ini. Tapi karena ini adalah Katolik ya menurut gue perbedaan itu sama sekali nggak berpengaruh pada penerimaan Tuhan akan ibadat kita. Gue bahkan pernah keluar dari grup alumni Katolik gara-gara isinya malah memperdebatkan tata cara iadah yang benar. Karena menurut gue, yang jauh lebih penting dari itu adalah adalah hati yang siap menerima Tuhan serta perbuatan kita di luar.
Itu dia sekilas tentang gereja St. Vincentius A Paulo. Gue suka sih gereja ini karena cukup cantik secara interior dan nyaman juga buat beribadah. Next time please do come to visit this church :D
No comments:
Post a Comment