Gue cukup beruntung, sebagai pendatang sekaligus pecinta sejarah, Tuhan nempatin gue di pusat kota Surabaya. Baik kantor tempat gue kerja dan kosan gue berada di bilangan Tunjungan, pusat perekonomian di kota terbesar kedua di Indonesia ini. Malahan banyaknya gedung-gedung bertingkat di sini membuat gue merasa masih ada di Jakarta haha. Namun walaupun banyak gedung-gedung modern di sini, namun ternyata banyak sekali wisata sejarah yang dinikmati di sini, yakni melalui bangunan-bangunan tua yang tercecer di sini. Mau tahu ceritanya? Silakan simak saja artikel berikut ini :D
Kalo gue mau ngasih ancer-ancer kosan gue ama temen-temen gue, gue tinggal bilang aja deket TP (Tunjungan Plaza) soalnya mall-nya gede banget and you won’t missed it. Tapi di sini gue nggak akan membahas mall-nya, namun gedung-gedung tua di sekitarnya. Di depan TP terdapat bangunan tua bergaya art deco ini, kalo nggak salah masih dipake sebagai apotek. Sayangnya kurang terawat ya.
Di belakang bangunan art deco tadi tedapat Jalan Gubernur Suryo dan Jalan Pemuda. Terdapat taman dengan air mancur dan patung Gubernur Suryo yang sangat berjasa karena memimpin perjuangan melawan Sekutu untuk membebaskan Surabaya dari cengkeraman Belanda pasca-hengkangnya Jepang dari Tanah Air.
Omong-omong soal taman di Surabaya, memang taman-taman asri seperti ini banyak bermunculan setelah Surabaya mendapat walikota berjiwa pengayom seperti Bu Risma. Tapi lebih asyik lagi kali ya kalo tamannya ada wifi-nya haha.
Di samping taman ini ada kantor pos tua yang tetap aja tampil artistik.
Di depan patung ini ada bangunan besar yakni Gedung Grahadi. Sayangnya sih menurut gue bangunannya biasa-biasa aja. Gue potret aja bagian yang artistik dari kompleks ini.
Foto ini gue jepret pas naek jembatan penyeberangan; gue rasa cukup mewakili pembangunan serta kemajuan yang tengah berkecamuk di kota Surabaya ini.
Gue cukup geli melihat anggrek ini menempel di pohon di trotoar jalan utama di Surabaya ini. Anggreknya bagus lagi. Kalo di Jakarta mah udah pasti ilang sepohon-pohonnya.
Yang unik juga dari Surabaya (gue tahu soalnya kosan gue di dalam kampung juga) yakni kalo mau masuk ke kampung, kebanyakan pengandara motor harus matiin motornya terus dituntun, soalnya gang di Surabaya sempit-sempit banget men. Weleh, kalo di Jakarta pengendara motor disuruh turun dari motor gitu mah pasti kampungnya udah dibakar haha.
Akhirnya gue sampai juga di salah satu gedung paling bersejarah di Surabaya, yakni Gedung Pemuda. Dulunya bangunan yang dibangun pada 1907 ini bernama “De Simpangsche Societiet” dan digunakan sebagai tempat rekreasi, yakni untuk berpesta, arena dansa, dan sasana bermain bowling bagi noni dan meneer Belanda. Saat Belanda masih berkuasa, rakyat jelata dilarang menginjakkan kaki di tempat ini, kecuali bagi pejabat pribumi dan pelayan. Pada pertempuran 10 November 1945, tempat ini digunakan sebagai markas besar PRI (Pemuda Republik Indonesia) dan di depan markas ini, puluhan prajurit Jepang dilucuti senjatanya.
Ekspresi readers: “Waaaaa .... Bang dave tau banget ya sejarah Indonesia???”
Kagak sih, gue cuman copas plakat di depannya. Nih fotonya.
Inilah sekilas bangunannya. Unik ya, bagian kanopinya mirip teras-teras ala bangunan Jawa gitu, tapi kubahnya bergaya khas Eropa.
Ini sekelumit interiornya.
Di sini sering diselenggerakan acara bertema budaya gitu. Kayak gini nih contohnya, ada acara reog pas gue berkunjung ke sini.
Nah di perempatan air mancur ini gue sempet bingung mau kemana. Sebenarnya tujuan gue sih mau maen ke Monumen Kapal Selam. Tapi gue lihat ada Balai Kota di google maps, jadi gue putusin melihatnya terlebih dulu.
Setelah melintasi jembatan (yang pas gue ke sana, ada kano yang didayung beberapa orang tentara. Sebenarnya kalo diliat-liat sungai-sungai di Surabaya masih berpotensi sebagai sarana transportasi kalo mau bener-bener serius diolah sama pemerintah), gue akhirnya sampai di Balai Kota Surabaya. Nggak sedramatis Balai Kota Malang sih, tapi rindangnya pepohonan ama air mancurnya cukup membuat gue bersantai di tengah panasnya kota Surabaya.
Di sini ada prasasti berbentuk bola yang menceritakan asal-usul sejarah nama “Surabaya”.
Uh, di sini masih aja liat orang pacaran *gigit jari*
Air mancur di sini unik, keluar dari lantai, bisa buat basah-basahan nih haha.
Di sini kita bisa melihat Gereja Maranatha, salah satu gereja tua di Surabaya.
Nah, di sini nih gue mulai bingung mau kemana. Mau ngikutin arah sungai apa balik lagi ke air mancur tadi. akhirnya gue mutusin muterin sungai aja, siapa tau dekat *ternyata itu arah yang sesat, soalnya jauuuuuuh banget. Not recommended!*
Walaupun jauh dan panas, untungnya di sini gue bisa melihat salah satu replika patung Hiu dan Buaya yang kali ini dipajang di Skate Park. Patung yang ini menurut gue lebih dramatis ketimbang patung asli di depan Bonbin soalnya lebih gede dan air mancurnya masuk ke sungai gitu kayak air terjun.
Di sampingnya ada Monkasel alias Monumen Kapal Selam. Yeeeey ... akhirnya sampai juga.
Untuk Monkasel nanti akan gue bikin postingan tersendiri yaaa. Nah, lokasi dimana Monkasel ini berdiri *apa tiduran ya* merupakan daerah yang sering disebut Delta ama masyarakat Surabaya dan di sini dulu pernah berdiri sebuah rumah sakit bersejarah. Sayangnya, entah kenapa, rumah sakit itu sekarang malah dirubuhin dan sekarang dibikin mall. Huuuu ... payah banget! Nasibnya kayak rumah sakit bersejarah di Solo yang diambrukkan dan sekarang dibangun apartemen dan mall Paragon di atasnya. Gue denger di Yogya juga ada rumah cagar budaya yang dirubuhin dan sekarang dibangun Hotel Amaris.
Nah, pas pulangnya nih gue kaget banget. Soalnya tinggal jalan lurus beberapa meter dari Delta ini, ternyata gue nemuin air mancur yang tadi. Buset deh, ternyata deket banget ... ngapaen gue muter-muter nggak jelas ngelilingin sungai tadi?
*peta nyasar gue (jalur biru = jalur "seharusnya", jalur merah = jalur nyasar)*
Jalan-jalan gue tutup dengan kunjungan terakhir melihat Arca Joko Dolog. Arca ini sebenarnya ada di belakang taman yang ada Patung Gubernur Suryo tadi. Sayang pas gue ke sana, gerbangnya masih digembok jadi nggak bisa masuk deh. Gue hanya bisa foto dari kejauhan aja. Arca Joko Dolog ini sebenarnya adalah perwujudan Raja Kertanegara dan gue yakin pasti masih dipake buat semahyang para penganut aliran Kejawen gitu. Jadi emang lebih bagus gue nggak men-disturb tempat ini untuk menghormati orang-orang yang masih menganggap arca ini suci.
Dan sebagai bonussss ... ini adalah hotel bersejarah yang terletak tak jauh dari kawasan Tunjungan, yakni Hotel Majapahit. Buat yang masih asing dengan namanya, hotel ini dulu dikenal dengan nama Hotel Oranje. Yup, di sinilah lokasi dimana terjadi peristiwa bersejarah dimana pemuda merobek warna biru dari bendera Belanda hingga menjadi Bendera Merah Putih pada masa perjuangan Kemerdekaan Indonesia.
Arsitektur art deco yang khas masih saja dipertahankan di hotel ini.
Dan di sinilah menara dimana peristiwa bersejarah tersebut terjadi.
Saat gue foto-foto fasad depannya, gue sempat disapa bapak satpamnya yang bilang, “Bagusnya kalo difoto pas malam Mas, banyak lampunya. Kalo siang begini lah ... biasa aja.”
Gue langsung mikir, “Dude, there’s nothing ordinary about art deco architecture!” Itu adalah salah satu gaya arsitektur favorit gue dimana keindahannya terletak justru pada kesederhanaannya.
Well, emang bener kata orang sih, “The beauty lies in the eye of the beholder”. Mungkin selera orang beda-beda. Namun yang gue sukai dari arsitektur art deco juga adalah kenangan sejarahnya yang melekat di tiap relung sudutnya *cailah*. Di masa kejayaan arsitektur art deco inilah Indonesia berjuang bagi kemerdekaannya. Sehingga bisa disimpulkan, setiap bangunan art deco yang masih berdiri saat ini pernah menjadi saksi akan perjuangan yang membawa bangsa kita ke kehidupan tanpa penjajahan yang kita nikmati sekarang, ya nggak?
Nah, demikian acara jalan-jalan gue di sekitaran Jalan Pemuda. Ikuti acara jalan-jalan berikutnya atau kalo mau jalan-jalan di sekitar Surabaya dan mau gue temenin, ayuk monggo :D
No comments:
Post a Comment