Friday, November 13, 2015

EQUIVALENT OF MURDER: KESAKSIAN MERESAHKAN PARA PELAKU ABORSI DI NEGARA LIBERAL

 

Gue menemukan artikel mengejutkan ini di Bored Panda. Bored Panda adalah situs terfavoritku karena memiliki banyak artikel menginspirasi. Namun artikel yang satu ini benar-benar membuat gue shock. Isinya adalah hastag #ShoutYourAbortion yang dipelopori dua penulis wanita, Lindy West dan Amelia Borrow. Keduanya sebenarnya aktivis dari grup non-profit bernama Planned Parenthood (PP) yang bergerak di bidang Keluarga Berencana (KB).

shout-your-abortion-twitter-hashtag-16

Kedua wanita ini memulai hastag untuk mendorong para wanita yang pernah melakukan aborsi menceritakan tentang “keberhasilan” mereka. Seperti bisa kita duga, Amelia Borrow sendiri adalah pelaku aborsi juga yang sama sekali tidak menyesal dengan “pilihan”-nya.

shout-your-abortion-twitter-hashtag-15

"Aku memiliki hati yang baik dan melakukan aborsi membuatku bahagia. Kenapa aku tidak bahagia jika aku tak dipaksa menjadi seorang ibu?"

Hasilnya adalah para wanita pelaku aborsi lain dengan bangga maju ke depan publik dan menyatakan bahwa menggugurkan bayi mereka adalah pilihan terbaik yang pernah mereka lakukan dalam hidup mereka.

shout-your-abortion-twitter-hashtag-371

Aku melakukan aborsi pada usia 18 tahun. Sekarang aku bergelar S2 dan hidup sepenuhnya. Aborsi adalah keputusan yang tepat dalam situasiku saat itu.

shout-your-abortion-twitter-hashtag-1

18 tahun + bangkrut + hamil = hidup yang buruk. Aborsi + 3 tahun kemudian + menikah + pekerjaan yang stabil = kehidupan yang bahagia untuk bayiku.

shout-your-abortion-twitter-hashtag-18

Melakukan aborsi pada usia 22 karena aku TERLALU muda untuk menjadi orang tua. Sejak itu tak pernah sekalipun menyesalinya.

shout-your-abortion-twitter-hashtag-28

Aborsiku pada usia 10 tahun dan sejak saat itu aku membangun hidupku dan membuatku lebih baik dalam merawat anak-anak yang kumiliki sekarang.

shout-your-abortion-twitter-hashtag-361

Sejujurnya, aborsi yang kulakukan pada usia 20 tahun merupakan keputusan terbaik pertama yang pernah kulakukan.

6 - Copy

Komentar paling mengerikan: aku mengaborsi anakku yang berumur 3 tahun karena ia adalah beban ekonomi yang sangat berat. Kini aku memiliki pekerjaan yang bagus, suami yang baik, dan uang yang cukup untuk merawat kukuku tiap Kamis.

shout-your-abortion-twitter-hashtag-13

Tentu saja pria mendukung hastag ini.

Di Amerika Serikat sendiri dan berbagai negara liberal lainnya seperti Jepang dan negara-negara Eropa telah melegalkan aborsi. Bahkan para wanita pelaku aborsi menyebut diri mereka “pro-choice” yakni memperjuangkan kebebasan mereka untuk memilih apa yang akan mereka lakukan dengan tubuh mereka sendiri.

Namun “keberanian” para wanita pelaku aborsi ini tentu saja menimbulkan banyak reaksi. Ada yang menentang, namun ternyata banyak juga yang justru mendukung pilihan mereka. Yang menyegarkan, para pihak penentang ternyata tidak menghakimi ataupun membalas dengan hinaan, makian, atau cacian (salah satu enaknya tinggal di negara dengan kebebasan berbicara yang matang dan dewasa). Namun mereka memberikan argumen-argumen kuat yang memang logis untuk menyatakan pendapat mereka.

1 - Copy

Kesaksian pelaku aborsi yang berlawanan dengan yang di atas, yakni mereka yang menyesal melakukannya.

1

Pendapat yang kontra terhadap aborsi, namun berusaha tidak menghakimi para pelakunya. Daripada kita menghakimi mereka, lebih baik kita berdoa.

2

Seharusnya ada hastag khusus untuk orang tua yang memutuskan tidak mengaborsi anaknya.

3

Kesaksian seorang ibu yang berjuang sebagai ibu muda dan berhasil. Dia memutuskan untuk tidak mengaborsi anaknya dan kini memiliki 3 gelar untuk menjaga masa depan anaknya secerah mungkin. Bukti bahwa anak bukan penghalang kesuksesan.

4

Kesaksian seorang ibu yang menyatakan tak ada uang di dunia ini yang bisa menggantikan kebahagiaan yang diberikan anaknya.

5

Opini yang menyejukkan. Ia tak menentang kebebasan untuk memilih, tapi ia menekankan bahwa nyawa seorang manusia tetaplah hilang pada prosesnya.

6

Kesaksian seorang Muslim yang membandingkan para wanita pro-aborsi di atas dengan ibunya yang patah hati karena mengalami keguguran. Yang menarik adalah komentar kontra di bawahnya yang menyatakan "kebebasan mereka untuk tidak hamil tidak ada hubungannya dengan ibumu". Bukannya (dengan analogi yang sama) semenjak kecil kita diajari untuk tidak membuang makanan karena di sisi dunia yang lain ada orang-orang yang kelaparan dan tidak memiliki makanan layak? Masalah yang dihadapi negara-negara makmur adalah kurangnya empati.

6 - Copy (2)

Kesaksian seorang ibu yang heran betapa wanita lain bangga dengan aborsinya sementara ia sendiri mengalami kesedihan mendalam akibat keguguran. Ia juga menekankan tanggung jawab untuk tidak melakukan seks jika tidak mau hamil di luar nikah.

10 - Copy

Lagi-lagi komentar yang menekankan bahwa pilihan yang sesungguhnya adalah pilihan untuk tidak melakukan hubungan seks di luar nikah, bukan pilihan untuk melenyapkan kehidupan.

5 - Copy

Komentar ini menekankan bahwa mereka yang mengaborsi anak mereka sendiri bukanlah pro-choice. Jika mereka memang pro-choice maka seharusnya mereka bijak untuk memilih apakah mereka akan melakukan hubungan seks atau tidak. Namun kalau gue boleh menambahkan, tanggung jawab bukan hanya terletak di pundak ibu saja, namun laki-laki dan calon ayah juga memiliki tanggung jawab yang sama (bahkan mungkin lebih ) dalam hal ini.

5 - Copy - Copy

Simpel dan mengena: bersyukurlah orang tua kita tak mengaborsi kita dulu.

Setelah gue menelusuri comment-comment yang ada di artikel Bored Panda ini, akhirnya gue menemukan akar permasalahan yang menyebabkan banyak pihak justru pro terhadap aborsi. Mereka berpendapat (sedihnya dengan klaim bahwa opini mereka didukung “sains”) bahwa fetus atau janin bukanlah manusia dan tidak memiliki hak hidup seperti anak-anak dan orang dewasa. Kepercayaan dan keyakinan inilah yang membuat mereka sama sekali tak merasa bersalah dalam membunuh janin tak berdosa.

8

9

10

Tragisnya sang pemberi komentar terakhir memiliki foto profil tengah menggendong anak. Menurut gue, jika saja manusia bisa langsung lahir tanpa melalui tahap embrio atau fetus, maka sah-sah saja jika janin dianggap bukan manusia.

Selain itu, gue juga belajar bahwa akar masalah legalitas aborsi ini juga adalah kehidupan materialistis yang menjunjung tinggi materi, bahkan menganggap materi (pendidikan, kekayaan, karier, bahkan suami baru) di atas segalanya, termasuk kehidupan. Selain itu, negara-negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia juga melupakan satu hal yang selalu menyertai kebebasan apapun, yakni TANGGUNG JAWAB.

Gue sempet heran mengapa Bored Panda yang biasanya penuh dengan artikel menginspirasi justru membahas hal tak berkeprikemanusiaan seperti ini. Namun gue tak menghakimi penulis Bored Panda. Mungkin saja si penulis bukanlah pendukung aborsi, melainkan ingin membuat para pembacanya menyadari kenyataan hidup yang memang terjadi di sekitar kita. Dan yang gue sukai dari artikel kontroversial seperti ini adalah kolom comment yang menawarkan diskusi. Diskusi seperti ini memang membuat gue belajar melihat dari berbagai perspektif, tidak hanya sekedar menghakimi. Dan menurut gue semua permasalahan memang harusnya dipecahkan dengan jalan semacam ini, yakni mendengarkan opini dari kedua pihak sebelum menarik kesimpulan, bukan dengan memaksakan pendapat kita.

Seperti sudah sekilas gue singgung, negara-negara di dunia terpecah menjadi tiga dalam pendapat mereka mengenai aborsi. Ada yang total menolak aborsi dengan alasan religius, ada pula yang mengizinkan aborsi dengan aturan ketat (seperti membatasi umur janin yang boleh diaborsi) dan dengan alasan yang tepat pula (apabila keberadaan janin membahayakan nyawa ibu atau bagi ibu korban perkosaan). Namun negara bebas seperti Amerika Serikat mengizinkan aborsi kapapnpun wanita menginginkannya, tanpa validasi medis maupun moral. Aborsi juga diizinkan apabila anak yang dikandung diketahui memiliki penyakit menurun, semisal Down Syndrome.

Bagaimana dengan Indonesia sendiri? Wikipedia membagi kebijakan negara-negara dalam hal aborsi menjadi 5 tingkatan, dimana semakin kecil angkanya berarti negara itu semakin keras menolak aborsi (0 berarti aborsi dengan alasan apapun diharamkan, bahkan jika itu berarti akan membunuh nyawa sang ibu) hingga skala 4 dimana negara tersebut membebaskan aborsi karena dianggap sebagai Hak Asasi (HAM) bagi wanita.

Yang mengejutkan, Indonesia berada di skala 3, termasuk bebas (CMIIW) dalam hal aborsi.

Negara-negara yang umumnya mendukung aborsi adalah negara-negara liberal di Amerika dan Eropa serta negara-negara yang dulu ataupun sekarang menganut paham komunisme (Tiongkok, Korea Utara, Kuba, dan negara-negara Eropa Timur). Sedangkan negara yang menolak aborsi dengan keras adalah negara-negara religius seperti negara Eropa dengan penganut mayoritas Katolik seperti Vatikan, Malta, Chile, Irlandia, Filipina, dan Polandia hingga negara penganut Shia seperti Syria dan Iran. Italia memiliki posisi unik dalam isu ini, sebab walaupun pemerintahnya mengizinkan aborsi, namun dalam kenyataannya, para praktisinya seperti dokter dan suster menolak melakukan prosedur tersebut dengan alasan iman.

Media internasional telah dengan sukses mempropagandakan homoseksualitas hingga dengan kini generasi muda kita dengan mudah menerima perilaku tersebut sebagai sesuatu yang lazim dan tak menyalahi aturan (dengan embel-embel HAM yang harus dhormati). Mungkinkah suatu saat media juga akan melakukan hal yang sama sehingga kelak kita semua akan menganggap aborsi sebagai sebuah prosedur kesehatan biasa?

Jika itu memang terjadi, at least gue sudah tahu di pihak mana gue akan berdiri, sebagai “pro-Life”, bukan ”pro-choice”.

7 comments:

  1. jujur aja awalnya gue mau nge-blame, tapi makin dibaca gue makin sadar. bener juga sih lebih baik "diskusi" dengan baik tanpa nyolot/mancing yang akhirnya malah ngerasa paling bener. tapi yg paling pasti kl gue bilang audzubillahimindzalik aja, semoga gue gak akan dan gak kepikiran buat ngelakuin hal hal begituan.

    btw bang, itu kayanya '10 = 2010 deh bukan 10 taun hehehehe

    ReplyDelete
  2. Aborsi = membunuh bayi.
    GAY = ???? membunuh bayi EVEN SEBELUM DILAHIRKAN gitu maksud lu? pemikiran nya kok masih seperti puluhan tahun yg lalu? saya kira kamu cukup open minded. ternyata selama ini gue salah menilai lu, tersamarkan oleh kepiawaian nge-blog lu yg handal. this is serious

    ReplyDelete
    Replies
    1. coba baca baik2 apa yang saya tulis. saya nggak menyamakan perilaku gay dengan aborsi. saya hanya menyamakan kedua fenomena tersebut dulu dianggap tabu namun sekarang justru diterima dengan luas

      btw saya dengan bangga menyatakan bahwa saya seorang anti-gay marriage. bukannya saya berpikiran sempit, tapi saya hanya menuruti apa yang diperintahkan Tuhan dalam kitab suci. Namun saya tetap menghargai dan menghormati jika ada pandangan yang berbeda dan sekali lagi, tidak akan menghakimi.

      Delete
    2. setuju sama bang dave, lu napa si? lu gay? bukan kan? gak usah sok sok langsung ngomong bang dave gak open minded, baca dulu yang bener.

      Delete
    3. Gw juga setuju. Kita ga bisa kesel sedikit langsung komen. Gw juga setuju bahwa Gay tidak bisa dibenarkan (opini publik) tapi gw tidak akan menjauhi orang gay sama sekali.

      Delete
  3. dan di sini gue menyesal dilahirkan

    ReplyDelete
  4. Umur 3 tahun di aborsi? Mom, itu pembunuhan

    ReplyDelete