Sunday, November 8, 2015

JANE X: PLUTON CARNAGE – CHAPTER 2 (ORIGINAL SERIES)

 

2

Fan fiction by: Dave Cahyo

WARNING: UNTUK DAPAT MEMAHAMI CERITA INI, KALIAN HARUS TERLEBIH DAHULU MEMBACA SERI JEFF THE KILLER YANG MEMUAT TOKOH JANE THE KILLER, YAKNI “VOW OF REVENGE” DAN “TRIUMPH OF EVIL”

*** 

 

KAPAL RENAISSANCE

Marco tiba di hanggar pesawat dan bertemu dengan empat orang lainnya, termasuk Alaric.

“Marco, perkenalkan ini adalah tim yang akan membantu kita mengevakuasi penumpang kapal Reconquista. Pertama, ini Gordonus, pilot pesawat terbaik yang pernah kukenal.”

Marco menyalaminya. Gordonus terlihat nyengir dengan sebatang rokok “peyote” di mulutnya. Peyote adalah sejenis zat psikoaktif yang digunakan kaum Indian sejak ribuan tahun lalu, namun dilegalkan. Marco sendiri tak yakin apa pilot ini mampu memanuver pesawatnya dengan baik jika ia menghisap narkotik yang ia anggap haram itu.

“Ini adalah Dokter Miranda. Tak hanya dia adalah ahli medis yang berpengalaman, namun ia juga mengerti medan di Pluto. ia pernah mengadakan penelitian di Pluto selama beberapa bulan.”

“Menarik sekali, Dokter.” Marco menyalami dokter wanita itu.

“Ya, di sana saya meneliti tentang human endurance atau daya tahan manusia apabila mereka tinggal di Pluto. Saya harap pengalaman saya bisa berguna untuk menyelamatkan para korban yang terdampar di sana.”

“Kuharap begitu. Salah satu penumpang pesawat itu adalah Nocturna, kekasih saya, dan ayahnya.”

“Dan terakhir adalah Dokter Talia.”

Marco memandangi sosok di depannya. “Seorang androgyni,” pikir Marco, “ah jangan mereka.”

Marco tak menyukai para androgyni. Di dunianya yang serba modern, orang tua bebas memilih bentuk fisik, wajah, karakteristik, dan jenis kelamin anak mereka nantinya melalui proses rekayasa genetika. Proses ini, walaupun kontroversial, mampu mencegah berbagai penyakit menurun sehingga generasi yang dilahirkan nantinya lebih sehat. Bahkan tak hanya ada opsi laki-laki dan perempuan saja untuk para calon orang tua. Ada pilihan androgyni. Androgyni adalah campuran laki-laki dan perempuan. Jenis kelamin ketiga ini cukup digemari karena dianggap lebih superior, mampu memiliki kekuatan seperti laki-laki namun juga kecerdasan dan ketelitian seorang perempuan.

“Dokter Talia berasal dari CORPSE dan akan membantu kita dalam misi penyelamatan kapal Reconquista.”

“Apa? Orang CORPSE?” Marco tak habis pikir, “Apa yang mereka lakukan di misi ini? CORPSE adalah perusahaan rekayasa genetika! Mereka tak ada sangkut pautnya dengan semua ini!”

“Justru sebaliknya, Mr. Marco.” jawab Talia tenang, “Kapal Reconquista memiliki kaitan yang erat dengan kami. Kapal yang dinahkodai Kapten Adams tersebut membawa kargo kami yang teramat berharga, yakni makanan hasil rekayasa genetika yang akan ditransportasikan ke koloni manusia di Planet Zarmina. Kami ingin menyakinkan kargo itu selamat.”

“Jadi kalian lebih mementingkan isi kargo kalian ketimbang para penumpangnya?” Marco semakin tak setuju dengan kehadiran wakil dari CORSPE itu. Ia banyak mendengar tentang kelicikan CORSPE, sindikat korporasi terbesar di galaksi yang menguasai hampir 90% perekonomian planet-planet yang kini didiami manusia.

“Tenanglah, Marco!” Alaric berusaha melerai mereka, “Dokter Talia hanya menjalankan tugasnya. Aku berjanji ia takkan menganggu proses evakuasi yang akan kita lakukan. Lagipula, CORSPE-lah yang mendanai seluruh operasi penyelamatan ini.”

Marco terdiam. Lagi-lagi mereka. Apa yang mereka inginkan sebenarnya? Makanan? Itu tak masuk akal. Pasti ada yang lebih penting yang ada di kapal itu selain makanan sehingga mereka sampai mengirimkan representatif mereka, bahkan mendanai seluruh misi ini.

Pemuda itu akhirnya mengalah. Ia tahu, semakin lama ia berdebat di sini, semakin kritis pula kondisi Nocturna di planet antah berantah itu.

“Baiklah,” ujar Marco sambil menurunkan intonasinya, “Marilah kita segera masuk ke pesawat.”

***

 

“Siapa di situ?” jerit Nocturna.

“Halo? Ada orang di sini?” seru seorang pria. Di depan Nicturna kini ada tiga orang berpakaian seperti astronot. Salah satunya membuka helm kacanya dan menatap gadis itu.

“Syukurlah ada oksigen di sini. Kalian bisa membuka helm kalian.” katanya.

Dua orang di belakangnya membuka helm mereka: satu laki-laki dan satu perempuan.

“Apa kau baik-baik saja?” tanya pria yang ada di depan.

“Wah, ada oksigen dan makanan di kargo belakang. Kita pasti beruntung.” kata sang wanita.

“Beruntung?” protes si laki-laki. “Kapal kita baru saja jatuh ke Pluto dan kau bilang kita beruntung?”

“Si .... siapa kalian?” Nocturna tiba-tiba teringat bahwa kapal mereka jatuh karena bertabrakan dengan pesawat lain, “Apa kalian berasal dari pesawat yang menghantam kami?”

“Kau benar. kapal kami hancur jadi kami terpaksa berlindung di sini.” kata pemuda itu, “Namaku Danis, guide dari kapal wisata terbaik di jagad raya ini: Prometheus.”

“Prometheus?" tanya Nocturna heran.

“Ya, Prometheus akan membawa Anda tur pribadi mengelilingi tata surya. Nikmatilah keindahan Bima Sakti bersama kami. Omong-omong, ini kartu nama saya. Karena kapal kami menabrak kapal anda, kami akan memberikan diskon sebagai permintaan maaf kami.”

Nocturna menerima kartu nama pria itu dengan kebingungan. Ia tak pernah menggunakan biro travel sebelumnya. Ia ngeri dengan berita menghebohkan beberapa tahun lalu tentang sebuah biro travel yang merampok dan menelantarkan semua peserta tur di Ceres saat berwisata ke sabuk asteroid.

“Huh ... biro travel terbaik apanya? Lihatlah! Kita terdampar di sini dengan kapal rusak!” seru pria itu.

“Ah, maafkan kami belum memperkenalkan diri.” ujar sang wanita, “Namaku Mara dan ini suaminya, Galanthis. Kami berasal dari koloni Venus. Dan kau?”

“A ... aku Nocturna. Kapal kami sedang dalam perjalanan ke Zarmina ketika kecelakaan itu terjadi. Hanya aku dan ayahku yang masih hidup.”

“Uuuuh ... Zarmina,” erang Galanthis dengan jijik, “Aku benci planet itu. Mataharinya saja ada tiga, terlalu silau.”

“Bagaimana kondisi di luar,” tanya Nocturna, “Bukankah seharusnya ada semacam pos di sini?”

Danis menggeleng, “Cuaca kacau sekali di sana. Ada hujan es dan saljunya aneh, bercampur merkuri. Kau jelas tak mau berada di luar sana tanpa pakaian pelindung.”

“Kita harus mencari pertolongan.” ujar Nocturna sambil memandang ayahnya yang masih pingsan.

“Percuma, Nona.” kata Mara, “Kami juga berusaha menghubungi Korps Trans-Galaktika tapi alat komunikasi kami tak ada yang berfungsi.”

“Ah, sial .... radiasi Pluto pasti menghalangi transmisi dari planet ini.” keluh Nocturna, “Marco pernah mengatakannya kepadaku.”

“Marco?”

“Marco adalah pacarku.” Nocturna menatap keluar jendela, dimana salju putih menghampar tanpa batas, “Aku yakin dia akan segera menolong kita keluar dari sini.”

***

 

Marco mulai merasa bosan. Mereka baru saja melewati orbit Uranus. Masih separuh perjalanan lagi dan ia tak bisa melakukan apapun. Ia terus berusaha mengkontak kapal Reconquista, namun tak ada jawaban. Ia hanya bisa berharap hal terburuk tidak terjadi.

Untunglah kala itu orbit Pluto berada lebih dekat dari Matahari ketimbang Neptunus. Dengan kata lain, jarak yang mereka tempuh tidaklah begitu jauh.

“Jadi perkiraanku, pesawat jatuh di sini!” perkataan Dokter Miranda membuat Marco tertarik. Ia mendekat ke para anggota tim penyelamat yang sedang berdiskusi menggunakan layar hologram.

“Dimana itu?” tanya Marco.

“Ini adalah wilayah di Tombaugh Regio yang kami namakan wilayah Tartarus, yakni wilayah dengan kondisi paling keras di Pluto.”

“Pesawat Nocturna jatuh di situ?” tanya Marco tak percaya. Kini kekhawatirannya makin membuncah.

“Kami yakin pesawat itu jatuh di sini, di lembah Anubis. Kabar baiknya, seluruh wilayah tersebut tertutup salju jadi akan mudah bagi kita melihat keberadaan kapal Reconquista maupun kapal yang menabraknya.”

“Maaf, apa tadi yang Anda bilang?”

“Oh, aku belum memberitahumu, Marco.” ucap Alaric, “Recounquista jatuh ke Pluto karena ditabrak pesawat lain.”

“Pesawat lain?” Marco heran, “Pesawat apa?”

***

 

“Nona Nocturna ... Nona ...” seutas suara membisikinya, “Bangunlah ...”

Nocturna segera bangun dari tidurnya. Ia melihat keempat orang lainnya tengah tertidur, ayahnya bersama tiga penumpang selamat dari Xibalba.

“Mr. B,” jawab Nocturna lirih, “Apa itu kau?”

Suara itu terus membisikinya, “Ya, ini aku. Lihatlah ke luar. Aku mencium adanya bahaya.”

Nocturna segera bangun. Ia menatap ke arah jendela. Matahari belum terbenam. Ah, dia ingat .... ini adalah musim panas di Pluto. Musim panas akan berlangsung puluhan tahun di sini, mengingat satu tahun Pluto mencapai 250 tahun. Ditambah lagi ada Charon di langit, bulan Pluto yang memantulkan cahaya matahari ke permukaan planet kerdil itu.

Matanya membelalak begitu melihat ada sesuatu di atas salju yang sebelumnya tak ada di sana.

Jejak kaki.

 

TO BE CONTINUED

3 comments: