Sunday, December 8, 2019

FYRE FESTIVAL PART 1: THE LEGENDARY SCAM



Sekilas jika kalian membaca tentang berita Sea Games 2019 di Filipina, apalagi jika kalian mantengin hastag #SeaGamesFail di Twitter, kalian akan membaca banyak yang menyamakan event dua tahunan ini dengan Fyre Festival. Yup, Sea Games 2019 memang dijuluki “Fyre Festival of Asia” gara-gara kacaunya penyelenggaraan [awal] acara tersebut, meliputi ruang konferensi pers yang nggak layak, keterlambatan penjemputan kontingen sepakbola, anggota tim terpaksa tidur di lantai bahkan tak sengaja makan daging babi. 

Namun sebagian dari kalian mungkin bertanya, apa itu Fyre Festival?

Fyre Festival adalah sebuah acara festival musik mewah yang rencananya diadakan di pulau tropis Bahama dengan bintang-bintang kece dan fasilitas serba bintang 5. Tapi kenyataannya justru bertolak belakang dengan segala kemewahan yang dijanjikan. Acara tersebut malah kacau balau dan promotornya kini mendekam di penjara. Namun buat gue sendiri, berita tentang Fyre Festival ini amat menghibur dan mungkin bisa dijadikan pelajaran juga tentang bagaimana cara menangani sebuah event (or how NOT to). Emang sih nggak seserius tema-tema yang pernah gue angkat, tapi gue kepengen menyorot event scamming ini supaya kalian bisa hati-hati juga.

Dear readers, inilah Dark Case kali ini.

PS: karena artikelnya cukup panjang, gue akan bagi menjadi dua postingan


Coba sebutin nama-nama artis yang doyan pansos? Duh pasti langsung kebayang dong wajah-wajah yang bikin eneg dan terlalu nista buat gue sebutin di blog ini. Ternyata fenomena doyan pansos yang nggak dialami orang-orang di Indonesia aja lho, bule-bule juga wajib pansos (hah?). Salah satu kasus pansos tergila (dan terngakak) dalam sejarah adalah Fyre Festival. Dua “dalang” di balik event ini adalah seorang pengusaha [jadi-jadian] bernama Billy McFarland dan rapper kondang Ja Rule. Buat kalian yang nggak tahu siapa Ja Rule, dia rapper yang lumayan terkenal berkat single-nya berjudul “Always on Time” bareng Ashanti (bukan yang itu lho ya) pada tahun 2000-an.

Bromance Billy McFarland dan Ja Rule

Kala itu Billy yang punya jiwa wirausaha tinggi berniat merilis sebuah app “talent booking” bernama Fyre. Ketika ia berlibur ke sebuah pulau pribadi di Kepulauan Bahama bernama Norman's Cay, Billy tertarik begitu mengetahui bahwa pulau itu dulunya milik raja narkoba, Pablo Escobar. Bersama “partner in crime”-nya, Ja Rule, ia berniat menggelar sebuah event musik akbar yang dijulukinya “Fyre Festival” di pulau eksotis tersebut sebagai bentuk promosi peluncuran aplikasi tersebut. Sang pemilik pulau setuju dengan satu syarat, bahwa mereka berdua tidak menyebutkan bahwa pulau ini milik Pablo Escobar dalam proses marketingnya.

Billy termasuk jenius dalam hal marketing. Untuk memasarkan Fyre Festival agar viral, iapun menghubungi para influencer tenar di Instagram dengan puluhan juta followers. Tak tanggung-tanggung, ia membayar Kendall Jenner sebanyak 250 ribu dollar (3,5 M IDR!!!) hanya demi satu post untuk meng-endorse acara tersebut. Bentuk endorse-nya cukup unik, yakni kotak berwarna oranye terang (tanpa tulisan apapun) yang membuat penasaran orang, yang apabila di-klik akan membawa para foolowers-nya ke situs Fyre.

Billy juga membuat video promosi yang memperlihatkan model-model cantik dan sexy, mulai dari Bella Hadid hingga Hayley Baldwin (kini sudah berganti nama menjadi Hayley Bieber), tengah berpesta di sebuah pulau dengan laut sebening lazuardi. Tentu video promosi serta endorse dari klan Kardhasian itu membuat siapapun tertarik. Belum lagi musisi yang digadang-gadang akan datang untuk meramaikan Fyre Festival kala itu adalah Blink 182, Major Lazer, serta didukung rapper-rapper dan DJ papan atas Amerika.

Sayangnya, video promosi itu melanggar janji untuk tidak menyebutkan pulau itu sebagai milik Pablo Escobar. Akibatnya, pemilik Norman's Cay membatalkan izinnya untuk memakai pulaunya sebagai lokasi Fyre Festival. Kini tinggal 4 bulan sebelum pelaksaan, Billy dan Ja Rule-pun kelimpungan mencari lokasi baru.

You gotta do one thing. Just one thing!

Dua bulan sebelum festival diselenggarakan, barulah para panitia mendapatkan izin dari Pemerintah Bahama untuk mengadakan pesta tersebut di pulau Great Exuma, tepatnya di sebuah lokasi bernama Roker Point yang kala itu memang dekat dengan pesisir laut. Namun lokasi ini tak seeksotis seperti dalam video promosinya. Pertama, pulau ini bukanlah pulau pribadi, melainkan dihuni lebih dari 6.000 penduduk lokal. Belum lagi Roker Point kala itu bukanlah sebuah pantai, melainkan lapangan parkir sebuah resort. Demi menutup “aib” ini, Billy kemudian menyebut lokasi ini sebagai Pulau Fyre Cay.

Lalu darimana sumber dananya? Tentu salah satu sumber dana utamanya berasal dari hasil penjualan tiket. Awalnya sumber dana terlihat mencukupi, bahkan melimpah. Dengan promosi yang gencar dan terlihat meyakinkan, seluruh tiket Fyre Festival ludes terjual. Padahal tiketnya sendiri tak murah, dibanderol antara 500 hingga 1.500 dollar (sekitar 7 – 21 juta IDR). Tiket itu akan meliputi berbagai fasilitas mumpuni seperti:

1. Tinggal di vila pribadi dengan pelayanan bintang 5

2. Hidangan yang dimasak langsung oleh celebrity chef dengan menu “gourmet” yang teramat mewah, meliputi seafood dan sushi

Dipercaya sekitar 5.000 tiket terjual dan jika kita ambil harga tengahnya, yakni 1.000 dolar per tiket, maka penjualan tiket itu sendiri meraup dana 5 juta dollar.

Seorang investor bernama Carola Jain juga menginvestasikan 4 juta dolar untuk proyek Fyre Festival ini. Sayang, uang ini kemudian digunakan kurang bijak oleh Billy dan rekan-rekannya untuk menyewa kantor mewah di lingkungan elit Tribeca di Manhattan, demi menaikkan prestise mereka.

Pihak Comcast Ventures sebelumnya juga menjanjikan suntikan dana sebesar 25 juta dolar untuk aplikasi Fyre, yang Billy percaya akan lebih dari cukup untuk membiayai festival kelas atas itu. Billy sendiri sebelumnya membual bahwa aplikasinya itu sendiri bernilai 90 juta dolar, sehingga pihak Comcast akan mendapat laba berlipat kali ganda. Namun ketika Comcast meminta dokumen resmi yang membuktikan klaimnya itu, Billy tak mampu memberikannya, sehingga merekapun membatalkan perjanjian tersebut.

Dengan dana makin menipis dan tanpa pengalaman sedikitpun tentang bagaimana menyelenggarakan sebuah festival musik, apalagi seakbar Fyre Festival, iapun mulai menghubungi EO yang pernah menyelenggakannya. Ia tercengang setengah mati begitu mengetahui bahwa event berskala besar seperti yang ia idam-idamkan akan menghabiskan dana 50 juta dolar! Padahal dana yang berhasil mereka kumpulkan kala itu mungkin berkisar 10 juta dollar. Tak hanya itu, perlu minimal setahun perencanaan, sedangkan mereka hanya punya waktu dua bulan sebelum pentas agung itu dilaksanakan. Billy kemudian memutuskan untuk mengurusi semuanya sendiri karena percaya festival itu takkan menghabiskan dana sebesar itu.

Tahu bahwa ia kekurangan dana dalam waktu yang amat mepet, iapun terpaksa meminta bantuan lintah darat. Dari investor bernama Ezra Birnbaum, ia mendapatkan tambahan uang 7 juta dolar dengan syarat bahwa ia mulai mencicil pinjaman itu dalam kurun waktu 16 hari. Untuk melunasi cicilan tersebut (duh kayak orang susah aja), Billy memiliki ide untuk melengkapi para tamu dengan smartwatch canggih dan membuat event itu “cashless”. Para tamu bisa menggunakan smartwatch mereka sebagai dompet yang dapat digunakan untuk membeli keperluan mereka selama pesta berlangsung.



(sumber gambar)                      (sumber gambar) 
Ilustrasi lintah dan darat

Billy menyarankan kepada para undangan untuk mendepositkan uang minimal 300-500 dollar demi kenyamanan mereka. Uang 2 juta dolarpun langsung mengalir ke kantung Billy dan dalam sekejap, dimana sebagian besar ia gunakan untuk melunasi pinjaman dari lintah darat itu sebelum debt collector beraksi. Keinginan Billy untuk melengkapi tamunya dengan smartwatch canggih ini jelas merupakan scam atau penipuan sebab:

1. Jam semacam itu akan berharga mahal dan menambah pengeluaran

2. Sama sekali nggak ada wi-fi di sana, jadi jam itu (jikapun ada) sama sekali nggak akan berfungsi

Demi menghemat biaya, Billy terpaksa menyunat pengeluaran mereka. Begitu mengetahui penyewaan vila pribadi untuk tamu sebanyak itu akan menelan dana 10 juta dolar, iapun menggantinya dengan tenda. Telanjur menjanjikan bahwa para tamu akan berlibur di sebuah pulau pribadi milik Pablo Escobar, padahal kenyataannya mereka akan tidur di lapangan parkir, para pekerja pun mulai menimbun tanah beraspal di Roker Point dengan pasir agar terlihat seperti pantai. Mereka juga membangun beberapa cabana (saung lah istilahnya, yang eksotis banget buat bule), ayunan, dan segalanya yang bisa membuat tamu merasa nyaman.

Namun bencana demi bencana mulai bermunculan. Ketidakbecusan Billy dan para panitianya mulai terendus. Tim paramedis dan pihak katering yang dipesan dari Miami mulai membatalkan kerja sama mereka dua minggu sebelum dimulai. Mereka terpaksa mencari katering baru, kali ini dari lokal, dan menurunkan drastis budget kuliner mereka dari 6 juta menjadi 1 juta dolar.

Banyak pihak, terutama yang dekat dengan Billy menyarankan agar ia membatalkan event itu atau paling tidak memundurkannya setahun agar memiliki lebih banyak persiapan. Namun Billy menolak dan konon mengatakan "Let's just do it and be legends, man,”

As he wished, he truly became a legend.


TO BE CONTINUED ....


7 comments:

  1. Penasaran ama lanjutannya 😱
    Ini mah seru abis, ga kalah ama novel fantasi...

    ReplyDelete
  2. Dariiiiii satu kesalahan itu loh xD Berakibat kek gt//

    ReplyDelete
    Replies
    1. gue juga awalnya mikir kek gitu, coba si billy ga marketingin pulaunya sbg milik pablo escobar. tapi coba deh liat dokumenter netflix-nya. di sana dijelasin, walaupun lokasinya tetep di norman cay, acaranya tetep bakalan gagal krn fasilitasnya ga memenuhi

      Delete
  3. Kampret!! Kenapa lintah darat dikasih ilustrasi?? Ih bang Dave random juga ternyata orangnya!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama wkwkw ngakak bgt sama lintah dan darat🤣🤣🤣

      Delete
  4. Ngakak sama lintah dan daratnya dong 😂

    ReplyDelete