Friday, December 6, 2019

RADIOACTIVE SERIES #1: PETAKA GADIS-GADIS RADIUM, KORBAN KESERAKAHAN KORPORAT




Sejauh ini Dark Case di blog gue sudah membahas berbagai macam kasus, mulai dari pembunuh berantai, teror rumah berhantu, kekejaman alam, hingga halusinasi dan paranoia. Kali ini gue akan membahas tema lain yang tak kalah horor, namun jarang diperbincangkan, yakni isu radioaktif.

Mendengar kata bencana radioaktif, mulai yang terngiang di kepala kita adalah ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki serta bencana Chernobyl hingga Fukushima. Namun kali ini gue akan membahas kasus-kasus yang jarang kalian dengar. Yang pertama ingin gue perkenalkan adalah kasus “Radium Girls” atau “Gadis-Gadis Radium” yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1910-an.

Kala itu pengetahuan tentang radioaktif masihlah minim dan para gadis yang diperkerjakan di sebuah pabrik jam tak menyadari bahaya radium yang mereka gunakan. Akibatnya, mereka mengalami berbagai dampak kesehatan mengerikan, mulai dari “lepasnya” rahang mereka hingga berbagai macam kanker. Celakanya, perusahaan mereka menolak bertanggung jawab. Perjuangan para gadis-gadis radium ini nantinya akan mengubah sejarah Amerika, bahkan dunia, dengan munculnya legislasi pertama yang mengatur tentang keselamatan kerja.

Dear readers, inilah Dark Case kali ini.

Pada 1917 sebuah pabrik bernama United States Radium Corporation (USRC) didirikan. Kala itu, dua dekade setelah Marie Curie diganjar dengan hadiah Nobel karena menemukan radium, popularitas zat radioaktif itu merangkak naik. Radium diketahui bisa menyala dalam gelap, sehingga dimanfaatkan dalam industri pembuatan jam. Kala itu, jarum jam serta angkanya dicat dengan radium agar mampu menyala dalam gelap, sesuatu yang amat memudahkan jika kita terbangun tengah malam. Jam yang unik itupun menjadi trend dan demi memenuhi nafsu para konsumen, tiga buah pabrik pengecatan jam dengan radium didirikan di New Jersey, Illinois, dan Connecticut, Amerika Serikat.

Sekitar 4 ribu pekerja, sebagian besar adalah gadis-gadis muda, kemudian direkrut menjadi pekerja pabrik-pabrik jam itu. Untuk mengecat jarum jam, para wanita ini dibekali dengan pena bertinta radium. Namun demi efektivitas, karena melukis dengan pena tersebut memakan waktu lama, para wanita itupun diminta menggunakan kuas yang dibasahi dengan radium. Karena ukuran jarum jam yang amat kecil, sesekali kuas itu itu harus dibasahi dengan cara dijilat agar ujungnya tetap runcing. Para gadis inipun lebih memilih teknik ini karena mereka bisa bekerja lebih cepat. Saat itu mereka bukan dibayar per jam, namun berdasarkan jumlah jam yang bisa mereka cat. Jadi semakin cepat dan semakin banyak jam yang mereka hasilkan, pendapatan mereka juga akan lebih tinggi.

Di sinilah bencana kemudian dimulai.

Contoh jam radium yang bisa menyala dalam gelap

Perusahaan dan para mandornya menyatakan bahwa teknik tersebut aman, karena menurut pengakuan mereka, radium bukanlah bahan yang berbahaya. Namun kenyataannya justru sebaliknya. Dua penemu radioaktivitas, Marie Curie dan Wilhelm Rontgen tahu benar bahwa zat radioaktif amatlah berbahaya. Bahkan Marie Curie sendiri meninggal karena kanker setelah terpapar radium. Para ahli kimia yang bekerja di pabrik itu saja memakai peralatan pelindung lengkap demi keamanan mereka. Namun gadis-gadis polos itu mengikuti begitu saja perintah atasan mereka. Bahkan, karena ditipu bahwa zat tersebut aman, para gadis itu kadang bercanda satu sama lain dengan mencat kuku, bibir, hingga gigi mereka menggunakan radium. Tak jarang, karena mereka membasahi pena yang mengandung radium itu dengan lidah mereka, zat tersebut juga ikut tertelan oleh mereka.

Pada 1922, korban pertama dari petaka itu mulai jatuh.

Mollie Maggia, seorang gadis muda yang bekerja sebagai salah satu gadis radium, mulai mengeluh sakit. Awalnya hanya diawali dengan sakit gigi. Dokterpun kemudian mencabut giginya tersebut. Iapun mulai sulit berjalan karena merasa sendinya teramat sakit. Dokter, mengira ia hanya menderita reumatik, hanya merekomedasikan obat penahan rasa sakit untuknya.

Namun sakit itu kemudian menjalar ke gigi-gigi lainnya. Dalam sekejap, semua giginya terpaksa dicabut. Dan dalam salah satu prosedur itu, tanpa sengaja sang dokter mematahkan tulang rahangnya. Bukan, bukan dengan cara memukulnya atau apa. Dokter itu hanya menyentuhnya secara perlahan, namun tiba-tiba saja tulang rahang itu dengan mudahnya patah begitu saja di antara jemarinya.

Mollie mengalami apa yang kini disebut “radium jaw” atau “rahang radium”, gejala khas keracunan zat radioaktif tersebut.

Ilustrasi "rahang radium", gue nggak tega naruh gambar aslinya di sini

Rasa sakit yang dialami Mollie juga dirasakan oleh teman-temannya. Salah satunya adalah gadis bernama Grace Fryer yang merasa sakit teramat sangat di tulang belakangnya, hingga ia tak mampu berdiri tegak. Gadis-gadis radium lain juga menunjukkan gejala sama. Tulang mereka teramat rapuh hingga mudah sekali patah. Banyak di antara mereka kehilangan rahang mereka hingga mengalami “sarcoma” atau kanker tulang, dimana tulang mereka akan membesar membentuk bola.

Hingga 12 September 1922, Mollie mengalami nasib naas yang mengakhiri hidupnya. Mulutnya yang tak lagi ditahan oleh tulang rahang tiba-tiba dibanjiri darah yang terus meluap dan tumpah keluar. Nyawanya tak bisa diselamatkan lagi dan ia meninggal di usia 24 tahun.

Grace yang ketakutan akan bernasib sama dengan rekannya mulai menuntut tanggung jawab perusahaan yang memperkerjakan mereka. Namun USRC menolak bertanggung jawab dan balik menuduh bahwa kematian Mollie dan gejala yang dialami gadis-gadis radium disebabkan oleh penyakit sifilis. Mereka menuduh para gadis itu berhubungan seks secara gampangan hingga terinfeksi penyakit kelamin, sebuah fitnah yang luar biasa kejam. Para gadis itu tak mampu berbuat apa-apa karena mereka tak bisa membuktikan bahwa apa yang menimpa mereka disebabkan oleh keracunan radium.

Barulah ketika kematian-kematian lain bergulir, USRC mulai tak bisa berkutik. Seorang ahli kimia di pabrik mereka, yakni Dr. Edwin E. Leman meninggal, diikuti kematian Dr. Sabin A. Von Sochocky (sang penemu cat radium), semuanya dengan gejala sama seperti yang dialami para gadis radium. Kasus-kasus kematian itu mencuri perhatian seorang dokter bernama Harrison Martland. Dr. Martland kemudian menyelidikinya dan akhirnya berhasil menemukan kaitan antara radium dan penyakit tulang yang para gadis itu alami.

Radium, ketika masuk ke dalam tubuh, akan berkompetisi dengan kalsium. Alih-alih menyerap kalsium, tulang justru menyerap radium, yang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan berlubang-lubang bak sarang lebah. Karena radium masuk pertama kali melalui mulut lewat cara bekerja para gadis radium yang diharuskan menjilat ujung kuas mereka, maka gigi dan tulang rahang-lah yang pertama kali mendapat efeknya. Kemudian ketika radium telanjur menyebar ke seluruh tubuh, tulang-tulang bagian tubuh lainnya mulai terinfeksi dengan akibat yang tak kalah fatal.

Kini bahan radioaktif diperlakukan dengan teramat hati-hati karena resikonya,
bahkan harus mencantumkan simbol ini

Pada 1928 sudah 16 korban jatuh akibat keracunan radium di pabrik itu. Grace dan para gadis radium lain yang telah jatuh sakit juga telah divonis takkan hidup lama lagi oleh para dokter. Grace, di sisa umurnya yang tak panjang, berusaha sekeras mungkin mendapat keadilan.

Namun usaha Grace mengalami berbagai hambatan. Sukses mengantongi bukti medis dari Dr. Martland yang sudah berbaik hati menolong mereka, langkah Grace selanjutnya adalah maju ke meja hijau. Namun naasnya, tak ada satupun pengacara yang mau membantu Grace dengan berbagai alasan. Ada yang tak percaya dengan klaim para gadis itu (walaupun sudah ada bukti tak terbantahkan) dan mengecap mereka hanya mengejar uang; ada pula yang tak berani menghadapi perusahaan sebesar USRC yang tentu tak pernah kehabisan dana untuk menyewa pengacara-pengacara terbaik untuk melawan mereka.

Adapun seorang pengacara muda bernama Raymond Berry menjadi satu-satunya yang sudi menerima kasus itu. Kasus para gadis radium, di luar ekspetasi mereka, menjadi “drama” yang popularitasnya melejit karena dicover oleh media-media massa raksasa. Kasus tersebut menjadi mengemuka dan dikenal luas oleh publik, bahkan tak pelak menimbulkan kehebohan. Para gadis radium dari pabrik lain menjadi ketakutan akan efek radium terhadap kesehatan mereka dan bergabung dengan perang yang dilancarkan Grace.

Singkat cerita, keadilan akhirnya berpihak pada kebenaran. USRC akhirnya mengaku kalah dan memberi uang ganti rugi sebesar 10 ribu dolar (setara 2 M rupiah) untuk tiap gadis radium yang celaka akibat kelalaian dan ketamakan mereka. Tak hanya menang secara finansial, kasus yang dialami para gadis radium juga menginisiasi pembentukan Occupational Safety and Health Administration (OSHA), sebuah badan di Amerika Serikat yang mengatur tentang hak dan keselamatan kerja. Aturan-aturan yang ditetapkan OSHA banyak ditetapkan secara internasional, bahkan di Indonesia, sebagai standar keselamatan kerja. Dengan demikian, diharapkan hak serta nyawa para pekerja senantiasa terlindungi dan petaka seperti yang dialami para gadis radium takkan lagi terulang.




4 comments: