Sejauh
ini Dark Case di blog gue sudah membahas berbagai macam kasus, mulai
dari pembunuh berantai, teror rumah berhantu, kekejaman alam, hingga
halusinasi dan paranoia. Kali ini gue akan membahas tema lain yang
tak kalah horor, namun jarang diperbincangkan, yakni isu radioaktif.
Mendengar
kata bencana radioaktif, mulai yang terngiang di kepala kita adalah
ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki serta bencana Chernobyl
hingga Fukushima. Namun kali ini gue akan membahas kasus-kasus yang
jarang kalian dengar. Yang pertama ingin gue perkenalkan adalah kasus
“Radium Girls” atau “Gadis-Gadis Radium” yang terjadi di
Amerika Serikat pada tahun 1910-an.
Kala
itu pengetahuan tentang radioaktif masihlah minim dan para gadis yang
diperkerjakan di sebuah pabrik jam tak menyadari bahaya radium yang
mereka gunakan. Akibatnya, mereka mengalami berbagai dampak kesehatan
mengerikan, mulai dari “lepasnya” rahang mereka hingga berbagai
macam kanker. Celakanya, perusahaan mereka menolak bertanggung jawab.
Perjuangan para gadis-gadis radium ini nantinya akan mengubah sejarah
Amerika, bahkan dunia, dengan munculnya legislasi pertama yang
mengatur tentang keselamatan kerja.
Pada
1917 sebuah pabrik bernama United States Radium Corporation (USRC)
didirikan. Kala itu, dua dekade setelah Marie Curie diganjar dengan
hadiah Nobel karena menemukan radium, popularitas zat radioaktif itu
merangkak naik. Radium diketahui bisa menyala dalam gelap, sehingga
dimanfaatkan dalam industri pembuatan jam. Kala itu, jarum jam serta
angkanya dicat dengan radium agar mampu menyala dalam gelap, sesuatu
yang amat memudahkan jika kita terbangun tengah malam. Jam yang unik
itupun menjadi trend dan demi memenuhi nafsu para konsumen, tiga buah
pabrik pengecatan jam dengan radium didirikan di New Jersey,
Illinois, dan Connecticut, Amerika Serikat.
Sekitar
4 ribu pekerja, sebagian besar adalah gadis-gadis muda, kemudian
direkrut menjadi pekerja pabrik-pabrik jam itu. Untuk mengecat jarum
jam, para wanita ini dibekali dengan pena bertinta radium. Namun demi
efektivitas, karena melukis dengan pena tersebut memakan waktu lama,
para wanita itupun diminta menggunakan kuas yang dibasahi dengan
radium. Karena ukuran jarum jam yang amat kecil, sesekali kuas itu
itu harus dibasahi dengan cara dijilat agar ujungnya tetap runcing.
Para gadis inipun lebih memilih teknik ini karena mereka bisa bekerja
lebih cepat. Saat itu mereka bukan dibayar per jam, namun berdasarkan
jumlah jam yang bisa mereka cat. Jadi semakin cepat dan semakin
banyak jam yang mereka hasilkan, pendapatan mereka juga akan lebih
tinggi.
Di
sinilah bencana kemudian dimulai.
Contoh jam radium yang bisa menyala dalam gelap
Perusahaan
dan para mandornya menyatakan bahwa teknik tersebut aman, karena
menurut pengakuan mereka, radium bukanlah bahan yang berbahaya. Namun
kenyataannya justru sebaliknya. Dua penemu radioaktivitas, Marie
Curie dan Wilhelm Rontgen tahu benar bahwa zat radioaktif amatlah
berbahaya. Bahkan Marie Curie sendiri meninggal karena kanker setelah
terpapar radium. Para ahli kimia yang bekerja di pabrik itu saja
memakai peralatan pelindung lengkap demi keamanan mereka. Namun
gadis-gadis polos itu mengikuti begitu saja perintah atasan mereka.
Bahkan, karena ditipu bahwa zat tersebut aman, para gadis itu kadang
bercanda satu sama lain dengan mencat kuku, bibir, hingga gigi mereka
menggunakan radium. Tak jarang, karena mereka membasahi pena yang
mengandung radium itu dengan lidah mereka, zat tersebut juga ikut
tertelan oleh mereka.
Pada
1922, korban pertama dari petaka itu mulai jatuh.
Mollie
Maggia, seorang gadis muda yang bekerja sebagai salah satu gadis
radium, mulai mengeluh sakit. Awalnya hanya diawali dengan sakit
gigi. Dokterpun kemudian mencabut giginya tersebut. Iapun mulai sulit
berjalan karena merasa sendinya teramat sakit. Dokter, mengira ia
hanya menderita reumatik, hanya merekomedasikan obat penahan rasa
sakit untuknya.
Namun
sakit itu kemudian menjalar ke gigi-gigi lainnya. Dalam sekejap,
semua giginya terpaksa dicabut. Dan dalam salah satu prosedur itu,
tanpa sengaja sang dokter mematahkan tulang rahangnya. Bukan, bukan
dengan cara memukulnya atau apa. Dokter itu hanya menyentuhnya secara
perlahan, namun tiba-tiba saja tulang rahang itu dengan mudahnya
patah begitu saja di antara jemarinya.
Mollie
mengalami apa yang kini disebut “radium jaw” atau “rahang
radium”, gejala khas keracunan zat radioaktif tersebut.
Ilustrasi "rahang radium", gue nggak tega naruh gambar aslinya di sini
Rasa
sakit yang dialami Mollie juga dirasakan oleh teman-temannya. Salah
satunya adalah gadis bernama Grace Fryer yang merasa sakit teramat
sangat di tulang belakangnya, hingga ia tak mampu berdiri tegak.
Gadis-gadis radium lain juga menunjukkan gejala sama. Tulang mereka
teramat rapuh hingga mudah sekali patah. Banyak di antara mereka
kehilangan rahang mereka hingga mengalami “sarcoma” atau kanker
tulang, dimana tulang mereka akan membesar membentuk bola.
Hingga
12 September 1922, Mollie mengalami nasib naas yang mengakhiri
hidupnya. Mulutnya yang tak lagi ditahan oleh tulang rahang tiba-tiba
dibanjiri darah yang terus meluap dan tumpah keluar. Nyawanya tak
bisa diselamatkan lagi dan ia meninggal di usia 24 tahun.
Grace
yang ketakutan akan bernasib sama dengan rekannya mulai menuntut
tanggung jawab perusahaan yang memperkerjakan mereka. Namun USRC
menolak bertanggung jawab dan balik menuduh bahwa kematian Mollie dan
gejala yang dialami gadis-gadis radium disebabkan oleh penyakit
sifilis. Mereka menuduh para gadis itu berhubungan seks secara
gampangan hingga terinfeksi penyakit kelamin, sebuah fitnah yang luar
biasa kejam. Para gadis itu tak mampu berbuat apa-apa karena mereka
tak bisa membuktikan bahwa apa yang menimpa mereka disebabkan oleh
keracunan radium.
Barulah
ketika kematian-kematian lain bergulir, USRC mulai tak bisa berkutik.
Seorang ahli kimia di pabrik mereka, yakni Dr. Edwin E. Leman
meninggal, diikuti kematian Dr. Sabin A. Von Sochocky (sang penemu
cat radium), semuanya dengan gejala sama seperti yang dialami para
gadis radium. Kasus-kasus kematian itu mencuri perhatian seorang
dokter bernama Harrison Martland. Dr. Martland kemudian
menyelidikinya dan akhirnya berhasil menemukan kaitan antara radium
dan penyakit tulang yang para gadis itu alami.
Radium,
ketika masuk ke dalam tubuh, akan berkompetisi dengan kalsium.
Alih-alih menyerap kalsium, tulang justru menyerap radium, yang
menyebabkan tulang menjadi rapuh dan berlubang-lubang bak sarang
lebah. Karena radium masuk pertama kali melalui mulut lewat cara
bekerja para gadis radium yang diharuskan menjilat ujung kuas mereka,
maka gigi dan tulang rahang-lah yang pertama kali mendapat efeknya.
Kemudian ketika radium telanjur menyebar ke seluruh tubuh,
tulang-tulang bagian tubuh lainnya mulai terinfeksi dengan akibat
yang tak kalah fatal.
Kini bahan radioaktif diperlakukan dengan teramat hati-hati karena resikonya,
bahkan harus mencantumkan simbol ini
Pada
1928 sudah 16 korban jatuh akibat keracunan radium di pabrik itu.
Grace dan para gadis radium lain yang telah jatuh sakit juga telah
divonis takkan hidup lama lagi oleh para dokter. Grace, di sisa
umurnya yang tak panjang, berusaha sekeras mungkin mendapat keadilan.
Namun
usaha Grace mengalami berbagai hambatan. Sukses mengantongi bukti
medis dari Dr. Martland yang sudah berbaik hati menolong mereka,
langkah Grace selanjutnya adalah maju ke meja hijau. Namun naasnya,
tak ada satupun pengacara yang mau membantu Grace dengan berbagai
alasan. Ada yang tak percaya dengan klaim para gadis itu (walaupun
sudah ada bukti tak terbantahkan) dan mengecap mereka hanya mengejar
uang; ada pula yang tak berani menghadapi perusahaan sebesar USRC
yang tentu tak pernah kehabisan dana untuk menyewa
pengacara-pengacara terbaik untuk melawan mereka.
Adapun
seorang pengacara muda bernama Raymond Berry menjadi satu-satunya
yang sudi menerima kasus itu. Kasus para gadis radium, di luar
ekspetasi mereka, menjadi “drama” yang popularitasnya melejit
karena dicover oleh media-media massa raksasa. Kasus tersebut menjadi
mengemuka dan dikenal luas oleh publik, bahkan tak pelak menimbulkan
kehebohan. Para gadis radium dari pabrik lain menjadi ketakutan akan
efek radium terhadap kesehatan mereka dan bergabung dengan perang
yang dilancarkan Grace.
Singkat
cerita, keadilan akhirnya berpihak pada kebenaran. USRC akhirnya
mengaku kalah dan memberi uang ganti rugi sebesar 10 ribu dolar
(setara 2 M rupiah) untuk tiap gadis radium yang celaka akibat
kelalaian dan ketamakan mereka. Tak hanya menang secara finansial,
kasus yang dialami para gadis radium juga menginisiasi pembentukan
Occupational Safety and Health Administration (OSHA), sebuah badan di
Amerika Serikat yang mengatur tentang hak dan keselamatan kerja.
Aturan-aturan yang ditetapkan OSHA banyak ditetapkan secara
internasional, bahkan di Indonesia, sebagai standar keselamatan
kerja. Dengan demikian, diharapkan hak serta nyawa para pekerja
senantiasa terlindungi dan petaka seperti yang dialami para gadis
radium takkan lagi terulang.
Lanjutin lagi La Purge-nya dong, Bang Dave.
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBang dave sekarang rajin upload ya
ReplyDeletebutterfly effect
ReplyDelete