Monday, December 9, 2019

THE PURGE: MALAM PERTAMA – EPISODE 6



“Hei, kita sedang mengikuti berita di televisi nih tentang Dilan dan Milea. Seru banget hahaha.” Tawa pria bertopeng Jason itu.

Dengan langkah enggan, Cicil dan Syefira mengikutinya. Mau tak mau mereka berlindung di situ, paling tidak sampai Adit dengan kostum Happy Tree Friends-nya menyerah dan pergi. Toh, di dalam rumah apartemen itu, hanya kamar ini yang dilapisi baja.

“Dilan dan Milea?” tanya Bagus heran.

“Itu lho, pembunuh berantai yang berpenampilan ala anak-anak SMA hahaha. Seragam sekolah mereka sampai berlumuran darah dari korban-korban mereka. Karena mereka selalu berpasangan, mereka lalu dijuluki Dilan dan Milea.”


Huh aneh-aneh saja kids zaman now. Jangan-jangan habis ini ada pembunuh berantai bertema Laskar Pelangi lagi?” keluh Bagus.

“Mana topeng Michael Myers ala Halloween lu tadi, Gus?” tanya Jason sambil membawa mereka ke ruang tamu.

“Hah, topeng apa?” Bagus kebingungan.

Begitu sampai di ruang tamu, mereka disambut oleh beberapa teman Bagus yang juga mengenakan kostum dan topeng. Beberapa dari mereka berpenampilan ala Ghostface dari film “Scream” dan Freddy Krueger dari “Nightmare on Elm Street”. Yang cewek berpakaian ala Sadako lengkap dengan rambut panjangnya dan “The Nun” dari “Conjuring” dengan baju biarawatinya. Mereka asyik bermain kartu sambil menonton TV dan menenggak bir.

“Hai, Gus! Lu bukannya tadi dari kamar mandi? Kenapa lu bisa di luar?” sapa mereka.

“Di kamar mandi? Gue baru saja datang kok?’

“Lho, lalu yang bertopeng Halloween tadi siapa? Gue pikir itu tadi elu?” tanya Freddy.

Tiba-tiba saja, dari belakang Freddy muncul sosok bertopeng putih yang segera menusuk dan menggorok lehernya.

“AAAAAAARGH!!!”

“Astaga!” teriak Jason, namun sebilah pisau langsung menancap di kepalanya dan tembus hingga ke belakang. Teman-temannya yang lain pun langsung membubarkan diri dan kabur.

“Ga … gawat! Cepat lari!” seru Bagus. Cicil dan Syefira segera melarikan diri ke luar. Dengan geram Bagus menatap pria misterius yang baru saja menghabisi temannya.

“Siapa kau?” serunya.

Namun pria itu hanya berdiri di sana tanpa ekspresi dan menatapnya. Kemudian dia menaruh jemarinya di darah sang Jason yang tergenang di lantai dan menulis di dinding. Sebuah peringatan.

“HATI-HATI ZAMAN SEKARANG!”

“Ku … kurasa dia adalah pembunuh berantai dan itu adalah trademarknya ...” Fira menggigil ngeri.
Kemudian sosok bertopeng Halloween itu mencabut senjatanya yang tadi masih tertancap di kepala Jason dan mulai berjalan ke arah mereka.

“Sial!” sadar bahwa ia tak memiliki senjata, Bagus memilih kabur dari tempat itu.

***

“Sial!” Sandi berusaha menamengi Aulia yang bersembunyi di belakangnya. Para manekin itu mengelilingi mereka, lengkap dengan senjata tajam mereka.

“Pantas saja di sini sepi sekali,” pikir Sandi, “Mereka pasti membantai para penjarah yang masuk ke sini.”

Dengan gerakan ala mannequin challenge, mereka menghampiri mereka dengan langkah pelan, namun pasti. Namun tiba-tiba terdengar seruan.

“Hentikan, mereka bukan penjahat!”

Para manekin itu segera menghentikan langkah mereka.

Seorang pria yang mengenakan apron dan berpenampilan ala koki segera muncul di tengah-tengah mereka.

“Paman!” teriak Aulia dengan gembira.

***

“Selamat malam penggemar EXO semua!” layar LED raksasa di depan mall tiba-tiba menyala.

“AAAAAAA!” Shalsa langsung histeris, “Itu kan Batara EXO! Satu-satunya cowok Indonesia yang berhasil menjadi K-Pop superstar!”

“Huh, lagi-lagi boyband Korea. Males gue!” Fajar dari dulu sangat tidak suka dengan kefanatikan Shalsa terhadap segala yang berbau K-Pop.

“Gue saat ini berada di Seoul, tapi gue berharap fans-fans gue di Indonesia nggak berpartisipasi dalam Purge malam ini.” wajah putih dan tampannya memenuhi layar LED raksasa itu. “Gue ingat pengalaman gue beberapa tahun lalu mengunjungi para korban kanker, leukimia, gagal ginjal, serta anak-anak yang sakit parah lainnya. Melihat perjuangan mereka, gue menjadi sadar bahwa semua manusia layak hidup. Semua manusia berhak mendapat kesempatan kedua. hidup itu adalah sesuatu yang teramat berharga. Karena itu, gue sangat menentang pelaksanaan The Purge. Gue bahkan membenci semua yang memutuskan berpartisipasi dengan The Purge, apapun alasannya.”

“Huh, dia beruntung mengatakannya pada saat The Purge berlangsung.” cibir Chris, “Jika dia mengatakannya saat hukum berlaku, maka dia bisa dipenggal karena itu berarti menistakan para Founding Father kita.”

“Tapi dia ada benarnya,” Shalsa langsung menoleh, “Gue juga nggak setuju dengan The Purge. Semua ini omong kosong!”

“Terserah apa kata lu, tapi gue percaya sama Founding Father kita dan The Purge ciptaan mereka.” Chris menatap sebuah mobil sport yang terparkir di seberang jalan, “Dan gue nggak segan ikut di dalamnya.”

“Mau apa lu, Chris!” cegah Fajar, “Kita harus menunggu Sandi dan Aulia. Mereka masih berada di dalam, berusaha menyelamatkan Ariel.”

“Gue tahu lu nggak setolol itu, Jar! Sudah berapa lama mereka masuk ke sana? Mereka bertiga pasti sudah mati. Lu mau menunggu sampai pagi di sini?” tantang Chris, “Yang jelas gue mau selamat. Gue akan mencuri mobil itu dan pulang ke rumah. Lumayan, harganya juga cukup untuk membiayai sekolah kita. Eit tunggu … gue rasa kita bahkan tidak perlu sekolah jika kita punya uang sebanyak itu hahaha.”

“Jangan, Chris! Sandi itu sahabat kita. Apa lu tega membiarkan dia sendirian di sini?” balas Fajar.

“Ah persetan. Gue mau selamat, apa kalian mau ikut sama gue?”

“Gue tetap di sini.” kata Shalsa, “Gue nggak bisa ninggalin mereka begitu saja. Bagaimana jika mereka terluka?”

“Ah terserahlah, kalau begitu biar gue sendiri saja. Semoga kalian selamat sampai besok pagi hahaha.” tanpa ragu, Chris meninggalkan mereka berdua dan segera menghampiri mobil itu.

“Yes, tidak dikunci!” diapun masuk ke mobil itu.

“Bahkan kunci mobilnya ditinggalkan di sini. Siapa sih yang segoblok ini?” Chris memutar kunci mobil itu dan tiba-tiba …

“DON’T LET ME … DON’T LET ME …. DON’T LET ME DOWN …”

“Apa-apaan ini?”

Suara musik yang amat keras terdengar, diikuti lampu sorot yang tiba-tiba menyala menerangi mobil itu. Lagu dance Billboard itu segera mengaum, seakan ada DJ yang beraksi tak terlihat di mata mereka. Dan tak hanya itu, mobil itu serta merta berguncang amat keras, hingga tubuh Chris terbanting-banting di dalamnya.

“A … apa yang terjadi?” Shalsa terkejut melihat adegan tak terduga itu.

“Li … lihat?” tunjuk Fajar. Adanya lampu terang itu membuat mereka menyadari ada kamera di sekitar mereka, tengah menyorot mobil itu.

“AAAAAAA!!!” Chris tak berdaya ketika mobil itu terus naik turun, membuat tubuhnya terhantam ke bodi dalam mobil. Tak hanya itu, bagian atas dilengkapi dengan pines-pines tajam yang segera menusuk dan mengoyak kulit kepala Chris ketika kepalanya menghantamnya.

“AAAAARGH! AAAAARGH!!!” Chris segera menggapai pegangan pintu untuk keluar, namun tak hanya terkunci, namun bagian itu juga terbuat dari pisau silet tajam yang segera memotong jari-jarinya tanpa ampun.

“DON’T LET ME DOWN … DON’T LET ME DOWN …”

Karena goncangan itu, kantong air bag dalam mobil itupun membuka dan menghimpit tubuh Chris, membuatnya tak mampu bernapas. Darah segera tercecer menutupi jendela mobil itu.

“Hmmmpf …” Chris mencoba bernapas, namun suara musik dance justru bertambah keras, diiringi dengan gerakan mobil naik turun yang semakin heboh. Di luar, Fajar segera menyadari apa yang terjadi.

“Ini seperti video musik Chainsmoker.” ujarnya, “Orang gila macam apa yang merancang semua ini …”

“Apa … apa kita akan selamat …” Shalsa menangis. Fajar segera memeluknya.

“Ki … kita pasti bisa melalui malam ini, Shal …” Fajar menjawab dengan bergidik ngeri. Namun ia sendiri tak yakin akan perkatannya sendiri.

Melihat apa yang sudah menimpa mereka malam ini, sangat kecil mereka kemungkinannya mereka bisa melalui 6 jam ini dengan selamat.

BERSAMBUNG




1 comment:

  1. Yeaaay! Akhirnya update sampe tamat dong. Makasih banyak Bang Dave, kelar UAS langsung disuguhi The Purge. Senangnyaaa.

    ReplyDelete