Monday, December 9, 2019

HE PURGE: MALAM PERTAMA – EPISODE 13



“Tidak! JANGAN!!!” seru Sandi begitu sadarkan diri.

“Hei, apa kau baik-baik saja?” seorang suster berusaha menenangkannya. Namun ia menjerit begitu melihat wajahnya yang mengerikan.

“Jangan takut! Ini hanya topeng!” suster itu melepas maskernya, “Lihat?”


Di baliknya adalah wajah seorang wanita yang amat cantik. Wajah seseorang yang normal, bukan seorang psikopat yang gemar berpartisipasi dalam The Purge.

Ia menoleh ke sekelilingnya. Ia melihat para suster itu tengah menangani para korban terluka. Dilihatnya pula Aulia tengah duduk bersandar di dalam truk. Ia memakai selimut dan tengah meminum segelas coklat hangat.

“Tak apa-apa, San. Mereka orang baik kok.”

“Di … dimana Raga?”

“Dia di sana!” tunjuknya. Terlihat beberapa orang dokter tengah memeriksanya dengan peralatan medis yang canggih. Barulah ia sadar apa truk ini sebenarnya. Ini adalah sebuah ambulans.

“Maafkan jika penampilan kami membuat kalian takut. Hanya dengan cara ini kami tidak menjadi target para peserta The Purge.”

“Ka … kalian menolong orang-orang ini?” tanya Sandi heran, “Siapa kalian?”

“Kami adalah para dokter dan suster yang menjadi sukarelawan tiap malam Purge. Namun ini adalah malam pertamaku. Namaku Dara. Siapa namamu?”

“A … aku Sandi.”

“Kami sudah mengucapkan Sumpah Hippocrates untuk tidak membiarkan orang sakit dan terluka terlantar. Walaupun ada peraturan untuk menutup semua rumah sakit saat Purge berlangsung, kami tak tinggal diam. Kami tetap berusaha menolong semampu mungkin.”

Sandi tersenyum. “Ini juga malam pertamaku ikut The Purge. Aku lega masih ada orang-orang seperti kalian.”

“Kami akan merawat polisi itu. Lukanya cukup parah, namun ia akan pulih.”

Sandi pun memutuskan bangun dari tempat tidurnya.

“A … apa yang kau lakukan?” tanya Aulia.

“Aku harus pulang … aku tak tahu bagaimana kabar kedua orang tuaku …”

“Beristirahatlah dulu. Walaupun kau tak terluka, namun kau bisa jadi mengalami luka psikis dan trauma.” Dara bersikeras, “Sejam lagi The Purge berakhir. Tunggulah sebentar lagi.”

“Tidak, aku harus pergi sekarang.” Ia menoleh ke arah Aulia, “Sebaiknya kau tetap di sini. Lebih aman.”

“Tapi …” Aulia bangkit.

“Aku akan baik-baik saja, tenanglah!” Sandi tersenyum, “Kita akan bertemu lagi besok di sekolah.”

“Ehm, kurasa aku sudah nggak mau bersekolah di sana.” ujar Aulia, “Lagipula sebagian besar gurunya juga sudah mati.”

Sandi tertawa.

“Kita akan bertemu lagi.” senyumnya, “Aku berjanji.”

***

“Apa kau tak ingat, Radnock?” pria betopeng putih itu masih menodongkan senjatanya ke arah Bagus yang kini tak berdaya. “Apa kau tak ingat siapa aku?”

***

Sandi masuk ke dalam rumahnya.

“Ayah, Ibu … aku pulang. Aku …. AAAAAAARGH!!!!” ia menjerit sekeras-kerasnya begitu menyaksikan keluarganya telah tewas terbantai di ruang tamu. Tubuh mereka terpotong-potong dan darah seakan membanjiri seluruh ruangan.

Sudah kubilang aku akan menemukanmu.”

Pria bertanduk itu muncul dari balik pilar. Ia membersihkan pisaunya yang masih berlumuran darah.

“Hai, Sandi! Sudah kuduga kau akan pulang!” bisiknya.

***

Bagus tahu saat seperti ini akan datang.

Ia menatap jauh, keluar kamar yang kini didiaminya. Dari kamar ini, dia bisa melihat ke kamarnya sendiri yang terletak berdampingan. Ia bisa melihat ke dinding dimana ia menggantungkannya.

Sebuah memoir dari masa lalunya.

Sesuatu yang pernah menjadi miliknya dan menjadi kebanggaannya.

Sesuatu yang selalu ia pakai tiap kali The Purge hadir.

Sebuah topeng kambing dengan dua tanduk runcing mencuat dari kepalanya.

***

“TIDAAAAK!!!” jerit Sandi histeris, “Apa yang kau lakukan?”

“Balas dendam, tentu saja! Tak pernah dalam sejarah The Purge ada orang yang berhasil mempermalukanku seperti itu! Aku gagal membunuhmu dua kali, namun kali ini aku tak akan gagal!”

Sebuah roket tiba-tiba meluncur dan meledak di dekat pria bertanduk itu.

“San, lu nggak apa-apa?” Chuu dan Mulia segera menolongnya.

“Ka … kalian?”

“Gue melihat dia terus mengikuti kalian!” Mulia menodongkan bazooka rakitannya, “Sepertinya dia terobsesi sama lu!”

“Dia adalah Radnock, Son of Lucifer! Pemimpin Geng Savages yang terkenal amat brutal!” kata Chuu, “Kekejaman mereka selama The Purge setiap tahun sudah melegenda.”

“Huh, kalian pikir kalian bisa melindungi teman kalian itu?” Radnock masih merasa penuh percaya diri. Di belakangnya, teman-temannya muncul.

Namun sebelum mereka sempat bertempur, suara sirine berbunyi.

Sirine tanda berakhirnya The Purge.

“Sial!” diapun memberi aba-aba pada teman-temannya, “Ayo mundur!”

“TIDAK!” seru Sandi sambil menangis, “KEMBALI KE SINI!”

“Jangan, San!” Chuu berusaha menghentikannya, “Purge sudah berakhir! Akan melanggar hukum jika kau membunuhnya sekarang!”

“Ya, bersabarlah, San!” Mulia setuju, “Tunggulah hingga The Purge berikutnya! Saat itulah kau bisa membalas dendam!”

Sandi hanya bisa menahan tangisnya dan mengepalkan tangannya.

***

“Ya, aku sudah mencarimu selama 5 tahun, Radnock!” pria bertopeng putih itupun membuka penyamarannya. “Akhirnya penantianku itu tak sia-sia.

Sandi berseru sembari melepaskan topeng itu, “Waktumu telah tiba!”


BERSAMBUNG







2 comments: