Monday, December 9, 2019

THE PURGE: MALAM PERTAMA – EPISODE 14



“Aku tahu saat seperti ini akhirnya datang juga.” Bagus menghela napas. Ia hanya bersila di tengah ruangan dengan sikap bermeditasi.

“Kak … kau takkan berusaha membela diri?” tanya Fira heran.

“Tak apa-apa, Fira. Ini memang sudah waktuku.” ujarnya dengan tenang. “Hanya satu pintaku, tolong lepaskan gadis cilik itu. Dia tak tahu apa-apa.”

“Tentu saja,” kata Sandi, “Aku bukan monster sepertimu!”


“Hentikan ini!” jerit Fira, “Kak Bagus sudah berubah. Dia bukan lagi seperti dulu!”

“Omong kosong! Iblis sepertinya takkan berubah! Hanya karena dia pensiun, bukan berarti dia layak mendapat pengampunan!”

“Sudahlah, Fira. Tak apa-apa.” Bagus memejamkan matanya, “Aku hanya minta satu hal lagi, setelah kau membunuhku, bantulah gadis cilik ini menemukan ibunya. Ia sendirian di dunia ini, kau harus menaruh belas kasihan padanya.”

“Tentu, aku akan melakukannya.”

“Katakan juga pada Dara, bahwa aku mencintainya. Dia adalah seorang perawat yang bekerja di …”

“Tunggu?” tanya Sandi heran, “Kau kenal Dara?”

“Iya. Dulu aku memang lelaki kejam, namun ia mengubahku. Pada malam Purge terakhir kami, terjadi pertempuran antargeng dan aku terluka parah. Tiba-tiba para perawat itu datang merawatku. Dara tahu aku adalah seorang pembunuh keji, namun ia tetap menyelamatkan nyawaku. Semenjak itu … semenjak itu aku berubah. Aku mulai merasakan cinta dan merubah jalan hidupku. Aku bahkan berhasil meyakinkan teman-temanku untuk merubah jalan hidup mereka …”

Sandi terperangah.

Tiba-tiba saja televisi di samping mereka yang awalnya menayangkan acara alay, berubah menjadi sebuah broadcast.

“Kami dari Partai Pembebasan The Purge dan Aliansi Anti-Founding Father. Nama saya adalah Aulia!”

Sandi menoleh ke arah televisi begitu suara yang tak asing itu terdengar. Suara yang tak pernah lagi didengarnya selama 5 tahun.

“Saya adalah politisi termuda di parlemen saat ini. Kami sedang berusaha memperjuangkan referendum untuk mengubah Republik Sosialis Indonesia menjadi negara demokratis dan menghapuskan The Purge dari Bumi Pertiwi! Sesuatu yang pernah terjadi pada malam pertama saya mengikuti The Purge mendorong saya melakukannya!”

“Lima tahun lalu, saya pernah berteman dengan seorang pemuda. Dia pernah berjanji, pada malam Purge lima tahun lalu, bahwa kami akan bertemu esok harinya di sekolah. Namun ia tak pernah datang. Kemudian saya tahu, bahwa seluruh keluarganya terbunuh pada malam Purge itu dan ia putus sekolah karena obsesinya untuk membalas dendam ...”

“Saya hanya berharap bisa bertemu dengannya lagi dan mengatakan bahwa tragedi yang menimpanya malam itu menjadi motivasi saya untuk menyelesaikan sekolah hukum saya dan terjun ke karier politik. Saya berusaha keras agar The Purge dihilangkan, agar hatinya merasakan sedikit kedamaian dan tak ada anak-anak lain yang harus mengalami kepahitan seperti yang ia rasakan. “

Aulia nyaris terisak saat mengatakannya. Mata Sandi sendiri berkaca-kaca saat melihat gadis pujaan itu lagi di layar televisi.

“Saya hanya ingin mengatakan pada masyarakat, bahwa The Purge bukanlah jawaban! Sebuah dendam yang dibalaskan hanya akan menimbulkan dendam lain dan menciptakan sebuah siklus yang tak ada akhirnya. Orang tua saya sendiri terbunuh dalam Purge ketika saya kecil, namun saya sama sekali tak menaruh dendam. Sandi, jika kau mendengarnya, maafkanlah mereka juga yang telah membunuh orang tuamu.” gadis itu menatap ke arah kamera, seolah-olah tengah berbicara langsung pada Sandi.

“Bantulah saya dalam pemilu tahun depan. Di Election Year tahun depan, pilihlah partai kami supaya kami bisa menghentikan pelaksanaan The Purge untuk selamanya dan mengubah negeri ini.”

Siaran itu tiba-tiba terputus dan muncullah para presenter berita malam itu, Yuli dan Darmas yang kembali ke pakaian rapi mereka.

“MAAF MAAF TADI DIBAJAK!!!” seru mereka dengan panik.

“Tapi siaran kami kembali normal. Maaf atas ketidaknyamanan ini.”

“Tadi adalah kampanye dari partai sebelah. Perlu diingat juga, Rekan Yuli ... kami mendapatkan kabar bahwa salah satu Founding Father kita yakni Foo, telah tewas terbunuh malam tadi dalam sebuah serangan senjata pemusnah massal di apartemennya.”

“Pihak dari dalam pemerintahan menginformasikan bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh Partai Pembebasan The Purge dan kroni mereka. Huh, dasar partai anarkis!” maki Darmas.

Ya, rekan Darmas! Tepat sekali, mereka banyak melakukan black campaign, termasuk tadi, meretas broadcast resmi pemerintah demi propaganda mereka.”

“Saya nggak ngerti kenapa The Purge, hari yang paling ditunggu-tunggu selama setahun penuh, harus dihilangkan!”

“Omong-omong soal The Purge, sudah berapa orang yang Anda bunuh tahun ini? Ingat, dengan membunuh berarti Anda sudah membantu menyukseskan program pengendalian populasi penduduk dari pemerintah!”

“Dan rekan Yuli, masih ada 30 menit sebelum The Purge berakhir. Apa yang kira-kira akan Anda lakukan?”

“Kalau saya sih ...” Yuli melepaskan sabuk yang dikenakannya dan tiba-tiba mencekik rekannya, Darmas dari belakang, “GUE BAKALAN BUNUH ELU, B*NGS*T! BERANI-BERANINYA LU COLEK-COLEK GUE PAS OFF AIR TADI!!!”

AAAAAAK! LEPASKAN!” Darmas meronta dan mereka berdua-pun bergelut di tengah acara live.

“Kak Bagus ...” Fira menghampiri Bagus yang kini terkapar di lantai rumahnya, “Kak Bagus terluka?”

Sandi menunduk dan baru menyadari darah mengucur deras dari perut Bagus.

“Kau tertembak? Kapan?”

“Pasti saat Kak Bagus berusaha melindungi Fira tadi, ya kan?” tangis gadis itu. Iapun mulai terisak.

“Kumohon ...” Bagus menatap pemuda itu, “Jika kau mau membunuhku, lakukanlah dengan cepat ...”

Namun Sandi malah menjatuhkan pisaunya dan mengulurkan tangannya.

“Ayo, akan kubawa kau ke rumah sakit.”

***

Sandi masih berjalan sambil membopong tubuh Bagus, sementara itu Fira berlari di depan mereka.
“Lihat! Ada mobil!” tunjuk Fira. Sebuah mobil memang terparkir di depan apartemen mereka. Namun langkahnya terhenti begitu ia melihat sebuah syal terselip di pintu bagasi mobil mereka. Dengan perlahan, Fira membuka bagasi itu penuh rasa cemas dan …

“AAAAAAA!!! IBUUUU!!! TIDAAAAAK!!!” jeritnya begitu melihat mayat ibunya tergeletak di dalam bagasi mobil itu.

“Astaga!” Egi menghampiri mereka, diikuti oleh Tara di belakangnya, “Aku sampai lupa padanya! Dia pasti kehabisan napas di dalam sana!”

“Seragam SMA?” Bagus menatap mereka dengan heran, “Jangan bilang kalian adalah Dilan dan Milea yang sedang viral itu?”

“Biarkan saja! Wanita itu sudah membantu Ratu Ilmu Hitam untuk membunuh adikku!” Tara berkata. Namun matanya membelalak begitu melihat kedua mata Fira. Mata gadis cilik itu ... ya tak salah lagi, itu adalah mata Kanti.

“Itu mata adikku! Kembalikan!!!” jeritnya.

“Kau yang membunuh ibuku!!!” jerit Fira balik.

“Dia duluan yang membunuh adikku, Kanti!” balas Tara. “Dia layak mati!”

“Kanti? Maksudmu gadis yang menabrakku dan meninggalkanku untuk mati di tengah jalan?”

“Apa?” jerit Tara yang sama sekali tak menduga jawaban itu. “Apa maksudmu? Adikku tak pernah ...”

“Ya, malam itu dia mengendarai mobil. Ia bahkan tak punya SIM, namun ia malah melakukan Keke Challenge dan akhirnya menabrakku. Ia lalu melarikan diri dan membiarkanku untuk mati di sana. Akibat kecelakaan itu, aku menjadi buta!”

“Mustahil, Kanti tak pernah ...” kemudian Tara teringat, beberapa tahun lalu ia memang pernah memergoki adiknya membawa mobil tanpa izin. Ia juga melihat bercak darah di bemper depan, namun adiknya mengatakan bahwa itu hanyalah hewan yang ia tabrak.

“Kan ... Kanti setega itu melakukannya?” Tara seakan tak percaya.

“Dan kau ... kau tega membunuh ibuku ...” jerit Fira tak terima.

“Sudahlah, hentikan semua ini!” seru Sandi, “Tak ada gunanya saling membalas dendam. Kita akhiri saja semua ini, oke?”

“Dia benar, Tara.” Egi mencoba bicara pada kekasihnya, “Kau sudah lihat kan akibat aksi balas dendammu? Semua ini tak berjalan seperti yang kau pikirkan! Ikhlaskan saja semua ini dan mari kita mulai hidup yang baru.”

Tara tahu The Purge baru akan berakhir beberapa menit lagi, namun akhirnya ia menurunkan senjatanya. Fira juga mengikutinya.

“Kumohon, bawa dia ke rumah sakit. Dia tengah terluka parah.” pinta Sandi.

“Tentu saja, letakkan dia ke dalam mobil!” sahut Egi. Sandi-pun membaringkan Bagus di atas kursi belakang mobil.

“Mau kemana kau?” tanya Egi ketika melihat Ratna melangkah pergi.

“Melihat fajar menyingsing.” ucap gadis itu penuh teka-teki.


BERSAMBUNG




No comments:

Post a Comment