Sunday, December 8, 2019

REVIEW NETFLIX'S DOCUMENTARY: “FYRE: THE GREATEST PARTY THAT NEVER HAPPENED”


Gara-gara gue tertarik banget sama kasus Fyre, gue akhirnya memutuskan nonton film dokumenter tentang festival ini. Nggak tanggung-tanggung, film ini diproduseri oleh layanan streaming raksasa, Netflix. Dokumenter berjudul “Fyre: The Greatest Party That Never Happened” ini menceritakan dari awal mula terbentuknya Fyre, yang sebenarnya adalah perusahaan start-up aplikasi, hingga ide CEO-nya, yakni Billy McFarland dan Ja Rule untuk membuat pesta sejagad yang akhirnya gagal total tersebut. Bisa dibilang, ini adalah salah satu film dokumenter paling menghibur yang pernah gue lihat.


Kapan sih terakhir kali kalian nonton film dokumenter? Jangan-jangan malah belum pernah?Gue nggak akan nyalahin kalian guys, soalnya kalo mendengar kata “film dokumenter” pasti yang terbayang rasa bosan ya? Biasanya kisah-kisah nyata yang diangkat di film dokumenter emang nggak seapik dan semenarik fiksi. Gue sendiri sebenarnya juga bukan penikmat film dokumenter. Namun film ini membuat gue berubah pikiran. Ternyata film dokumenter bisa dibuat menghibur, apalagi jika kita sudah tertarik duluan dengan isinya.

Dalam sejarah blog ini selama 8 tahun, baru kali ini lho gue mereview film dokumenter. Makanya dijamin film kali ini bakalan unik banget.


Jika kalian udah baca artikel dua seri gue tentang Fyre Festival” pastinya kalian udah nggak asing lagi dengan kasus ini. Fyre Festival adalah pagelaran musik akbar yang dipromosikan oleh para selebgram dan influencer serta menjanjikan pengalaman tak terlupakan di pulau eksotik di Bahama. Namun kenyataannya, pesta yang digawangin Billy McFarland dan rapper Ja Rule ini berujung nista ketika segala kemewahan yang mereka janjika justru jadi “zonk” bagi mereka yang sudah telanjur membeli tiketnya. Namun bedanya, jika Fyre Festival kerap diberitakan sebagai sebuah candaan yang menyindir kaum milenial, maka film dokumenter ini akan lebih jauh mengupas sisi para manusia yang berada di balik produksi festival “tergagal” sepanjang masa ini.

Yup, that's their toilet

Perlu diingat bahwa dokumenter “Fyre” ala Netflix diproduksi oleh Jerry Media, yakni perusahaan yang menangani promosi Fyre Festival di medsos dan MATTE Projects yang menangani video promosi Fyre Festival. Karena adanya orang-orang “dalam” ini, maka film inipun mengulik lebih dalam tentang proses “behind the scene” yang membawa kegagalan bagi produksi festival musik yang seharusnya menjadi yang terakbar sepanjang masa ini.

Film ini menampilkan proses “behind the scene” dari video promosi Fyre Festival yang kontroversial. Terungkap bahwa Billy sama sekali tak memiliki ide dan visi tentang bagaimana video ini akan diproduksi. Ia hanya menyuruh para kru untuk menyorot para model instagram tengah bersenang-senang di video itu. Dan di sinilah masalah pertama muncul. Billy mulai menampakkan egonya dengan memecat anak buahnya yang berbeda visi, bahkan berani mengatakan bahwa Fyre Festival sejatinya ditakdirkan untuk gagal.

Disinilah terlihat “toxic positivity” yang berusaha didogmakan Billy kepada anak-anak buahnya. Ia menganggap semua masalah pasti akan selesai dan mengajak semua yang bekerja dalam Fyre Festival untuk melihat sisi positif dari semua masalah yang mereka hadapi. Celakanya, sikap Billy itu hanya mengabaikan masalah yang benar-benar ada tanpa mau melihat sisi-sisi negatif yang sebenarnya sudah sejak awal bermunculan.

Gue belajar banyak dari film dokumenter ini. Pertama, gue kagum dengan kaum “millenial” yang bekerja untuk Billy. Mereka teramat muda, namun pekerja keras. Ada seorang pemuda yang baru berusia 20 tahun, namun ia disuruh untuk mem-booking para artis yang akan tampil di Fyre Festival itu. Di umurnya yang masih semuda itu, ia belum pernah berbicara dengan artis secara langsung, apalagi melakukan hal semacam itu. Namun ia akhirnya bisa melakukannya (walaupun katanya ia harus membatalkan beberapa aksi karena biaya yang mereka minta amat tinggi). Semangat mau belajar dan nggak mudah menyerah kayak beginilah yang seharusnya dimiliki kaum muda saat ini.


Sayang, mereka bekerja dengan orang yang salah. Seandainya Billy mau mendengar feedback dari anak-anak muda luar biasa yang bekerja dengannya, mungkin saja Fyre Festival bisa berhasil, atau minimal tak segagal seperti yang diberitakan.  

Billy McFarland, is he a genius? Or a psychopath?

Salah satu sifat lain yang gue tangkap adalah betapa manipulatif dirinya terhadap orang-orang di sekitarnya. Kasus yang jelas adalah yang menimpa Andy King (kalian akan tahu begitu nonton film dokumenternya). Padahal, dari luar Billy terlihat seperti sosok pemimpin yang sewajarnya. Ia murah senyum, berbicara amat ramah (walaupun dikejar-kejar wartawan pasca-Fyre Festival, ia tetap menyapa mereka dan mengatakan terima kasih, walau kehadiran mereka bak paparazzi yang menganggu), serta selalu bersikap positif dalam menghadapi berbagai problem (sayangnya, seperti kata gue tadi, a toxic kind of positivity).

Ada satu hal yang menurut gue kurang beres tentang cowok satu ini, yakni caranya berbicara. Sepanjang film ini kalian akan menyadari bahwa Billy selalu berbicara dengan nada yang sama, apakah di depan teman-temannya, di depan wartawan yang menekannya. Kita bahkan nggak tahu “mood” Billy kala itu karena nada berbicaranya yang selalu sama. Singkat kata, Billy tak pernah menunjukkan perasaan aslinya sama sekali dan menggantinya dengan keramahan, apapun situasi yang dihadapinya.

Ini tentu sekilas membuat Billy terlihat sebagai teman yang baik dan bisa dipercaya, namun gue bertanya-tanya. Apakah sikap ini justru sifat seorang psikopat yang tak mau menunjukkan perasaannya?


Sifat manipulatif Billy mulai terkuak setelah kasus penipuannya (yang tak hanya lagi tentang Fyre) mulai terkuak satu demi satu. Jati dirinya yang asli mulai terbongkar. Selama ini ia hanya memanfaatkan teman-temannya. Satu cerita yang miris banget bahkan membekas di benak gue adalah pengakuan salah satu karyawannya, dimana ia amat menghormati Billy dan menganggapnya sebagai saudara, bahkan mengajaknya makan malam bersama keluarganya. Namun ternyata Billy menggunakan kartu kreditnya dan membuatnya berhutang puluhan ribu dollar (setara ratusan juta rupiah) demi kepentingan pribadinya.

He's the best part of this documentary

Dokumenter ini bisa membuat kita tertawa terbahak-bahak (terutama pas pengakuan Andy King yang selalu kebagian nasib ngenes) hingga hampir menangis karena sedih (terutama pas wawancara sang wanita pemilik katering), bahkan tegang bak film thriller (gue suka banget adegan transisi saat kegagalan Fyre Festival yang awalnya membuat kita geli tiba-tiba berubah menjadi serius ketika FBI mulai terlibat). Dan yang jelas, seperti ada “mini-sekuel” di dalamnya dimana gue mengira film ini bakalan berakhir, tapi ternyata masih Billy masih “berulah” (sampai gue mikir, “Oh boy, here we go again”).

Singkat kata, gue sangat merekomendasikan film dokumenter ini. Jalan ceritanya amat menghibur dan kita bisa belajar banyak dari film ini. Gue kasih 5 CD berdarah untuk film ini dan berbeda dengan film-film bagus lain yang pernah gue tonton, gue benar-benar berharap film ini nggak akan ada sekuelnya. And I also hope you won't meet a guy like Billy in the future.


SUMBER GAMBAR: IMDB, Youtube (kecuali gambar CD berdarahnya of course)


4 comments:

  1. Film dokumenter ga selamanya ngebosenin lho... justru film-film dokumenter alam, terutama dari National Geographic kadang lebih seru dan menegangkan dari film action dan lebih gore dari film horor.

    Tapi, tragis banget ya nasib para pegawainya si Billy. Padahal masih muda dan pinter. Tapi kalo calon boss tau mereka salah satu kru Fyre Festival, pasti deh kemungkinan diterima merosot banget, bahkan mungkin kaga dipercaya soalnya dikirain scammer juga

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan khawatir, liat deh artikel2 ini

      https://www.eonline.com/photos/26846/the-faces-of-the-fyre-festival-documentaries-what-are-they-up-to-now

      mereka baik2 aja kok, soalnya mrk emang anak2 muda yg kualitasnya bagus, jadi tetep eksis

      Delete
  2. Kemarin nonton filmnya, karena sebelumnya udah baca blogpost di sini jadi udah tau garis besarnya gimana, tapi kaget banget pas bagian Andy :((
    Dia udah bertahun-tahun ikut si Billy, nge-handle puluhan acaranya, tapi malah (menurutku) dilecehkan terang2an. Tau sih sogokan macam itu udah biasa, tapi tetep aja greget. Andy-nya mau lagi :"(((. Atau mungkin justru karena udah ikut Billy lama jadi dia ngerasa punya tanggung jawab untuk ngiyain ya?

    Paling kasian sama pegawainya, ga kebayang pusingnya kayak apa harus menuhin permintaan bos yg mustahil plus mereka juga yg pertama dicaci maki peserta/partner sebelum ke Billy kan :((

    ReplyDelete
  3. Terakhir gw nonton dokumenter itu beberapa bulan yang lalu, nonton flat earther coba buktiin bumi itu datar pake peralatan mahal yg dia beli sendiri tapi jadinya malah ngebuktiin sebaliknya

    ReplyDelete