Sunday, December 8, 2019

REVIEW (2/2) AMERICAN HORROR STORY 1984: DAN PLOT TWIST SESUNGGUHNYA ADALAH ....



Dua bulan kemarin gue mereview season terbaru “American Horror Story” (AHS), yakni “1984” dengan pujian selangit. Memang gue akui pengalaman menonton AHS 1984 hingga episode keempat merupakan salah satu pengalaman terbaik yang pernah gue dapatkan dari serial horor. Terutama di episode keempat dimana banyak plot twist yang membuat gue menganga dan jalan ceritanya tiap episode juga nggak bisa diduga dengan pengkhianatan beberapa cast yang semula gue pikir baik tapi eh ternyata jahat. 

Akan tetapi sayang, episode berikutnya hingga ke season finale di episode ke-9 ternyata (plot twist juga!) jauh dari harapan gue. Episode-episode berikutnya justru malah terasa sebagai antiklimaks terhadap serial yang sebenarnya sudah diawali dengan baik ini. Alhasil, gue kecewa berat.


Buat kalian yang belum tahun, season terbaru AHS ini merupakan homage bagi film-film slasher ala 80-an. Bersetting di era 80-an, serial ini menceritakan sekelompok anak muda yang harus berhadapan dengan (sekelompok) pembunuh berantai gila yang meneror kamp musim panas mereka. Serial ini memang nggak malu-malu membuat kita bernostalgia pada film-film slasher yang melegenda, semacam “Halloween” hingga “Friday The 13th”. Banyak sekali konsep yang dipinjam dari film-film tersebut, mulai dari pembunuh yang melarikan diri dari rumah sakit jiwa hingga kabin di tepi danau yang dihantui psikopat. Belum lagi ada sedikit sisi supranatural hingga plot twist-plot twist ala “Game of Thrones” yang juga diracik ke dalam cerita sebagai bumbu pemanis.

Berpotensi emang, namun kenyataannya episode-episode berikutnya setelah episode keempat justru berantakan menurut gue. Serial ini dibagi menjadi dua bagian, dimana di tengah-tengah, yakni episode keenam, dirancang sebagai sekuel episode sebelumnya (meniru gaya film-film slasher 80-an yang biasanya emang punya sekuel hingga berjilid-jilid). Ada begitu banyak tokoh di serial ini yang setelah bagian kedua, nggak tau mau diapain. Tokoh-tokoh baru diperkenalkan, tapi mereka sama sekali nggak punya peranan penting dan gue sendiri nggak paham apa gunanya mereka di situ. Plot twist yang gue tunggu-tunggu pun nggak kunjung datang karena jalan ceritanya datar-datar aja, klimaksnya juga sangat membosankan. Endingnya pun terlalu happy ending menurut gue, which is dalam bahasa film horor biasanya malah mengecewakan.


Namun nggak bisa gue pungkiri, tetap ada sih unsur-unsur yang bagus di serial ini (walaupun nggak sebanyak episode-episode sebelumnya yang pernah gue bahas). Penampilan Billie Lourd sebagai Montana bagi gue tetap memukau. Bahkan menurut gue dia satu-satunya aktris yang bersinar di film ini, bahkan ngalah-ngalahin pesona Emma Roberts sebagai sang bintang utama. Gue juga suka banget ama plot tentang sosok hantu wanita bergaun putih yang gue rasa epic banget (sayang nggak diperkenalkan semenjak awal) yang menurut gue lebih menarik ketimbang pembunuh berantai lain seperti Mr Jingles dan Richard Ramirez. Pemerannya, Lily Rabe juga amat cantik dan aktingnya pas banget untuk memerankan sosok ini.

Seperti gue singgung, jalan cerita AHS 1984 dari episode kelima hingga pamungkasnya memang nggak memiliki plot twist yang mind-blowing. Namun letak plot twist terbesar serial ini justru tidak terletak pada alur cerita maupun naskahnya, melainkan pada identitas salah satu pemerannya. 

Setelah gue membaca beberapa artikel, gue jadi tahu bahwa salah satu aktris pemeran serial ini, yakni Angelica Ross (yang berperan sebagai Suster Rita) ternyata adalah ...


Get ready ...


Ternyata dia ....


Yup guys, ternyata dia adalah cowok.


JRENG JRENG JRENG!!! 

Angelica ternyata adalah aktris transgender yang mengubah jenis kelaminnya dari laki-laki menjadi perempuan. Gue sama sekali nggak nyangka, sebab dari episode pertama gue mengira dia adalah cewek tulen. Bahkan awalnya gue mengira Donna ini diperanin Angela Basset, soalnya suara dan penampilannya sangat mirip. Well, that's the jawdropping plot twist that I've been waiting for LOL.

Either way, setelah skor 5 CD berdarah yang gue berikan di episode-episode awal serial ini, kali ini gue cuman ngasi skor 2,5 CD berdarah buat episode-episode berikutnya, bener-bener cuman membuang-buang waktu gue aja. 


Fakta ini juga makin membuat gue NGGAK tertarik untuk melirik season-season AHS lain. Tapi tetap saja AHS 1984 ini nggak membuat gue kecewa-kecewa amat, sebab berkat serial ini gue mengenal ada aktris sekaliber Bille Lourd yang mulai sekarang jadi salah satu idola gue. She's the best thing in this goddamn series.


1 comment:

  1. Gue juga emg lebih suka perannya Billie di season ini sih dibanding peran dia di season sebelumnya.

    ReplyDelete