Sunday, October 27, 2019

BARA MISTERI YANG TAK KUNJUNG PADAM: SPONTANEOUS HUMAN COMBUSTION, MISTIS ATAUKAH SAINS?



Kita bisa membayangkan raut kegembiraan yang tak terperikan di wajah Rajeshwari Kaman, seorang ibu muda berusia 23 tahun yang baru saja melahirkan anak laki-laki. Bayi itu diberi nama Rahul. Namun kegembiraan yang estatik itu berakhir tragis ketika tiba-tiba, sembilan hari kemudian, ia mendengar tangisan bayinya. Betapa terperangahnya ketika ia melihat tubuh anaknya kini dilalap api. Bara api berkobatrdi perut dan lutut kanannya. Mendengar teriakan sang istri, suaminya bergerak dengan cepat untuk berusaha memadamkannya dengan handuk.

Ketika tiba di rumah sakit, kecurigaan sang dokter pun tersulut pada orang tuanya. Mungkinkah bayi malang itu dibakar oleh orang tuanya sendiri? Namun dari kesaksian tetangga yang ikut melihat kejadian itu, api tiba-tiba saja muncul di tubuh bayi itu, memicu sang dokter untuk mengambil kesimpulan bahwa hanya satu hal yang mungkin menyebabkan ini semua. Sebuah kasus aneh yang disebut sebagai “Spontaneous Human Combustion”, dimana api tiba-tiba muncul dari dalam tubuh seseorangnya dan melalapnya, seringkali akhirnya menyisakan abu dan sisa tubuh yang telah hangus.

Rahul selamat, namun malangnya, akibat kejadian itu, keluarganya diusir dari desa mereka di Tamil Nadu, India. Penduduk desa beranggapan, apa yang terjadi pada bayi itu adalah “pertanda buruk”, bahkan tak sedikit yang menganggap bayi itu “iblis” yang bisa membakar habis desa mereka. Namun benarkan anggapan mereka? Apakah yang menimpa bayi itu adalah peristiwa mistis? Ataukah semuanya bisa dijelaskan dengan sains dan akal sehat?

Pembaca, inilah Dark Case untuk kali ini.



Spontaneous Human Combustion” (mulai kali ini akan gue singkat SHC) merupakan fenomena yang sudah dikenal lama di dunia medis semenjak 1746. Kala itu Paul Rolli mengangkat kasus kematian misterius seorang bangsawan bernama Countess Cornelia Zangheri Bandi. Wanita berumur 62 tahun itu ditemukan oleh pelayannya telah terbakar habis, hanya menyisakan lingkaran abu berserta tiga jari yang hangus, sepasang kaki dari lutut ke bawah (yang anehnya masih mengenakan stoking), dan sebagian dari tengkoraknya. Ruangan dimana Countess tewas secara misterius pun penuh dengan arang, namun tak ada yang terbakar di ruangan itu selain tubuh sang Countess. Barang-barang di sekitarnya pun masih utuh. Sang pelayan kemudian bersaksi bahwa semalam sebelum ditemukan meninggal, sang Countess yang merupakan penggila vodka tengah mabuk berat. Alkohol kemungkinan masih berada dalam aliran darahnya kala itu dan menyebabkan peristiwa “pembakaran spontan” itu, begitu kesimpulan sang dokter yang memeriksa kematiannya.

SHC merupakan peristiwa langka. Selama 300 tahun terakhir, baru dapat dikompilasi 200 kasus serupa yang sama misteriusnya dengan kematian sang Countess. Pada 1951, seorang wanita berusia 67 tahun bernama Mary Reeser ditemukan terbakar habis di rumahnya. Lagi-lagi, tubuhnya hanya menyisakan sebuah kaki, sementara bagian tubuhnya yang lain habis meninggalkan abu. Kursi dimana ia duduk juga hancur. Dalam penyelidikan, detektif yang menangani kasus tersebut menemukan bahwa suhu ruangan mampu mencapai 2.000 derajat Celcius saat kebakaran terjadi. Hal itu tak masuk akal sebab selain mayat Mary yang hangus serta kursinya, tak ada bagian lain dari ruangan itu yang terbakar. Karena Mary dikenal sebagai perokok berat, polisipun menyimpulkan kematiannya karena tersulut bara rokok, walaupun penjelasan itu tetap tidak memuaskan.

Pada 1970, seorang janda berusia 89 bernama Margaret Hogan di Dublin juga ditemukan habis terbakar, kali ini menyisakan dua kakinya, tepat dari bawah lutut. Lagi-lagi, seisi ruangan masih terlihat utuh, tak tersentuh oleh api. Pada 1980, sisa-sisa tubuh seorang pria berusia 73 tahun bernama Henry Thomas juga ditemukan di ruang tamunya. Hanya kedua kakinya yang masih mengenakan potongan celana panjang serta sepasang kaos kaki yang tersisa. Kursi yang didudukinya pun hanya separuh terbakar. Pada 2010, kasus lain terjadi ketika Michael Faherty yang berusia 76 tahun juga mengalami hal serupa. Sang dokter yang menanganinya hanya menuliskan “spontaneous human combustion” di laporan koronernya.

Kasus terbaru (dan yang paling aneh) adalah kasus yang menimpa John Nolan, pensiunan berusia 70 tahun yang tiba-tiba terbakar secara spontan ketika ia tengah melangkah di jalanan kota London. Peristiwa itu disaksikan oleh puluhan saksi mata yang kemudian berusaha memadamkan api yang membakar tubuhnya. Sayangnya, ia kemudian meninggal di rumah sakit karena 65% tubuhnya mengalami luka parah yang parah.



Namun apa yang menyebabkan tubuh manusia, bahkan ketika ia tengah berjalan di keramaian, tiba-tiba tersulut api? Apakah sesuatu dari dalam tubuhnya memicu hal tersebut?

Peristiwa SHC pernah dibahas di jurnal medis “Medical Jurisprudence” pada 1823 dan “British Medical Journal” tahun 1938, namun hingga kini tak ada seorangpun yang tahu apa penyebab sesungguhnya dari semua kejadian aneh itu. Semua pendapat ahli sepertinya setuju bahwa sebagian besar kasus SHC yang menyeruak ke permukaan memiliki ciri khas sebagai berikut:

1. Semua korbannya adalah pecandu alkohol
2. Biasanya korbannya berusia lanjut
3. Semua bagian tubuh habis terbakar, namun menyisakan kaki dan juga kadang, tangan
4. Api yang membakar habis tubuh korban umumnya tidak menyentuh barang-barang lain di sekitar korban, walaupun benda-benda tersebut terbuat dari bahan mudah terbakar.
5. Peristiwa itu menyisakan abu yang terlihat berminyak dan berbau tajam

Seorang peneliti bernama Joe Nickell dibantu temannya yang ahli forensik, John Fischer pada 1984 menyelidiki peristiwa-peristiwa SHC dengan serius. Kesimpulan mereka, sama sekali tak ada yang mistis dari kejadian aneh ini. Mereka beranggapan bahwa api yang membakar tubuh mereka berasal dari sumber panas eksternal, semacam lilin, lampu, perapian, dan lain-lain. Api dari tempat tersebut kemudian menyambar tubuh mereka, kadang melalui pakaian atau selimut yang mereka kenakan.

Namun mengapa para korban tak mencoba memadamkan api tersebut? Di sana alkohol berperan; bukan sebagai bahan bakar, namun karena korban terlalu mabuk untuk sadar bahwa dirinya terbakar. Para korban juga kebanyakan lansia; kemungkinan mereka mengalami stroke, serangan jantung, atau kelumpuhan sehingga tak mampu menghindar. Dalam beberapa kasus, kemungkinan korban tengah merokok dan api dari puntung mereka jatuh dan membakar tubuh mereka.

Namun mengapa api tidak membakar benda-benda lain di sekitar mereka? Beberapa pemadam kebakaran memberi penjelasan bahwa pada kenyataannya, api bergerak secara vertikal dan jarang horisontal, sehingga tak menyebar ke penjuru ruangan. Api yang dihasilkan oleh tubuh manusia-pun dianggap tak cukup untuk membakar seluruh ruangan.




Pertanyaan lain muncul, mengapa peristiwa itu selalu menyisakan kaki korban? Para ilmuwan mencoba menjelaskannya melalui apa yang disebut “wick effect”. Bayangkan sebuah lilin dengan sebuah sumbu di tengahnya yang disulut api, kemudian parafin disekitarnya membantu pembakaran tersebut dan meleleh. Seringkali, lilin yang terbakar habis selalu menyisakan bagian bawah. Sama halnya dengan manusia. Tubuh manusia terdiri atas simpanan lemak yang sesungguhnya mudah terbakar. Bagian kaki (atau kadang pula tangan) biasanya memiliki simpanan lemak yang lebih sedikit. Ketika api sampai di sana, bahan bakarnya sudah habis sehingga menyisakan bagian tersebut.

Para skeptis yang meragukan peristiwa SHC sebagai sesuatu yang supranatural dan tak percaya bahwa api bisa tersulut dari dalam tubuh manusia mengatakan, bahwa jika SHC benar-benar ada, mengapa peristiwa itu amat jarang terjadi? Ada 5 miliar orang kini di dunia, mengapa tak ada lebih banyak laporan tentang orang yang tengah berjalan dan tiba-tiba terbakar oleh api? Jika SHC benar-benar ada, maka dunia mungkin sudah dilanda kiamat sebab mungkin orang-orang yang tengah menonton pertandingan sepakbola atau bersantai minum kopi di kedai Starbucks tiba-tiba tewas terlalap api.

Namun justru gue malah berpikir yang sebaliknya. Jika memang penjelasan SHC semudah penjelasan Jon Nickell dan John Fischer seperti di atas, bahwa korban-korban di atas terbakar karena tubuhnya menangkap sumber api dari luar, seperti lilin atau puntung rokok, bukankah harusnya hal itu terjadi lebih sering? Ada berapa juta perokok di dunia ini namun mengapa kasus orang yang terbakar karena menangkap api dari rokoknya tidak lebih sering terjadi?

Mungkinkah SHC sebenarnya tak bisa dijelaskan semudah itu? Mungkinkah tubuh manusia, dalam kondisi tertentu yang mungkin langka, dapat tiba-tiba terbakar dari dalam dirinya? Dan pertanyaan yang lebih penting:

Mungkinkah hal itu suatu saat menimpa kita?

Bagi yang masih menyangsikan bahwa SHC bukan disebabkan oleh faktor luar, ada penjelasan medis lain yang boleh diterima, atau bisa juga tidak. Brian J. Ford memperkenalkan teori bahwa para korban SHC kemungkinan adalah penderita ketosis. Ketosis adalah kondisi dimana tubuh menghasilkan senyawa keton (salah satunya aseton, bahan yang biasa dipakai untuk melunturkan kuteks) yang mudah terbakar. Uniknya, ketosis biasanya diderita oleh para alkoholik. Peneliti lain bernama Lawrence Afrin berteori bahwa sebuah penyakit genetik bernama Mast Cell Activation Syndrome (MCAS) mungkin bisa menjadi “dalang” dibalik terjadinya SHC.



MCAS adalah sebuah kondisi langka dimana sel mast dalam tubuh kita menghasilkan sekitar 200 senyawa dalam tubuh yang bersifat mudah terbakar, salah satunya adalah hormon norepinephrine. Hal ini akan memicu reaksi berantai dalam tubuh dimana norepinephrine akan mengaktifikan protein yang disebut UCP-1 yang selanjutnya akan memicu proses oksidasi adiposa (sel lemak), dimana proses itu akan menghasilkan panas hingga 90 derajat Celcius. Ia mengambil contoh salah seorang pasiennya, penderita MCAS yang tiba-tiba “berasap” di hadapan para saksi mata.

Atau mungkin kalian lebih menerima teori penulis paranormal, Michael Harrison yang menyatakan bahwa di rumah yang konon dihuni poltergeist, api yang muncul secara tiba-tiba adalah hal yang biasa. Jadi mungkinkan SHC adalah perbuatan makhluk astral?

Apapun penjelasan yang kalian terima, fenomena SHC masihlah sebuah peristiwa yang dipandang sebelah mata oleh para akademisi. Tak banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari penjelasan logisnya. Semua pihak terasa “puas” hanya dengan penjelasan simpel tentang apa yang sebenarnya terjadi, tanpa memandang bukti-bukti lain yang kadang bertentangan dengan pendapat mereka. Kondisi Rahul semisal, ia masih bayi, tidak seperti korban lainnya yang sudah lansia, dan yang jelas bukan alkoholik? Dan keluarganya juga pasti tak seceroboh itu menaruh sumber api di dekat bayi laki-laki yang kehadirannya amat dihargai dan diharapkan dalam keluarga?

Sama seperti fenomena aneh yang tak bisa dinalar seperti hujan darah, dunia sains seolah menutup mata dan mengesampingkan hal-hal yang tak mampu mereka jelaskan. Apabila hal itu tak masuk akal, maka pastilah hal itu tidak terjadi. Kadang kita ingin menerima, bahwa semua hal yang terjadi di alam kita haruslah bisa dijelaskan dengan logika dan takut mengakui jika memang ada hal berada di luar nalar manusia. sama seperti SHC ini. Namun apapun perdebatan yang ada, tetap saja para korbannya adalah bukti nyata peristiwa ini.

Terlalu naif jika mengatakan peristiwa ini takkan terjadi lagi, mungkin pada kita sendiri atau orang-orang lain di sekitar kita. Dan ketika itu terjadi, mungkin hanya Tuhan yang tahu apa sebenarnya kebenaran di balik semua ini.

Sumber: Wikipedia

7 comments:

  1. Coba searching. Fire brigade of flame. Disitu ada tim khusus yg dibentuk buat menangani SHC ini

    ReplyDelete
  2. Kasusnya terlalu sedikit untuk dapat diteliti lebih lanjut...kesamaan dari setiap korban pun sangat sedikit...

    ReplyDelete
  3. Puyeng sendiri baca istilahnya bang hahaha

    ReplyDelete
  4. mungkin diserang banaspati

    ReplyDelete