Sunday, October 20, 2019

THE PURGE: MALAM PERTAMA – EPISODE 3




Malam ini adalah malam segala malam …”

Bagus hanya mengernyit ketika ia menyalakan televisi dan siaran langsung The Purge disiarkan oleh berbagai stasiun televisi.

Perhatian pemuda itu teralihkan ketika terdengar ketukan di pintunya.

“Kak Bagus …”

Ia segera bangkit dari sofanya begitu mendengar suara itu.

“Astaga, Syefira?”


Ia langsung membuka gembok yang mengunci pintunya satu demi satu dan menemukan gadis itu hampir menangis di depan pintunya.

“Papa dan mamaku masih belum pulang. Bolehkah aku menunggu di dalam?”

“Ten … tentu saja boleh …” Bagus segera mempersilakannya masuk dan kembali mengunci pintunya.

“Apa mereka tak menghubungimu?” tanya Bagus, “Kemana mereka terakhir pergi?”

Fira menggeleng, “Aku tak tahu. Katanya mereka akan segera kembali, tapi …”

“Sudahlah, jangan sedih! Ayo kita menonton televisi saja.”

Bagus segera mengganti channel yang menayangkan kekerasan. ”Nah ini ada musik!”

“Buat yang tak berpartisipasi di The Purge malam ini, jangan khawatir! Kami akan menayangkan hiburan untuk menemani waktu istirahat Anda!” dua host acara “Dahsyatnya Komunis” itu memulai pertunjukan. Mereka adalah Yuli dan Darmas yang telah berganti busana dari yang formal ke pakaian casual ala anak muda. Yuli memakai kaos berlambang palu, sementara Darmas memakai lambang arit, sehingga digabungkan akan membentuk lambang Pemerintahan Sosialis Indonesia.

“Sehabis ini kita akan menyaksikan penampilan dari Zalika, artis yang mendapat kehormatan menyanyikan lagu tema untuk The Purge tahun ini!”

“Ya benar. Lagu ini dijamin bakal lebih viral ketimbang lagu tema The Purge tahun-tahun kemarin, seperti ‘Mokad' dari Payung Teduh, ‘Ingin Kubunuh Pacarmu’ dari Ahmad Dhani, ‘Begitu Sadis Caramu (Membunuh Mantan-Mantanmu)’ dari Afgan, ‘The Purge Ini Membunuhku’ dari D’Masif, ‘Akte Kematian untuk Starla’ dari Virgoun, hingga ‘Malaikat Maut Juga Tahu’ dari Marcel.”

“Tapi lagu favorit saya adalah ‘Entah Apa yang Merasukimu (Apa Mungkin Badarawuhi)’ dari band Tomcat and The Ali Baba's yang menjadi lagu soundtrack The Purge tahun kemarin. Saya suka banget nuansa jazz dangdutnya.”

“Well, tanpa banyak basa-basi lagi, ayo kita dengarkan lagu tema tahun ini, yakni 'Kita Pasti Bisa!” dari Zalika!”

Penonton langsung bersorak. Dari balik panggung muncul sosok seorang penyanyi sexy bernama Zalika bersama dengan para dancernya. Para penarinya mengenakan budaya tradisional dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Mereka melambangkan persatuan dan kesatuan yang dijunjung tinggi di Republik Sosialis Indonesia dan juga propaganda bahwa The Purge didukung oleh berbagai etnis dan suku bangsa di seluruh Nusantara.
“Yo yo ayo … yo ayo yo yo ayo … yo ayo ….”

Penyanyi yang dikenal sebagai Shakira-nya Indonesia itu mulai menyanyi sambil menyibakkan rambut panjang bercat pirangnya dan bergoyang di atas panggung, kompak dengan para penarinya. Liriknya pun sangat sesuai untuk membangkitkan semangat di kala The Purge.

“Inilah saat yang kunanti
Hari ini akan kubuktikan 
Kuyakin ku kan menang
Ekspresikanlah dirimu
Pacu adrenalinmu
Raihlah senjatamu 
Janganlah takut atau ragu
Bersama kita pasti bisa
Janganlah kau menyerah
Bersama kita kan raih kemenangan!”

Zalika masih asyik menggoyangkan pinggulnya, sementara para penonton alay di studio mulai bangkit dan ikut berjoget. Tentu saja gerakan khas mereka adalah “kucek jemur kucek jemur”.

“Eaaaaak … Eaaaaak …. Eaaaaaak!!!”

“Para bintang tamu kita malam ini adalah para tiktokers dan youtubers yang sudah kami undang secara khusus untuk hadir di studio kami malam ini!” seru para host.

Kamera langsung menyorot para penonton alay tersebut.

“Eaaaaaaak … Eaaaaaaak!!!” mereka makin bersemangat ketika mereka disebut.

Bagus menepuk dahinya. Bukan tontonan yang mendidik sih. Ia benci sekali pada tiktokers yang memeras penggemar mereka dengan mengadakan meet up dengan tiket berharga ratusan ribu. Apalagi channel-channel YouTubers yang meraih jutaan views tapi hanya berisi prank dan pansos. Tapi itu masih lebih baik ketimbang Fira harus mendengar tentang kekejaman The Purge secara live dari berita televisi.

“Dan inilah puncak acara kita malam ini!”

Tiba-tiba saja tanpa peringatan, para penari yang berkostum tradisional mereka segera mengeluarkan senjata masing-masing. Yang berkostum Dayak segera mengeluarkan mandau, yang berkostum Jawa segera mengeluarkan keris, yang berkostum Papua segera mengeluarkan panah, yang berkostum Aceh segera mengeluarkan rencong dan lain-lain.

Mereka langsung menyerang dan membunuh para penonton alay tersebut dengan membabi buta. Teriakan segera terdengar bersahut-sahutan dari studio TV itu, diikuti bercak darah yang terciprat hingga kemana-mana, bahkan mengenai kamera.

“Yo yo ayo … yo ayo yo yo ayo … yo ayo ….” Zalika terus bernyanyi sambil berjoget, sama sekali tak mengindahkan pertumpahan darah di sekelilingnya. “Kita datang, kita bantai, kita begal!”

“Astaga!” Bagus segera mematikan TV-nya.

***

Para badut itu menyerang para tunawisma dengan keji. Sebagai orang-orang yang terpinggirkan, mereka menjadi mangsa empuk bagi para partisipan The Purge. Mereka tak bisa pergi ke polisi karena jika tertangkap, mereka harus membayar denda satu juta sesuai RUU yang baru.

“Hahahaha!” para badut itu asyik memburu mereka, namun tiba-tiba …

“DOR DOR DOR!!!” suara tembakan menggema. Para badut itu tersungkur terkena muntahan timah panas yang ditujukan kepada mereka.

“Siapa itu?” sang pemimpin mereka yang berpenampilan ala Pennywise tampak marah begitu ada yang menembaki anak buahnya. Para badut itu mencoba membalas, namun sebuah bom asap dilemparkan ke arah mereka. Para tunawisma itu segera mengambil kesempatan itu untuk kabur, sementara para badut pembunuh itu terbatuk-batuk dan tak bisa melihat akibat asap itu.

Dari balik asap itu, muncullah seorang gadis berpakaian seragam SMA, sembari mengenakan senjata berupa clurit yang sudah dimodifikasi menyerupai tongkat Sailor Moon supaya terlihat lebih girlie.

“Si … siapa kau?”

“Dimana dia!” Tara langsung mencengkeram kerah badut itu (yang kini lemas karena bom asap) dan menodongkan clurit itu ke arah matanya.

“A … apa yang kau katakan …”

“Kalian kan yang mencongkel mata adikku! Aku tahu kalian pelakunya!”

”A … apa yang kamu maksud?” teriak badut itu ketakutan.

“The Purge tahun lalu! Aku tahu kau pelakunya!”

“Kami bahkan tak ikut Purge tahun kemarin! Uhuk …” Badut Pennywise itu tersungkur ke tanah. “Kami dibooking di Ancol untuk memeriahkan acara live event pembunuhan massal di Sea World dengan hiu … uhuk … uhuk …”

Tara tercekam. Bom asap ini tak hanya senjata kimia yang mampu melemahkan lawannya. Asap itu juga mengandung zat yang mampu membuat siapapun yang menghirupnya berkata jujur. Dia juga baru ingat, tahun kemarin film “IT: Chapter Two” dan “Joker” sedang laris-larisnya, jadi tak heran jika badut-badut ini kebanjiran order untuk datang ke berbagai acara live event di Purge tahun lalu.

“Bu … bukan kalian? Lalu siapa lagi?” Tara merasa lemas. Usaha balas dendamnya gagal. Iapun berbalik dan meninggalkan badut itu, sementara asap yang ditimbulkan bom tadi mulai mereda.

Tanpa Tara ketahui, Pennywise di belakangnya mulai bangkit dan mengambil parang. Ia bersiap menghujamkannya ke tubuh gadis itu, namun ….

“CROOOOT!!!”

Sebilah trisula langsung menancap di tubuh badut itu. Sambil memuntahkan darah, badut itupun ambruk ke tanah, tak berdaya.

Tara langsung menoleh. Dari kabut yang tersibak, tampaklah Egi yang muncul dengan seragam SMA, senada dengan kekasihnya. Egi langsung mencabut trisulanya itu dari tubuh sang badut yang kini tak bernyawa.

“Lain kali hati-hatilah, Tara!” ujar Egi sembari menyimpan senjata khas yang terinspirasi oleh Finnick Hunger Games itu.

“Huh … badut-badut itu bukanlah pelakunya ….” Tara membuka bagasi mobilnya dan di dalamnya, terlihat seseorang meringkuk dengan mulut ditutup lakban dan tubuh terikat.

“KAU BOHONG PADAKU!” jeritnya murka.

“Sudah kubilang berpartisipasi di The Purge ini adalah ide buruk,” Egi menghampirinya, mencoba memadamkan emosinya, “Kita pulang saja. Toh, kita sudah punya dia …” liriknya pada orang yang mereka sekap di bagasi mobil, “Keparat ini juga bertanggung jawab atas kematian adikmu bukan? Itu sudah cukup.“

“Huh, dia hanya kroninya saja! Sebelum aku berhasil menangkap dalang di baliknya, itu belum cukup!!!”

“Permisi …”

Mereka menoleh. Dengan takut-takut, seorang tunawisma yang tadi tanpa sengaja mereka selamatkan keluar dari balik asap yang mulai mereda.

“Apa benar kau mencari pembunuh yang mencongkel mata adikmu pada Purge tahun kemarin?”

“Ya, apa kau tahu sesuatu?”

“Hmmm … setiap tahun memang ada banyak pembunuh berantai dengan modus spesifik yang berpartisipasi di The Purge. Namun aku tahu ada satu pembunuh yang suka mengeluarkan organ tubuh korbannya.”

Tara dan Egi saling berpandangan.

***

“TUNGGU!”

Aksi geng motor bertopeng itu terhenti. Tiba-tiba, sepasukan polisi elite berseragam hitam, LEGION, masuk ke kancah pertempuran itu.

“Li … lihat itu!” tunjuk Ariel dari dalam bus, “Polisi!”

“Mereka datang untuk menolong kita!” seru Shalsa dengan girang.

“Mus … mustahil …” Sandi curiga, “Bukankah The Purge sudah dimulai? Kenapa mereka membela kita?”

“Kenapa ini?” sang kepala geng yang mengenakan topeng kambing itu maju ke depan dengan geram, “Sirine sudah berbunyi dan kami juga sudah melakukan upacara penghormatan pada para Founding Fathers. Legal bagi kami untuk membunuh mereka.”

“Memang, namun kami mencium adanya pelanggaran aturan Purge,” Bewa menunjuk ke satu orang, “Yakni kau!”

Pak Madjid terhenyak ketika dirinya ditunjuk oleh polisi itu.

“A … apa maksudnya?” tanyanya dengan gagap.

“Kau menculik anak-anak di bawah umur. Itu termasuk tindak pidana dalam UU Anti Pedofil.” tunjuk Bewa, “Dan kau melakukannya tiga jam sebelum The Purge dimulai, jadi itu masih termasuk tindakan ilegal.”

“Ta .. ta … ta … tapi …” sopir itu terlihat ketakutan, “A … aku membutuhkan uangnya untuk anakku yang sakit leukimia …”

“Tak ada alasan. Menurut peraturan resmi The Purge, kau harus dibunuh! Dengan kekuatan yang diberikan Founding Fathers, kami akan menghukummu!” Bewa berpose.

“Ti … tidak! Jangan!” teriak pria tua itu, namun terlambat. Bewa sudah keburu memuntahkan timah-timah panah untuk mengoyak tubuhnya.

“DOR DOR DOR!!!” tubuh ringkih sopir itupun terbanting ke tanah, tak lagi bernyawa.

“Kak, apa kau tidak terlalu berlebihan?” seru Raga.

Namun Bewa malah tersenyum, “Penjahat itu pantas mendapatkannya!”

“Dan kalian …” perhatian kedua polisi itu mengarah pada pria bertanduk itu dan kawan-kawannya. “Siapa kalian? Geng Animal Planet?”

“Jangan menghina! Kami adalah ‘The Savages’!” balas pria bertopeng itu, “Dan kami tak melanggar peraturan The Purge. Kami datang setelah sirine itu berbunyi!”

“Mereka benar!” Bewa memandang Raga, “Biarkan mereka melakukan hak mereka.”

“Tapi …” Raga memprotes. Sejenak ia menatap anak-anak SMA yang menatapnya dari balik jendela bus dengan iba.

“Kita masih ada tugas, Rag! Ayo cepat kita pergi.”

Dengan enggan, Raga akhirnya melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu, diikuti para prajurit lainnya.

“Tu … tunggu! Jangan pergi!” jerit Aulia, “Tolong kami!”

Namun terlambat. Para anggota geng Savages itu kembali mengarahkan senjata mereka ke arah bus …

Dan mulai menembak.


BERSAMBUNG



11 comments:

  1. pas baca yo yo ayo....
    malah ngakak 😂😂

    ReplyDelete
  2. njiir Lagu Mokad dari Payung Teduh
    ������

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. Jangan lupakan lagu kuburan band- lupa-lupa ingat (lagu tentang pria alzeimer yg lupa hari the purge) hahahha

    ReplyDelete
  5. Iya..asli gw ngakak baca judul2 lagunya...dan youtuber sampah hahahah

    ReplyDelete
  6. Pengen beneran yutuber-yutuber itu dikumpulin di satu tempat terus ditembakin wkwk

    – TheEnd

    ReplyDelete