“Malam ini adalah
malam segala malam …”
Bagus hanya mengernyit
ketika ia menyalakan televisi dan siaran langsung The Purge disiarkan
oleh berbagai stasiun televisi.
Perhatian pemuda itu
teralihkan ketika terdengar ketukan di pintunya.
“Kak Bagus …”
Ia segera bangkit dari
sofanya begitu mendengar suara itu.
“Astaga, Syefira?”
Ia langsung membuka gembok
yang mengunci pintunya satu demi satu dan menemukan gadis itu hampir
menangis di depan pintunya.
“Papa dan mamaku masih
belum pulang. Bolehkah aku menunggu di dalam?”
“Ten … tentu saja
boleh …” Bagus segera mempersilakannya masuk dan kembali mengunci
pintunya.
“Apa mereka tak
menghubungimu?” tanya Bagus, “Kemana mereka terakhir pergi?”
Fira menggeleng, “Aku
tak tahu. Katanya mereka akan segera kembali, tapi …”
“Sudahlah, jangan sedih!
Ayo kita menonton televisi saja.”
Bagus segera mengganti
channel yang menayangkan kekerasan. ”Nah ini ada musik!”
“Buat yang tak
berpartisipasi di The Purge malam ini, jangan khawatir! Kami akan
menayangkan hiburan untuk menemani waktu istirahat Anda!” dua host
acara “Dahsyatnya Komunis” itu memulai pertunjukan. Mereka adalah
Yuli dan Darmas yang telah berganti busana dari yang formal ke
pakaian casual ala anak muda. Yuli memakai kaos berlambang palu,
sementara Darmas memakai lambang arit, sehingga digabungkan akan
membentuk lambang Pemerintahan Sosialis Indonesia.
“Sehabis ini kita akan
menyaksikan penampilan dari Zalika, artis yang mendapat kehormatan
menyanyikan lagu tema untuk The Purge tahun ini!”
“Ya benar. Lagu ini
dijamin bakal lebih viral ketimbang lagu tema The Purge tahun-tahun
kemarin, seperti ‘Mokad' dari Payung Teduh, ‘Ingin Kubunuh
Pacarmu’ dari Ahmad Dhani, ‘Begitu Sadis Caramu (Membunuh
Mantan-Mantanmu)’ dari Afgan, ‘The Purge Ini Membunuhku’ dari
D’Masif, ‘Akte Kematian untuk Starla’ dari Virgoun, hingga
‘Malaikat Maut Juga Tahu’ dari Marcel.”
“Tapi lagu favorit saya
adalah ‘Entah Apa yang Merasukimu (Apa Mungkin Badarawuhi)’ dari
band Tomcat and The Ali Baba's yang menjadi lagu soundtrack The Purge
tahun kemarin. Saya suka banget nuansa jazz dangdutnya.”
“Well, tanpa banyak
basa-basi lagi, ayo kita dengarkan lagu tema tahun ini, yakni 'Kita
Pasti Bisa!” dari Zalika!”
Penonton langsung
bersorak. Dari balik panggung muncul sosok seorang penyanyi sexy
bernama Zalika bersama dengan para dancernya. Para penarinya
mengenakan budaya tradisional dari berbagai suku bangsa di Indonesia.
Mereka melambangkan persatuan dan kesatuan yang dijunjung tinggi di
Republik Sosialis Indonesia dan juga propaganda bahwa The Purge
didukung oleh berbagai etnis dan suku bangsa di seluruh Nusantara.
“Yo yo ayo … yo ayo yo yo ayo … yo ayo ….”
Penyanyi yang dikenal
sebagai Shakira-nya Indonesia itu mulai menyanyi sambil menyibakkan
rambut panjang bercat pirangnya dan bergoyang di atas panggung,
kompak dengan para penarinya. Liriknya pun sangat sesuai untuk
membangkitkan semangat di kala The Purge.
“Inilah saat yang kunanti
Hari ini akan kubuktikan
Kuyakin ku kan menang
Ekspresikanlah dirimu
Pacu adrenalinmu
Raihlah senjatamu
Janganlah takut atau ragu
Bersama kita pasti bisa
Janganlah kau menyerah
Bersama kita kan raih kemenangan!”
Zalika masih asyik
menggoyangkan pinggulnya, sementara para penonton alay di studio
mulai bangkit dan ikut berjoget. Tentu saja gerakan khas mereka
adalah “kucek jemur kucek jemur”.
“Eaaaaak … Eaaaaak ….
Eaaaaaak!!!”
“Para bintang tamu kita
malam ini adalah para tiktokers dan youtubers yang sudah kami undang
secara khusus untuk hadir di studio kami malam ini!” seru para
host.
Kamera langsung menyorot
para penonton alay tersebut.
“Eaaaaaaak …
Eaaaaaaak!!!” mereka makin bersemangat ketika mereka disebut.
Bagus menepuk dahinya.
Bukan tontonan yang mendidik sih. Ia benci sekali pada tiktokers yang
memeras penggemar mereka dengan mengadakan meet up dengan tiket
berharga ratusan ribu. Apalagi channel-channel YouTubers yang meraih
jutaan views tapi hanya berisi prank dan pansos. Tapi itu masih lebih
baik ketimbang Fira harus mendengar tentang kekejaman The Purge
secara live dari berita televisi.
“Dan inilah puncak acara
kita malam ini!”
Tiba-tiba saja tanpa
peringatan, para penari yang berkostum tradisional mereka segera
mengeluarkan senjata masing-masing. Yang berkostum Dayak segera
mengeluarkan mandau, yang berkostum Jawa segera mengeluarkan keris,
yang berkostum Papua segera mengeluarkan panah, yang berkostum Aceh
segera mengeluarkan rencong dan lain-lain.
Mereka langsung menyerang
dan membunuh para penonton alay tersebut dengan membabi buta.
Teriakan segera terdengar bersahut-sahutan dari studio TV itu,
diikuti bercak darah yang terciprat hingga kemana-mana, bahkan
mengenai kamera.
“Yo yo ayo … yo ayo yo
yo ayo … yo ayo ….” Zalika terus bernyanyi sambil berjoget,
sama sekali tak mengindahkan pertumpahan darah di sekelilingnya.
“Kita datang, kita bantai, kita begal!”
“Astaga!” Bagus segera
mematikan TV-nya.
***
Para badut itu menyerang
para tunawisma dengan keji. Sebagai orang-orang yang terpinggirkan,
mereka menjadi mangsa empuk bagi para partisipan The Purge. Mereka
tak bisa pergi ke polisi karena jika tertangkap, mereka harus
membayar denda satu juta sesuai RUU yang baru.
“Hahahaha!” para badut
itu asyik memburu mereka, namun tiba-tiba …
“DOR DOR DOR!!!” suara
tembakan menggema. Para badut itu tersungkur terkena muntahan timah
panas yang ditujukan kepada mereka.
“Siapa itu?” sang
pemimpin mereka yang berpenampilan ala Pennywise tampak marah begitu
ada yang menembaki anak buahnya. Para badut itu mencoba membalas,
namun sebuah bom asap dilemparkan ke arah mereka. Para tunawisma itu
segera mengambil kesempatan itu untuk kabur, sementara para badut
pembunuh itu terbatuk-batuk dan tak bisa melihat akibat asap itu.
Dari balik asap itu,
muncullah seorang gadis berpakaian seragam SMA, sembari mengenakan
senjata berupa clurit yang sudah dimodifikasi menyerupai tongkat
Sailor Moon supaya terlihat lebih girlie.
“Si … siapa kau?”
“Dimana dia!” Tara
langsung mencengkeram kerah badut itu (yang kini lemas karena bom
asap) dan menodongkan clurit itu ke arah matanya.
“A … apa yang kau
katakan …”
“Kalian kan yang
mencongkel mata adikku! Aku tahu kalian pelakunya!”
”A … apa yang kamu
maksud?” teriak badut itu ketakutan.
“The Purge tahun lalu!
Aku tahu kau pelakunya!”
“Kami bahkan tak ikut
Purge tahun kemarin! Uhuk …” Badut Pennywise itu tersungkur ke
tanah. “Kami dibooking di Ancol untuk memeriahkan acara live event
pembunuhan massal di Sea World dengan hiu … uhuk … uhuk …”
Tara tercekam. Bom asap
ini tak hanya senjata kimia yang mampu melemahkan lawannya. Asap itu
juga mengandung zat yang mampu membuat siapapun yang menghirupnya
berkata jujur. Dia juga baru ingat, tahun kemarin film “IT: Chapter
Two” dan “Joker” sedang laris-larisnya, jadi tak heran jika
badut-badut ini kebanjiran order untuk datang ke berbagai acara live
event di Purge tahun lalu.
“Bu … bukan kalian?
Lalu siapa lagi?” Tara merasa lemas. Usaha balas dendamnya gagal.
Iapun berbalik dan meninggalkan badut itu, sementara asap yang
ditimbulkan bom tadi mulai mereda.
Tanpa Tara ketahui,
Pennywise di belakangnya mulai bangkit dan mengambil parang. Ia
bersiap menghujamkannya ke tubuh gadis itu, namun ….
“CROOOOT!!!”
Sebilah trisula langsung
menancap di tubuh badut itu. Sambil memuntahkan darah, badut itupun
ambruk ke tanah, tak berdaya.
Tara langsung menoleh.
Dari kabut yang tersibak, tampaklah Egi yang muncul dengan seragam
SMA, senada dengan kekasihnya. Egi langsung mencabut trisulanya itu
dari tubuh sang badut yang kini tak bernyawa.
“Lain kali hati-hatilah,
Tara!” ujar Egi sembari menyimpan senjata khas yang terinspirasi
oleh Finnick Hunger Games itu.
“Huh … badut-badut itu
bukanlah pelakunya ….” Tara membuka bagasi mobilnya dan di
dalamnya, terlihat seseorang meringkuk dengan mulut ditutup lakban
dan tubuh terikat.
“KAU BOHONG PADAKU!”
jeritnya murka.
“Sudah kubilang
berpartisipasi di The Purge ini adalah ide buruk,” Egi
menghampirinya, mencoba memadamkan emosinya, “Kita pulang saja.
Toh, kita sudah punya dia …” liriknya pada orang yang mereka
sekap di bagasi mobil, “Keparat ini juga bertanggung jawab atas
kematian adikmu bukan? Itu sudah cukup.“
“Huh, dia hanya kroninya
saja! Sebelum aku berhasil menangkap dalang di baliknya, itu belum
cukup!!!”
“Permisi …”
Mereka menoleh. Dengan
takut-takut, seorang tunawisma yang tadi tanpa sengaja mereka
selamatkan keluar dari balik asap yang mulai mereda.
“Apa benar kau mencari
pembunuh yang mencongkel mata adikmu pada Purge tahun kemarin?”
“Ya, apa kau tahu
sesuatu?”
“Hmmm … setiap tahun
memang ada banyak pembunuh berantai dengan modus spesifik yang
berpartisipasi di The Purge. Namun aku tahu ada satu pembunuh yang
suka mengeluarkan organ tubuh korbannya.”
Tara dan Egi saling
berpandangan.
***
“TUNGGU!”
Aksi geng motor bertopeng
itu terhenti. Tiba-tiba, sepasukan polisi elite berseragam hitam,
LEGION, masuk ke kancah pertempuran itu.
“Li … lihat itu!”
tunjuk Ariel dari dalam bus, “Polisi!”
“Mereka datang untuk
menolong kita!” seru Shalsa dengan girang.
“Mus … mustahil …”
Sandi curiga, “Bukankah The Purge sudah dimulai? Kenapa mereka
membela kita?”
“Kenapa ini?” sang
kepala geng yang mengenakan topeng kambing itu maju ke depan dengan
geram, “Sirine sudah berbunyi dan kami juga sudah melakukan upacara
penghormatan pada para Founding Fathers. Legal bagi kami untuk
membunuh mereka.”
“Memang, namun kami
mencium adanya pelanggaran aturan Purge,” Bewa menunjuk ke satu
orang, “Yakni kau!”
Pak Madjid terhenyak
ketika dirinya ditunjuk oleh polisi itu.
“A … apa maksudnya?”
tanyanya dengan gagap.
“Kau menculik anak-anak
di bawah umur. Itu termasuk tindak pidana dalam UU Anti Pedofil.”
tunjuk Bewa, “Dan kau melakukannya tiga jam sebelum The Purge
dimulai, jadi itu masih termasuk tindakan ilegal.”
“Ta .. ta … ta …
tapi …” sopir itu terlihat ketakutan, “A … aku membutuhkan
uangnya untuk anakku yang sakit leukimia …”
“Tak ada alasan. Menurut
peraturan resmi The Purge, kau harus dibunuh! Dengan kekuatan yang
diberikan Founding Fathers, kami akan menghukummu!” Bewa berpose.
“Ti … tidak! Jangan!”
teriak pria tua itu, namun terlambat. Bewa sudah keburu memuntahkan
timah-timah panah untuk mengoyak tubuhnya.
“DOR DOR DOR!!!” tubuh
ringkih sopir itupun terbanting ke tanah, tak lagi bernyawa.
“Kak, apa kau tidak
terlalu berlebihan?” seru Raga.
Namun Bewa malah
tersenyum, “Penjahat itu pantas mendapatkannya!”
“Dan kalian …”
perhatian kedua polisi itu mengarah pada pria bertanduk itu dan
kawan-kawannya. “Siapa kalian? Geng Animal Planet?”
“Jangan menghina! Kami
adalah ‘The Savages’!” balas pria bertopeng itu, “Dan kami
tak melanggar peraturan The Purge. Kami datang setelah sirine itu
berbunyi!”
“Mereka benar!” Bewa
memandang Raga, “Biarkan mereka melakukan hak mereka.”
“Tapi …” Raga
memprotes. Sejenak ia menatap anak-anak SMA yang menatapnya dari
balik jendela bus dengan iba.
“Kita masih ada tugas,
Rag! Ayo cepat kita pergi.”
Dengan enggan, Raga
akhirnya melangkahkan kakinya pergi dari tempat itu, diikuti para
prajurit lainnya.
“Tu … tunggu! Jangan
pergi!” jerit Aulia, “Tolong kami!”
Namun terlambat. Para
anggota geng Savages itu kembali mengarahkan senjata mereka ke arah
bus …
Dan mulai menembak.
BERSAMBUNG
pas baca yo yo ayo....
ReplyDeletemalah ngakak 😂😂
The purge berasa asian games 😂😂😂
Deletenjiir Lagu Mokad dari Payung Teduh
ReplyDelete������
Salfok sama crott
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteNgakak parahhh
ReplyDeleteJangan lupakan lagu kuburan band- lupa-lupa ingat (lagu tentang pria alzeimer yg lupa hari the purge) hahahha
ReplyDeleteIya..asli gw ngakak baca judul2 lagunya...dan youtuber sampah hahahah
ReplyDeletePengen beneran yutuber-yutuber itu dikumpulin di satu tempat terus ditembakin wkwk
ReplyDelete– TheEnd
seru banget sih kalo jadi film
ReplyDeleteMokad 🤣🤣
ReplyDelete