Semenjak
gue aktif ngeblog kembali, gue sadar kebanyakan (malah seluruh)
postingan gue bertema kriminal dan pembunuh berantai. Gue pikir untuk
menyeimbangkan nuansa horor di blog ini, gue juga perlu mengcover
cerita-cerita tentang rumah berhantu. Cerita hantu kali ini datang
dari sebuah rumah yang disebut-sebut sebagai rumah terseram di
Inggris. Rumah itu disebut dengan nama “Borley Rectory”.
Pada
tahun 1928, pemiliknya, seorang pria bernama Eric Smith menghubungi
koran Daily Mirror dan mengaku bahwa ia dan keluarganya disiksa oleh
penampakan-penampakan misterius di rumah mereka. Seorang wartawan
bernama Harry Price kemudian dikirim untuk menyelidikinya. Yang
mengherankan, penampakan-penampakan tersebut tak hanya menghantui
keluarga Smith saja. Keluarga pendahulunya, bahkan keluarga yang
mendiami Borley Rectory sesudah mereka juga dihantui oleh sosok-sosok
menakutkan yang tak kasat mata. Rumah itu akhirnya terbakar pada
1939. Namun bahkan setelah hampir terbakar habis,
penampakan-penampakan masih tetap terlihat di reruntuhan rumah
tersebut.
Sebenarnya
apakah yang pernah terjadi di Borley Rectory sehingga tempat itu
berhantu? Masa lalu kelam apa yang mencekamnya? Mampukah
keluarga-keluarga yang tinggal di sana selamat menghadapinya?
Kali ini
gue akan menceritakan kisah-kisah menakutkan di Borley Rectory dari
sudut pandang tiga keluarga yang pernah mendiaminya, yakni Keluarga
Bull, Smith, dan Foyster.
Readers,
welcome to the ghost saga.
KELUARGA
BULL
Gereja
tua dekat Borley Rectory
Borley
Rectory dibangun oleh Pendeta Henry Bull pada tahun 1862. Rumah
tersebut dibangun di atas sebuah reruntuhan biara kuno yang sudah ada
sejak Zaman Pertengahan. Di dekatnya, ada sebuah gereja yang sudah
berdiri sejak abad ke-12.
Namun,
semenjak rumah itu dibangun, keluarga Bull selalu mendapatkan
penampakan-penampakan aneh. Semua dimulai dengan suara-suara
misterius yang seakan tak bisa dijelaskan dengan akal sehat, seperti
suara seperti air mengalir di dalam pipa (padahal bagian dalam rumah
itu tak memiliki pipa air; semua pipa air terletak di luar dinding
rumah), bel yang terus-menerus berbunyi, hingga suara langkah kaki di
bagian-bagian rumah yang seharusnya tak berpenghuni.
Di
antara anggota keluarga Bull, anak termuda mereka, yakni gadis
bernama Ethel yang terus-menerus diganggu oleh penampakan itu. Pintu
kamarnya terus-menerus diketuk tiap malam. Bahkan ketika ia tengah
tidur, tiba-tiba saja ia ditampar oleh tangan tak terlihat.
Fenomena
hantu yang mampu menimbulkan kekerasan fisik seperti ini (dan juga
memindahkan barang-barang) dalam kepercayaan Barat disebut sebagai
“poltergeist”.
Tak
hanya anggota keluarga Bull saja yang terus diteror penampakan
misterius. Bahkan pembantu mereka yang bernama Elizabeth Byford juga
kerap mendengar suara langkah kaki yang diseret di luar kamarnya pada
tengah malam.
Pada
1927, Henry Bull akhirnya meninggal di sebuah ruangan rumah itu yang
bernama “Blue Room”. Posisi kepala keluarga akhirnya digantikan
oleh anaknya yang bernama Harry Bull. Berbeda dengan anggota
keluarganya yang lain, Harry adalah pria yang amat skeptis akan
keberadaan hantu.
Hingga
suatu hari ia mengalaminya sendiri.
Pada
suatu malam, anjingnya yang bernama Juvenal menggonggong ke arah
sebuah pohon di halaman mereka, seakan-akan ada seseorang yang tengah
bersembunyi di belakangnya. Harry yang penasaran kemudian menatap ke
arah tersebut dan melihat sepasang kaki. Namun begitu sosok itu
keluar dari balik pohon ...
Sosok
itu tidak berkepala.
Tak
hanya itu, sosok tanpa kepala itu kemudian berjalan dan menembus
gerbang begitu. Bukan hanya sosok tak berkepala itu yang dilihat
Harry, namun juga penampakan sebuah kereta kuda yang dikemudikan oleh
sosok yang lagi-lagi tak berkepala.
Pada
tahun 1900, Ethel (gadis termuda di keluarga Bull) yang kini telah
dewasa kembali ke rumah seram masa kecilnya itu untuk liburan musim
panas. Kali ini dia dan dua saudarinya, Freda dan Elise, kembali
ditakut-takuti oleh sosok hantu yang kali ini berpakaian serba hitam
seperti seorang biarawati (suster). Ethel tahu sosok itu bukanlah
manusia sebab alih-alih berjalan, sosok itu terlihat melayang di atas
permukaan tanah.
Yang
menakutkan, seorang tukang kayu yang bekerja di rumah mereka, bernama
Fred Cartwright ternyata sering melihat sosok itu. Karena ia bukanlah
orang lokal, ia sama sekali tak heran melihat sosok seorang suster
berkeliaran di tempat itu, terutama karena ada sebuah gereja di
dekatnya. Namun ketika suster itu tiba-tiba lenyap di hadapannya,
barulah ia menyadari sosok yang kerap disaksikannya itu ternyata
bukan manusia.
Tak
hanya keluarga Bull yang dihantui sosok-sosok m itu, namun juga semua
orang yang berani menginjakkan kaki di rumah itu. Pada pesta makan
malam, para tamu Borley Rectory menjadi ketakutan karena melihat
wajah pucat seorang suster tengah mengintai mereka dari balik
kendela. Kejadian itu begitu meresahkan hingga sang pemilik rumah
terpaksa menutup jendela itu dengan dinding batu bata.
Tapi
siapakah sosok-sosok menakutkan yang menampakkan diri kepada keluarga
Bull? Sebuah legenda lokal menceritakan sebuah kisah cinta tragis dan
juga terlarang yang terjadi sebelum rumah itu berdiri. Kala itu,
tanah dimana Borley Rectory saat itu berdiri adalah sebuah biara yang
didirikan pada 1326. Legenda menyatakan bahwa seorang suster kala itu
jatuh cinta dengan seorang biarawan yang berasal dai biara tersebut.
Karena hukum agama melarang keras biarawan dan biarawati untuk
menikah, merekapun mencoba kabur.
Seorang
teman dari sang biarawan pun berusaha membantu mereka dengan
mengendarai sebuah kereta kuda untuk melarikan diri. Sayang, pihak
biara dan warga setempat mengetahui rencana mereka. Dianggap
berzinah, sang biarawan kemudian digantung. Sang suster kemudian
dikubur hidup-hidup di balik dinding batu biara tersebut. Sang
pengendara kereta kuda juga mengalami nasib naas dengan dipenggal
kepalanya. Semenjak saat itu, dipercaya bahwa hantu mereka
berkeliaran di tempat itu.
Pada
1927, Harry akhirnya meninggal di Blue Room, ruangan yang sama dimana
ayahnya meninggal. Keluarga Bull pun tak memiliki alasan untuk tetap
tinggal di rumah terkutuk itu dan memutuskan pindah.
Namun
teror di rumah itu tak pernah padam, hanya berpindah ke satu keluarga
ke keluarga lainnya.
KELUARGA
SMITH
Sosok
Harry Price yang mempopulerkan kasus
Borley
Rectory ke khalayak umum
Keluarga
Smith adalah keluarga kedua yang menempati Borley Rectory. Sama
seperti pendahulunya, Keluarga Bull, keluarga ini juga kerap mendapat
penampakan. Pada 1928 ketika pindah ke rumah tersebut, Mabel, sang
istri menemukan sesuattu terbungkus sebuah kertas cokelat ketika ia
tengah membersihkan rumah. Ketika dibuka, betapa terkejutnya ia
ketika menemukan sebongkah tengkorak manusia.
Keluarga
Smith kemudian menguburkannya di pemakaman dekat gereja, namun
seharusnya ini menjadi peringatan dini bagi keluarga Smith untuk
segera pergi dari rumah itu. Namun mereka tetap bertahan, dengan
konsekuensi tentunya. Guy, sang kepala keluarga Smith kerap mendengar
suara bisikan entah dari mana, ketika ia berada di Blue Room, ruangan
dimana dua kepala keluarga Bull meninggal.
Ia
mendengar suara “Jangan Carlos, Jangan!”. Carlos adalah panggilan
nama kecil dari Harry Bull. Ini menimbulkan dugaan, apakah benar sang
ayah, Henry Bull meninggal karena kondisi alami ataukah ....
Guy
juga kerap mendengar suara langkah kaki yang terus membuatnya
frustasi. Di banyak kesempatan, ia mencoba menangkap sang pembuat
suara itu dengan menyergapnya dari balik dinding dengan sebuah
tongkat hoki. Namun tetap saja, tongkat itu hanya mengenai udara
hampa, tanpa ada seorangpun di sana.
Teror
juga dialami pembantu mereka, Mary Pearson, yang mendengar suara bel
berbunyi sendiri, bahkan melihat penampakan sang penarik kereta kuda
tanpa kepala hingga dua kali.
Baru
kurang dari setahun berada di rumah itu, tepatnya pada 1929, keluarga
Smith yang muak dengan siksaan metafisik yang mereka terima akhirnya
mencoba mencari pertolongan dengan menghubungi koran Daily Mirror.
Pihak koran kemudian mengirimkan seorang penyelidik paranormal
bernama Harry Price.
Pada
musim panas 1930, keluarga Smith akhirnya tak tahan lagi dan
memutuskan keluar dari rumah itu. Rumah itupun segera berpindah
tangan ke keluarga ketiga, yakni keluarga Foyster.
Namun,
teror tetap tak kunjung berhenti.
KELUARGA
FOYSTER
Penampakan
di halaman Borley Rectory
yang
tertangkap kamera
Keluarga
Foyster masih berkerabat dengan keluarga Bull, pemilik pertama rumah
itu. Oleh karena itulah, mereka berani menempatinya. Keluarga Foyster
terdiri atas Lionel beserta istrinya, Marianne, dan putri angkat
mereka yang bernama Adelaide.
Entah
mengapa, para hantu di Borley Rectory seakan lebih tertarik dengan
Marianne sehingga aksi poltergeist di rumah itu terpusat kepadanya.
Benda-benda
hilang dan kemudian dilemparkan ke arah Marianne oleh tenaga yang tak
kasat mata. Suatu ketika, sesuatu menghantam wajah Marianne hingga
matanya memar dan terluka. Ia berkali-kali terlempar dari atas tempat
tidurnya dan corat-coret misterius muncul di dinding, seakan sesuatu
hendak berkomunikasi dengannya dari alam lain.
Tak
hanya itu, ia sering dihantui pula oleh Henry Bull, sang pemilik
pertama Borley Rectory. Roh yang bergentayangan semakin menyakinkanku
bahwa kematiannya memanglah tidak wajar.
Kesaksian
Marianne semakin meyakinkan orang-orang bahwa apa yang ia ceritakan
benar-benar terjadi. Pada suatu kesempatan, ia menggambarkan secara
detail pakaian bergaya kuno yang dipakai oleh hantu Henry Bull.
Detail pakaian itu kemudian dibenarkan oleh seorang lansia yang telah
lama tinggal di dekat Borley Rectory bahkan kenal secara pribadi
dengan Henry Bull.
Ketika
Adelaide, anak mereka, mulai diganggu oleh aksi poltergeist
misterius, keluarga Foyster pun tak tahan dan kembali meminta bantuan
Harry Price.
Saksi-saksi
mata lain berupa kerabat dan teman yang berkunjung ke rumah itupun
membenarkan aksi poltergeist di rumah angker tersebut. Lady
Whitehouse dan keponakannya yang bernama Richard, menyaksikan sendiri
benda-benda bergerak dan jatuh dengan sendirinya di rumah itu. Lebih
berbahaya lagi, api muncul dan terbakar dengan sendirinya di berbagai
bagian rumah itu, disaksikan para tamu.
Pada
1932, seorang tamu lain bernama Mr. L’Estrange melihat sosok
misterius berdiri di teras, namun menghilang ketika didekati. Ketika
masuk ke rumahpun, ia mendengar suara langkah kaki yang berjalan ke
arah dinding dan kemudian menghilang.
Pada
1935, keluarga Foyster akhirnya angkat kaki dari rumah itu karena
kondisi kesehatan Lionel yang terus memburuk, entah mungkin karena
campur tangan para penghuni gaib rumah itu ataukah karena stress yang
dihadapinya.
Selama
setahun, Price yang masih penasaran dengan rumah hantu itu akhirnya
menyewanya dan dari hasil investigasinya, ia menulis buku “The Most
Haunted House in England” yang sesuai dengan judulnya,
mempopulerkan Borley Rectory sebagai rumah paling berhantu di
Inggris.
Pada
1938, Borley Rectory akhirnya dibeli oleh seorang kapten bernama
Gregson. Naasnya, pada 1939, sebuah lampu minyak jauh dan membakar
habis rumah tersebut. Gregson sendiri membeli rumah itu dengan harga
murah, yakni hanya 500 poundsterling (maklum, berhantu) da
mengasuransikannya sebensar 10.000 poundsterling. Sehingga tak heran,
banyak yang menduga Gregson sengaja membakar rumah itu demi
mendapatkan uang asuransinya.
Borley
Rectory setelah terbakar
Borley
Rectory yang kini hanya tertinggal reruntuhannya pun masih
memancarkan aura mistis. Banyak pihak (maupun tetangga) yang kerap
diganggu oleh penampakan di rumah itu. Seorang tetangga mengaku
melihat penampakan di bekas “Blue Room”, tempat paling angker di
rumah itu yang “memangsa” nyawa dua pendiri rumah itu, yakni
Henry dan Harry Bull. Di taman, dimana dulu sering terlihat sosok
suster menggentayanginya, kerap terdengar suara tawa anak-anak, entah
dari mana.
Pada
saat Perang Dunia II, para tentara yang berusaha menggunakan tempat
itu tiba-tiba dilempari oleh batu oleh “tangan-tangan tak
terlihat”. Mereka akhirnya memutuskan tidak bernaung di tempat itu
karena merasa atmosfernya sangat “negatif”.
Pada
tahun 1943, Price yang kini mungkin memiliki semacam ikatan emosional
dengan rumah itu kembali dan anehnya, menemukan tulang belulang milik
seorang wanita di reruntuhan rumah itu. Milik siapa tulang itu, tak
pernah ada yang tahu. Lima tahun kemudian, Price akhirnya meninggal.
Kalian
boleh percaya atau tidak dengan kisah yang telah lama menghantui
Inggris ini. Borley Rectory kini sudah lama dirubuhkan sehingga
kalian tentu tak bisa ke sana untuk membuktikan sendiri. Banyak yang
menyebut kasus ini hanya cerita bohong belaka yang disensasionalkan
oleh Harry Price untuk meraup keuntungan dan publisitas. Namun kisah
horor yang mencakup tiga keluarga (bahkan dua generasi dalam satu
keluarga) seperti ini tak bisa diabaikan begitu saja.
Aku
harap, apapun yang menghantui Borley Rectory, kini mereka sudah
tenang di alam mereka.
Njir ga berani lanjut baca,sereum bureeum euy
ReplyDeleteHiii mau baca tapi dah malem. Besok aja ah atuuut
ReplyDelete