Thursday, October 17, 2019

THE PURGE: MALAM PERTAMA – EPISODE 2




Siaran televisi mulai menyiarkan wajah Yuli Frame, seorang penyiar kenamaan, ditemani rekannya, Darmas Sulaiman, seorang mantan artis yang kini berprofesi sebagai anchorman. Mereka menyiarkan "Liputan 666" acara berita yang senantiasa disiarkan setiap tahun saat The Purge.

“Selamat sore, Pemirsa! Dalam 5 menit, The Purge akan dimulai. Seperti biasa, kami akan menjelaskan asal mula tradisi tahunan ini. Silahkan, Saudara Darmas!”


“Terima kasih, Rekan Yuli!” Darmas yang mengenakan jas berdasi kemudian menatap ke arah para pirsawannya, “The Purge pertama kali dimulai 15 tahun lalu. Ketika itu, Indonesia diguncang oleh bencana berskala maha-dahsyat yang disebut sebagai ‘Pengkhianatan Tuhan’ atau 'God's Betrayal'. Kala itu, jutaan penduduk Indonesia tewas dan tak terbilang berapa ratus ribu lainnya yang cacat seumur hidup akibat kejadian itu. Seluruh Indonesia mengalami duka mendalam karena banyak yang kehilangan anggota keluarga ataupun orang dicintai saat itu.”

“Penderitaan yang dialami rakyat kala itu luar biasa besarnya, baik fisik maupun psikis hingga semenjak itu, masyarakat tak percaya lagi pada Tuhan. Jika Tuhan memang ada, rasanya sulit terbayangkan jika Ia sengaja menyengsarakan umat-Nya dengan membiarkan bencana sebesar ini terjadi. Tak sedikit pula yang menyalahkan Tuhan atas kejadian itu dan menganggap Tuhan telah mengabaikan dan meninggalkan mereka. Semenjak saat itu, atheisme merebak.”

“Semua catatan mengenai apa yang terjadi pada saat 'God's Betrayal' itu telah hilang. Tak ada yang ingat apa sebenarnya katastrofi mengerikan itu. Kita hanya bisa menebak, mungkinkah gempa bumi, mega-tsunami, ataukah ledakan bom nuklir. Namun yang jelas, peristiwa itu merevolusi negara kita. Pemerintah sosialis menumbangkan golongan religius yang menguasai pemerintahan kala itu dan mulai memimpin negeri, berusaha membangkitkan diri dari keterpurukan. Namun hal itu sangat sulit mengingat tingkat kriminalitas yang amat tinggi. Kehidupan masyarakat kita juga bisa dibilang kembali primitif semenjak bencana dahsyat itu menghancurkan seluruh infrastruktur kita.”

“Hingga para Founding Father kita memiliki ide brilian untuk melangsungkan The Purge, satu malam dimana selama 12 jam, semua tindak kriminal diizinkan. Hal serupa telah sukses dilaksanakan di Amerika Serikat dan sejak saat itu telah diikuti dan diterapkan di berbagai negara di Eropa, Asia, dan Australia. Semenjak The Purge dimulai, tingkat kriminalitas menurun drastis karena semua orang bersabar menanti hingga malam dimana semua tindak kejahatan dilegalkan. Hasilnya, perekonomian meningkat dan kesejahteraan pun meluas. Tingkat populasi pun terus terjaga berkat The Purge ini sehingga tak pernah lagi terjadi ledakan populasi seperti yang dulu terjadi di Indonesia. Survival of the fittest: pada malam ini semua yang lemah akan tersisih sehingga generasi yang paling kuat untuk membangun negeri-lah yang bisa bertahan hidup!”

“Bagi yang ingin berpartisipasi di ajang The Purge tahun ini, kami perlu ingatkan kembali beberapa peraturan penting yang harus dipatuhi.”

“Pertama The Purge akan dimulai jam 6 sore ini dan berakhir jam 6 pagi keesokan harinya. Di saat itu, semua tindak kejahatan dilegalkan.” 
“Segala bentuk kejahatan yang dilakukan di luar jam The Purge, baik sebelum dan sesudah, akan ditindak dengan hukuman mati.” 
“Para Founding Fathers, presiden, para menteri, dan pejabat penting lainnya dilarang untuk menjadi sasaran tindak kriminal.” 
“Selama The Purge berlangsung, semua rumah sakit, pemadam kebakaran, dan kepolisian tidak akan berfungsi.” 
“Dilarang menggunakan bom dan senjata pemusnah massal lainnya.” 


“Perlu diingat bahwa tindakan melanggar aturan di atas akan dihukum dengan keras.”

Jam menunjukkan pukul 6 tepat. Suara sirine yang amat keras membahana.

“Selamat menikmati The Purge!” Yuli tersenyum ke arah pemirsanya.

Terpujilah Republik Sosialis Indonesia!” kedua news anchor itu mengakhiri siaran mereka bersama-sama sembari bergandengan tangan. “Terpujilah para Founding Father kita!”

***

Suara sirine itu membangunkan Sandi. Ia bak terbangun dari mimpi buruk dan segera tersadar bahwa Purge telah dimulai.

“Sial! Sirine itu!” dia bergegas membangunkan Fajar yang berada terdekat dengannya. “Hei, bangun!”

Teman-temannya yang lain mulai terbangun dengan raut wajah kebingungan.

“Su … sudah gelap?” teriak Shalsa dengan histeris, “Ini … ini artinya The Purge sudah dimulai?!”

Sandi segera teringat pada Aulia yang masih tergeletak di depan. Ia segera menghampirinya.

“Hei, lu nggak apa-apa?”

Aulia mulai membuka mata.

“Di … dimana Pak Madjid?” tanya Aulia, “Gu … gue tadi melihat dia mengenakan masker gas …”

“Sial!” murka Sandi, “Rupanya ia menjebak kita di sini!”

“Hei, itu dia!” tunjuk Chris keluar jendela.

Benar, terlihat Pak Madjid berdiri di luar bus mereka. Tak lama, segerombolan geng motor berpenampilan sangar menghampirinya.

Mereka memakai topeng binatang, dipimpin oleh pria bertopeng kambing dengan dua tanduk runcingnya yang mencuat.

“A … apa Purge benar sudah dimulai?” tanya Ariel dengan ketakutan, “Ga … gawat ! ki … kita terjebak di sini. Bagaimana nasib kita nanti?”

Sandi segera menoleh ke luar jendela dan menyaksikan pria bertanduk itu menyerahkan segepok uang kepada Pak Madjid.

“Keparat! Dia menjual kita!” bisik Sandi geram.

***

Raga hanya bisa menghela napas ketika sirine itu mulai berbunyi.

“The Purge telah dimulai.” bisiknya. Setelah melantunkan puji-pujian kepada Republik Sosialis Indonesia dan para Founding Fathers-nya, mereka melepaskan gandengan tangan mereka, lalu mulai mengenakan helm dan rompi anti peluru mereka. Tak lupa, mereka menyiapkan persenjataan berat untuk ditenteng di dalam tank lapis baja yang mereka naiki.

Mereka adalah polisi, namun mereka hadir bukan untuk membela yang lemah atau memberantas kejahatan pada saat pelaksanaan The Purge. Mereka hanya bertugas agar peraturan dalam The Purge tetap dipatuhi, antara lain melindungi orang-orang penting dalam pemerintahan serta mencegah penggunaan senjata pemusnah massal selama The Purge berlangsung. Secara resmi, mereka tergabung dalam tim elite yang disebut LEGION.

“Ini adalah malam segala malam, Raga.” kakaknya yang juga rekan kerjanya, Bewa menghirup udara malam dalam-dalam, “Tidakkah kau bersemangat?”

Raga tak menjawab dan hanya menatap kakaknya dengan jijik. Sepanjang hidupnya, ia tak pernah setuju dengan pelaksanaan The Purge ini dan tak bisa mengerti, mengapa kakaknya malah memuja hari itu.

“Jika kau bisa ikut The Purge, apa yang akan kau lakukan?” tanya Bewa kembali.

“Persetan dengan The Purge! Seharusnya tugas kita adalah melindungi warga tak bersalah, namun selama The Purge, justru mereka-lah yang jadi korbannya!”

“Jika kau memang tak setuju dengan The Purge, paling tidak lihat sisi baiknya. Malam ini kita akan bertugas menjaga The Purge berlangsung tetap sesuai aturan. Artinya tak ada bom dan senjata pemusnah massal, sehingga tak banyak orang mati sia-sia.”

“Bukan itu yang kuinginkan!” Raga mengokang senjatanya, “Yang kuinginkan adalah semua orang merasa aman saat The Purge berlangsung dan tak ada orang tak bersalah yang menjadi korban!”

“Kita sudah bekerja selama bertahun-tahun mengiringi The Purge ini dan kau sendiri pasti sudah tahu bagaimana cara kerjanya. Yang mati saat The Purge kebanyakan adalah orang-orang yang berhak mendapatkannya.”

Raga terdiam. Memang benar. The Purge juga menjadi ajang “vigilante” yakni aksi membalas dendam pada orang-orang yang pernah menyakiti mereka. Raga sendiri tak memungkiri, lebih banyak penjahat yang mendapatkan hukuman setimpal pada saat The Purge, bahkan lebih banyak ketimbang yang dapat mereka tangani.

“Omong-omong dimana Uci?” Raga berusaha mengalihkan pembicaraan. Ia tahu Bewa yang keras kepala akan terus mendukung The Purge, apapun yang ia katakan.

“Amelia Uci, polwan beprestasi kita?” Bewa menyeringai, “Ada yang harus ia lakukan. Karena itu dia tak ikut malam ini.”

“Apa? Apa tugas yang lebih penting selain …”

“Tim Legion!” komandan mereka berseru, “Kita mendapat tugas pertama kita malam ini. Ayo bersiap!”

Bewa hanya berkedip ke arah adiknya, memberinya semangat.

“Ayo kita mulai!”

***

“Malam ini adalah malam segala malam …” para anggota geng bertopeng itu membentuk lingkaran dan saling bergandengan tangan, memulai ritual The Purge tahunan mereka.

“Halo! Kantor polisi! Halo!” Aulia berusaha berbicara di telepon, “Tolong … tolong kami! Kami diculik dan dipaksa berpartisipasi dengan The Purge. Kami ada di bus sekolah … Halo? Halo?”

Ini sudah kelima kalinya Aulia mencoba meminta bantuan, namun tak ada yang menjawab.

“Percuma. Mereka takkan menjawab panggilan kita.” celetuk Mulia. “Lu tahu sendiri kan aturan The Purge? Semua polisi dan aparat keamanan lainnya takkan berfungsi selama The Purge berlangsung. Kita sendirian di sini.”

“Sial! Koneksinya malah putus!” Aulia menaruh telepon genggamnya dengan geram, “Bagaimana kita bisa lolos dari sini?”

“Ki … kita semua akan mati di sini …” Shalsa terisak.

“Jangan bilang begitu, Shal!” pacarnya, Fajar, berusaha menenangkannya, “Ki … kita pasti akan bisa melewatinya dengan selamat.”

“Selamat? Heran ya, cowok tuh bisanya cuman bohongin cewek aja!” seru Venus dengan kesal, “Lu lihat sendiri senjata-senjata mereka. Kita semua pasti bakalan mati di sini!”

Mendengarnya, tangisan Shalsa semakin kencang.

“Bisa nggak sih lu diam! Lu sama sekali nggak membantu!” marah Sandi pada Venus. “Lu cuma membuat kami tambah ketakutan!”

Venus-pun terdiam.

Sandi kembali menatap ke arah para anggota geng itu.

“Terpujilah Republik Sosialis Indonesia! Terpujilah para Founding Father kita!” Geng motor itu melepaskan gandengan tangan mereka dan mulai mengarahkan senjata-senjata api mereka ke arah bus itu.


BERSAMBUNG


5 comments:

  1. Keren ini kalau dibuat versi film. Bakal kontroversial kayaknya

    ReplyDelete
  2. Monggo dilanjut


    .
    .
    .
    .
    Lah ada petil arit😁

    ReplyDelete
  3. Dibukuin aja deh bang dave..bagus ini..konsepnya beda👌

    ReplyDelete
    Replies
    1. Baru liat kan the purge dg konsep alay 😂😂😂

      Delete
  4. Penggemar the purge dong :)) uda nnton yg the purge, the purge anarchy, sm election year

    ReplyDelete