JAM 6 SORE – KALA THE
PURGE DIMULAI
Suara sirine berdengung
keras, terdengar menggema di lorong-lorong.
“Malam ini adalah
malam segala malam”
Semua orang mulai
berdendang mengelilingi api unggun sambil bergandengan tangan. Mereka
semua memakai topeng untuk menyembunyikan identitas mereka.
“Malam ini kita akan
terlahir kembali.”
“Berkorbanlah, wahai
saudaraku …”
“Berkorbanlah …
berkorbanlah demi kesejahteraan umat manusia …”
Mereka melepaskan tangan
mereka dan mulai mengenakan topeng mereka.
Di tengah mereka, seorang
anak SMA terbangun. Ia tersadar ketika orang-orang itu mulai
mengikatnya dan menariknya ke api unggun.
“Ti … tidak …
jangan!” teriaknya histeris.
“Terpujilah Republik
Sosialis Indonesia!”
“JANGAN! JANGAAAAAN!!!”
***
JAM 5 SORE - SEJAM SEBELUM THE PURGE
Bagus membuka pintu
kamarnya yang ia gembok dengan tujuh gerendel. Agak merepotkan
memang, namun baginya itu merupakan suatu keharusan apabila ia ingin
selamat melewati malam ini. Apartemen yang ia tinggali memang selalu
aman tiap tahun saat Purge berlangsung. Namun tetap saja ia harus
berjaga-jaga.
Bagus mengambil belanjaan
yang tadi ia letakkan di atas lantai, namun ia tertegun begitu
melihat tetangganya berdiri di depan pintu.
“Fira? Ada apa?”
tanyanya heran, “Kenapa kau belum mengunci pintumu? The Purge akan
dimulai sejam lagi.”
Ia memandang ke arahku.
Kedua bola matanya terlihat putih tanpa secercahpun iris. Ia memang
buta semenjak kecelakaan yang menimpanya.
“Apa Kak Bagus melihat
Mama?” tanyanya dengan suara lirih.
“Orang tuamu belum pulang?”
Bagus bertambah heran.
Sejam lagi, semua tindak
kejahatan akan dilegalkan selama 12 jam dan orang tuanya belum
pulang? Hanya ada dua kemungkinan. Pertama, orang tuanya mungkin
memutuskan ikut Purge. Namun mustahil mereka meninggalkan anak semata
wayangnya sendirian tanpa perlindungan.
Kemungkinan kedua, mereka
sudah menjadi korban kejahatan. Namun itu juga tak masuk diakal sebab
Purge baru akan dimulai sejam lagi. Belum saatnya, kecuali jika ada
yang mencuri start. Namun itu juga mustahil, mengingat ada sekelompok
polisi elite yang bertugas agar semua orang mematuhi setiap peraturan
The Purge.
“Aku yakin mereka akan
segera pulang. Kembalilah ke dalam dan kunci pintumu, oke?”
Syefira mengangguk dengan
enggan.
Bagus menghela napasnya
begitu gadis itu menutup pintunya dan terdengar bunyi “klik” saat
ia menguncinya.
Gadis yang malang,
pikirnya.
***
JAM 4 SORE - DUA JAM SEBELUM PURGE
“Hentikan, Tara!”
cegah Egi, namun gadis itu tetap bersikeras. Ia membuka brankas dan
mengeluarkan sesuatu dari dalamnya.
“Astaga!” pemuda itu
terkejut. “Da … darimana kau mendapatkannya?”
“Aku membelinya.” Tara
memasukkan pistol itu ke dalam ranselnya.
“Hentikan ini, oke?
Purge akan dimulai sebentar lagi. Kau takkan selamat di luar sana!”
“Apa kau tak lihat apa
yang mereka lakukan pada adikku?” jerit Tara. Egi langsung terdiam.
“Apa kau tak lihat apa yang mereka lakukan pada Kanti? Ba …
bagaimana ia ditemukan … astaga …”
Air mata kembali mengalir
di pipi Tara. Ia terduduk sambil menunduk sesenggukan.
“Tara,” Egi duduk di
sampingnya, berusaha menenangkan kekasihnya itu, “Aku tahu apa yang
terjadi pada Kanti itu amat tragis, namun …”
“Kedua matanya
dicungkil, Egi! Monster macam apa yang tega berbuat semacam itu pada
seorang gadis berusia 14 tahun?!”
“A … aku mengerti.
Namun … itulah The Purge. Ia tewas di Purge setahun lalu dan …”
“Jadi kau pikir hanya
karena adikku terbunuh di malam Purge, maka pelakunya bisa bebas
begitu saja?”
“Tapi kau kan tidak tahu
siapa pelakunya?”
“Aku sudah tahu.”
Jawaban itu membuat Egi
terbelalak. Diam-diam rupanya Tara sudah menyelidiki kasus kematian
adiknya dengan getol.
“Aku sudah tahu geng
pelakunya dan kali ini aku takkan diam begitu saja. Bukan hanya
adikku korbannya, Gi … namun banyak anak-anak lain juga!”
“Tapi ini adalah malam
pertama kita ikut Purge. Kita tak pernah melakukannya sebelumnya. Apa
kau yakin kita akan selamat?”
“Kita?” lirik Tara
heran.
“Ya,” Egi menghela
napas, akhirnya menyerah pada kemauan kekasihnya itu, “Aku takkan
membiarkanmu keluar ke sana sendirian. Tidak malam ini! Aku akan
menjagamu tetap aman.”
Gadis itu tersenyum.
***
JAM 3 SORE - TIGA JAM SEBELUM THE
PURGE
“Ya kali nanti sore ada
The Purge tapi paginya kita masih masuk sekolah? Mikir apa sih kepala
sekolah kita?” keluh Chris dengan kesal.
“Iya, Pak Yuga sadis
sekali banget! Masa kita dikasih PR segini banyaknya dan harus
selesai malam ini?” tambah Shalsa.
“Gue rasa ini cuman
akal-akalannya Pak Yuga aja biar kita nggak ikut-ikutan The Purge.”
kata Fajar sambil asyik bersandar di kursi bus sekolah itu. Bus itu
adalah bantuan dari pemerintah untuk setiap sekolah. Semenjak The
Purge diadakan, ekonomi negara memang menguat sebab aksi kriminalitas
berkurang drastis. Para penjahat sekalipun lebih suka beraksi pada
malam The Purge, dimana semua tindakan melanggar hukum akan
dilegalkan.
“Yah, padahal gue dari
dulu kepengen ikutan The Purge.” Ariel menyenggol Sandi,
sahabatnya, yang sedang melamun sambil menatap keluar jendela,
“Gimana menurut lu, San?”
“Alah, lu ama kecoa aja
takut mau ikutan The Purge.” ejek Chris. Teman-teman mereka pun
tertawa.
“Hah, apa?” Sandi
terbangun dari lamunannya dan menatap teman-temannya sambil melongo.
“Ah, lu lagi
mikirin apa sih? Mikirin Aulia ya?” tunjuk Ariel dengan iseng ke
arah gadis cantik yang sedang asyik duduk menikmati alunan musik di
headphone-nya
di barisan kursi paling depan.
“Ah, lu apa-apaan sih?
Kalo dia denger gimana?” Sandi langsung menghardik sahabatnya itu.
Wajahnya tanpa sadar memerah.
“Cieeee malu ya?”
Fajar tertawa terbahak-bahak.
“Gue bukan lagi mikirin
dia,” bantah Sandi, walau diam-diam dia juga mencuri pandang ke
arahnya, “Tapi apa kalian lihat di luar sana?”
Teman-temannya segera
menengok keluar jendela. Ternyata di sanalah sumber kekhawatiran
Sandi. Di trotoar berdiri orang-orang berkostum aneh, sementara
motor-motor gede terparkir di dekat mereka. Mereka menggunakan
berbagai macam topeng binatang. Namun yang paling mencolok adalah
pimpinan mereka yang mengenakan topeng kambing bertanduk dengan
simbol pentagram terbalik di dahinya. Mata mereka terus menatap bus
itu ketika berlalu di jalanan depan mereka.
“Anggota geng motor ya?
Menakutkan sekali.” bisik Shalsa cemas. “Pasti mereka mau ikut
The Purge.”
“Huh, kenapa sih mereka
harus berpakaian aneh-aneh seperti itu? Ini kan The Purge, bukan
Halloween.” keluh Chris lagi.
“Justru itu. Mereka
biasanya mengenakan kostum dan topeng agar tak ada yang mengenali
mereka. Bisa berabe kan kalau keluarga korban mereka balas dendam di
Purge berikutnya?” Fajar menjelaskan.
“Gue ingin segera
pulang, guys,”
Sandi dalam hati merasa lega begitu geng itu tak terlihat lagi, “Gue
khawatir sama orang tua gue.”
Mereka semua berasal
dari SMA yang tergolong biasa-biasa saja, bukanlah sekolah elite
dan kebanyakan muridnya juga berasal dari keluarga tak mampu. Mereka
bukanlah keluarga yang mampu membeli sistem keamanan mumpuni ataupun
senjata canggih untuk melindungi diri mereka selama The Purge.
Padahal, ini adalah malam yang sangat berbahaya.
Sandi tahu ia harus segera
pulang.
***
“Heh, anak culun?
Pakaian apa yang lu pakai ini ha?” Venus Jeanette dan geng
cheerleaders-nya
menghampiri Chuu yang duduk paling belakang. “Kostum apa ini? Karakter dari film Doraemon? Hahaha …”
Tawa ejekan juga membahana
dari hampir seisi bus. Anak-anak lain memang patuh pada Venus, sebab
dia bisa dibilang gadis paling populer di sekolah mereka.
“Itu dari Another.”
komentar seorang anak yang duduk sendirian. Semua mata menoleh ke
arahnya.
Mulia Darma, nama anak itu menatap mereka dari balik kacamatanya. “Dia berpakaian seperti Mei Misaki dari anime horor berjudul ‘Another’.”
Venus hanya
mengabaikannya. Ia tahu Mulia, sebagai siswa berprestasi yang pernah
dikirim untuk seleksi Olimpiade Fisika Internasional, adalah
kebanggaan sekolah mereka. Segala bentuk pembully-an terhadapnya akan
ditindak sangat tegas oleh Pak Yuga, sehingga Venus memutuskan
mengacuhkannya.
“Apa sih enaknya jadi
wibu,” Venus melepas kuncir dari rambut Chuu, “Lu tuh kelihatan
bego tauk?”
Chuu hanya diam sambil
menunduk, tak membalas seperti biasanya.
“Kalau mau pakai kostum,
jadi Pokemon aja. Cocok kok, lu nggak perlu dandan hahaha.”
Anak-anak lain di bus pun
tertawa.
“Hentikan!” seru Sandi
tiba-tiba. Ia langsung berdiri dari kursinya, membuat suasana sekejap
menjadi sunyi.
“Bisa nggak sih kalian
nggak berisik! Malam ini The Purge akan berlangsung. Apa kalian nggak
mengkhawatirkan keluarga kalian di rumah?”
Semua terdiam. Sandi
duduk kembali. Selain kesal karena teman sekelasnya dibully, semua
keributan yang ditimbulkan geng Venus tak membuat mood-nya
bertambah baik.
Sambil mencibirnya,
Venus-pun memutuskan duduk kembali ke kursinya, diikuti anak-anak tim
cheerleader yang menjadi anak buahnya.
***
“Huh, lama sekali
perjalanannya?” keluh Fajar.
“Sabar, mungkin Pak
Sopir sedang mengambil jalan memutar untuk menghindari macet.
Biasanya kan sebelum The Purge banyak yang berbelanja alat-alat
keamanan, senjata, dan perbekalan.” kata Shalsa pada pacarnya itu.
“Omong-omong kalian ada
yang lihat Rafi nggak sih?” tanya Ariel sambil melongok ke
sekelilingnya untuk mencari pembuat onar itu. “Gue nggak lihat dia
semenjak pulang tadi.”
“Katanya sih dia
dipanggil Pak Yuga tadi. Entahlah, mungkin disetrap lagi.”
“Salahnya sih nakal
banget.” Chris cekikikan, “Kalian kan tahu dia murid paling nakal
di sekolah kita. Pelanggarannya sudah banyak, apalagi suka tawuran
dengan sekolah lain.”
“Cara berpakaiannya juga
….. hiiiiy, gothic banget!” Shalsa merinding, “Namanya Adinda
Rafifa dan nggak ada yang bisa nebak dia aslinya cowok apa cewek.
Habis penampilannya androgyny banget!”
Penampilan Rafi (begitu ia
dipanggil) memang sangat khas anak punk, bahkan mengingatkan Sandi
pada sosok Lisbeth Salander di film “Girl With The Dragon Tattoo”.
“Hei!” cetus Ariel
tiba-tiba, “Apa menurut kalian Rafi ikut The Purge?”
Sementara itu di
depan, Aulia melepas earphone-nya
dan menyadari sesuatu.
“Lho, Pak …” ujarnya
pada Pak Madjid, sopir bus mereka, “Kita kan biasanya tak pernah
lewat jalan ini?”
Pria paruh baya itu tak
menjawab dan masih menatap ke jalanan di depannya.
“Pak?” Aulia
memutuskan menghampirinya dan menepuk pundaknya. Namun ia terkejut
bukan kepalang begitu melihat sang sopir ternyata memakai sebuah
masker gas.
Pria itu langsung menekan
sebuah tombol. Seketika, AC di atas tiap kursi mereka mengeluarkan
asap berwarna putih.
“Apa ini? Uhuk uhuk!”
para murid dalam bus itu langsung terbatuk-batuk. Beberapa langsung
kehilangan kesadarannya.
“Pak ….” Aulia juga
langsung tak sadarkan diri, ambruk ke lantai bus.
“Li … Lia …” Sandi
yang melihat kejadian itu langsung berusaha menolongnya, namun iapun
tak bisa menahan pengaruh gas itu dan akhirnya pingsan.
“Bruuuuk!” tubuhnya
ambruk ke lantai, sementara Pak Madjid menghentikan busnya dan
menanti hingga sirine berbunyi.
BERSAMBUNG
Lanjut
ReplyDeletedi tunggu kelanjutanya bro....
ReplyDeletegila..... gw degdegan
ReplyDeletekeren Bang Dave
ReplyDeleteWahh ini dia yang ditunggu original story dari Bang Dave. Dari awal aja udah berasa banget betapa kelamnya cerita ini. Gak kebayang twist-twist yang disiapkan di chapter2 lanjutan. Mungkin semuanya bakalan bunuh-bunuhan ga sih di ending. Hanya 12 jam tetapi hidupmu bakalan bisa berakhir. Ckck...
ReplyDelete
ReplyDelete“Terpujilah Republik Sosialis Indonesia!”
hati hati keciduk bang wkwk
Njir, wibu dibahas di sini. Jadi, keingat video lagu tentang wibu di grup wa.
ReplyDeleteIni liriknya:
Wibu-wibuan, wibu-wibuan
Senangnya menjadi wibu-wibuan
Tengok ke kiri, tengok ke kanan
Lihat titan
Kumpul bersama, lihat foto waifu
Menyenangkan
Lalalalala
Lalalalala
Orang gila
XD
Hari Ketiga dan sepertinya belum ada yg menyadari easter egg berupa simbol terlarang di cover cerbung gw wkwkwkw
ReplyDeletenjir huruf u di "purge" diganti simbol palu arit
ReplyDeletenahloh nahloh :"(
ReplyDeleteDi bikin film..asyik nih...drpd setan porno..
ReplyDelete