Monday, October 14, 2019

THE PURGE: MALAM PERTAMA – EPISODE 1




JAM 6 SORE – KALA THE PURGE DIMULAI


Suara sirine berdengung keras, terdengar menggema di lorong-lorong.

Malam ini adalah malam segala malam”

Semua orang mulai berdendang mengelilingi api unggun sambil bergandengan tangan. Mereka semua memakai topeng untuk menyembunyikan identitas mereka.

Malam ini kita akan terlahir kembali.”

Berkorbanlah, wahai saudaraku …”

Berkorbanlah … berkorbanlah demi kesejahteraan umat manusia …”

Mereka melepaskan tangan mereka dan mulai mengenakan topeng mereka.

Di tengah mereka, seorang anak SMA terbangun. Ia tersadar ketika orang-orang itu mulai mengikatnya dan menariknya ke api unggun.

“Ti … tidak … jangan!” teriaknya histeris.

Terpujilah Republik Sosialis Indonesia!”

“JANGAN! JANGAAAAAN!!!”

***


JAM 5 SORE - SEJAM SEBELUM THE PURGE


Bagus membuka pintu kamarnya yang ia gembok dengan tujuh gerendel. Agak merepotkan memang, namun baginya itu merupakan suatu keharusan apabila ia ingin selamat melewati malam ini. Apartemen yang ia tinggali memang selalu aman tiap tahun saat Purge berlangsung. Namun tetap saja ia harus berjaga-jaga.

Bagus mengambil belanjaan yang tadi ia letakkan di atas lantai, namun ia tertegun begitu melihat tetangganya berdiri di depan pintu.

“Fira? Ada apa?” tanyanya heran, “Kenapa kau belum mengunci pintumu? The Purge akan dimulai sejam lagi.”

Ia memandang ke arahku. Kedua bola matanya terlihat putih tanpa secercahpun iris. Ia memang buta semenjak kecelakaan yang menimpanya.

“Apa Kak Bagus melihat Mama?” tanyanya dengan suara lirih.

“Orang tuamu belum pulang?” Bagus bertambah heran.

Sejam lagi, semua tindak kejahatan akan dilegalkan selama 12 jam dan orang tuanya belum pulang? Hanya ada dua kemungkinan. Pertama, orang tuanya mungkin memutuskan ikut Purge. Namun mustahil mereka meninggalkan anak semata wayangnya sendirian tanpa perlindungan.

Kemungkinan kedua, mereka sudah menjadi korban kejahatan. Namun itu juga tak masuk diakal sebab Purge baru akan dimulai sejam lagi. Belum saatnya, kecuali jika ada yang mencuri start. Namun itu juga mustahil, mengingat ada sekelompok polisi elite yang bertugas agar semua orang mematuhi setiap peraturan The Purge.

“Aku yakin mereka akan segera pulang. Kembalilah ke dalam dan kunci pintumu, oke?”

Syefira mengangguk dengan enggan.

Bagus menghela napasnya begitu gadis itu menutup pintunya dan terdengar bunyi “klik” saat ia menguncinya.

Gadis yang malang, pikirnya.

***


JAM 4 SORE - DUA JAM SEBELUM PURGE


“Hentikan, Tara!” cegah Egi, namun gadis itu tetap bersikeras. Ia membuka brankas dan mengeluarkan sesuatu dari dalamnya.

“Astaga!” pemuda itu terkejut. “Da … darimana kau mendapatkannya?”

“Aku membelinya.” Tara memasukkan pistol itu ke dalam ranselnya.

“Hentikan ini, oke? Purge akan dimulai sebentar lagi. Kau takkan selamat di luar sana!”

“Apa kau tak lihat apa yang mereka lakukan pada adikku?” jerit Tara. Egi langsung terdiam. “Apa kau tak lihat apa yang mereka lakukan pada Kanti? Ba … bagaimana ia ditemukan … astaga …”

Air mata kembali mengalir di pipi Tara. Ia terduduk sambil menunduk sesenggukan.

“Tara,” Egi duduk di sampingnya, berusaha menenangkan kekasihnya itu, “Aku tahu apa yang terjadi pada Kanti itu amat tragis, namun …”

“Kedua matanya dicungkil, Egi! Monster macam apa yang tega berbuat semacam itu pada seorang gadis berusia 14 tahun?!”

“A … aku mengerti. Namun … itulah The Purge. Ia tewas di Purge setahun lalu dan …”

“Jadi kau pikir hanya karena adikku terbunuh di malam Purge, maka pelakunya bisa bebas begitu saja?”

“Tapi kau kan tidak tahu siapa pelakunya?”

“Aku sudah tahu.”

Jawaban itu membuat Egi terbelalak. Diam-diam rupanya Tara sudah menyelidiki kasus kematian adiknya dengan getol.

“Aku sudah tahu geng pelakunya dan kali ini aku takkan diam begitu saja. Bukan hanya adikku korbannya, Gi … namun banyak anak-anak lain juga!”

“Tapi ini adalah malam pertama kita ikut Purge. Kita tak pernah melakukannya sebelumnya. Apa kau yakin kita akan selamat?”

“Kita?” lirik Tara heran.

“Ya,” Egi menghela napas, akhirnya menyerah pada kemauan kekasihnya itu, “Aku takkan membiarkanmu keluar ke sana sendirian. Tidak malam ini! Aku akan menjagamu tetap aman.”

Gadis itu tersenyum.

*** 


JAM 3 SORE - TIGA JAM SEBELUM THE PURGE


“Ya kali nanti sore ada The Purge tapi paginya kita masih masuk sekolah? Mikir apa sih kepala sekolah kita?” keluh Chris dengan kesal.

“Iya, Pak Yuga sadis sekali banget! Masa kita dikasih PR segini banyaknya dan harus selesai malam ini?” tambah Shalsa.

“Gue rasa ini cuman akal-akalannya Pak Yuga aja biar kita nggak ikut-ikutan The Purge.” kata Fajar sambil asyik bersandar di kursi bus sekolah itu. Bus itu adalah bantuan dari pemerintah untuk setiap sekolah. Semenjak The Purge diadakan, ekonomi negara memang menguat sebab aksi kriminalitas berkurang drastis. Para penjahat sekalipun lebih suka beraksi pada malam The Purge, dimana semua tindakan melanggar hukum akan dilegalkan.

“Yah, padahal gue dari dulu kepengen ikutan The Purge.” Ariel menyenggol Sandi, sahabatnya, yang sedang melamun sambil menatap keluar jendela, “Gimana menurut lu, San?”

“Alah, lu ama kecoa aja takut mau ikutan The Purge.” ejek Chris. Teman-teman mereka pun tertawa.

“Hah, apa?” Sandi terbangun dari lamunannya dan menatap teman-temannya sambil melongo.

Ah, lu lagi mikirin apa sih? Mikirin Aulia ya?” tunjuk Ariel dengan iseng ke arah gadis cantik yang sedang asyik duduk menikmati alunan musik di headphone-nya di barisan kursi paling depan.

“Ah, lu apa-apaan sih? Kalo dia denger gimana?” Sandi langsung menghardik sahabatnya itu. Wajahnya tanpa sadar memerah.

“Cieeee malu ya?” Fajar tertawa terbahak-bahak.

“Gue bukan lagi mikirin dia,” bantah Sandi, walau diam-diam dia juga mencuri pandang ke arahnya, “Tapi apa kalian lihat di luar sana?”

Teman-temannya segera menengok keluar jendela. Ternyata di sanalah sumber kekhawatiran Sandi. Di trotoar berdiri orang-orang berkostum aneh, sementara motor-motor gede terparkir di dekat mereka. Mereka menggunakan berbagai macam topeng binatang. Namun yang paling mencolok adalah pimpinan mereka yang mengenakan topeng kambing bertanduk dengan simbol pentagram terbalik di dahinya. Mata mereka terus menatap bus itu ketika berlalu di jalanan depan mereka.

“Anggota geng motor ya? Menakutkan sekali.” bisik Shalsa cemas. “Pasti mereka mau ikut The Purge.”

“Huh, kenapa sih mereka harus berpakaian aneh-aneh seperti itu? Ini kan The Purge, bukan Halloween.” keluh Chris lagi.

“Justru itu. Mereka biasanya mengenakan kostum dan topeng agar tak ada yang mengenali mereka. Bisa berabe kan kalau keluarga korban mereka balas dendam di Purge berikutnya?” Fajar menjelaskan.

Gue ingin segera pulang, guys,” Sandi dalam hati merasa lega begitu geng itu tak terlihat lagi, “Gue khawatir sama orang tua gue.”

Mereka semua berasal dari SMA yang tergolong biasa-biasa saja, bukanlah sekolah elite dan kebanyakan muridnya juga berasal dari keluarga tak mampu. Mereka bukanlah keluarga yang mampu membeli sistem keamanan mumpuni ataupun senjata canggih untuk melindungi diri mereka selama The Purge. Padahal, ini adalah malam yang sangat berbahaya.

Sandi tahu ia harus segera pulang.


***


Heh, anak culun? Pakaian apa yang lu pakai ini ha?” Venus Jeanette dan geng cheerleaders-nya menghampiri Chuu yang duduk paling belakang. “Kostum apa ini? Karakter dari film Doraemon? Hahaha …”

Tawa ejekan juga membahana dari hampir seisi bus. Anak-anak lain memang patuh pada Venus, sebab dia bisa dibilang gadis paling populer di sekolah mereka.

“Itu dari Another.” komentar seorang anak yang duduk sendirian. Semua mata menoleh ke arahnya.

Mulia Darma, nama anak itu menatap mereka dari balik kacamatanya. “Dia berpakaian seperti Mei Misaki dari anime horor berjudul ‘Another’.”

Venus hanya mengabaikannya. Ia tahu Mulia, sebagai siswa berprestasi yang pernah dikirim untuk seleksi Olimpiade Fisika Internasional, adalah kebanggaan sekolah mereka. Segala bentuk pembully-an terhadapnya akan ditindak sangat tegas oleh Pak Yuga, sehingga Venus memutuskan mengacuhkannya.

“Apa sih enaknya jadi wibu,” Venus melepas kuncir dari rambut Chuu, “Lu tuh kelihatan bego tauk?”

Chuu hanya diam sambil menunduk, tak membalas seperti biasanya.

“Kalau mau pakai kostum, jadi Pokemon aja. Cocok kok, lu nggak perlu dandan hahaha.”

Anak-anak lain di bus pun tertawa.

“Hentikan!” seru Sandi tiba-tiba. Ia langsung berdiri dari kursinya, membuat suasana sekejap menjadi sunyi.

“Bisa nggak sih kalian nggak berisik! Malam ini The Purge akan berlangsung. Apa kalian nggak mengkhawatirkan keluarga kalian di rumah?”

Semua terdiam. Sandi duduk kembali. Selain kesal karena teman sekelasnya dibully, semua keributan yang ditimbulkan geng Venus tak membuat mood-nya bertambah baik.

Sambil mencibirnya, Venus-pun memutuskan duduk kembali ke kursinya, diikuti anak-anak tim cheerleader yang menjadi anak buahnya.


***


“Huh, lama sekali perjalanannya?” keluh Fajar.

“Sabar, mungkin Pak Sopir sedang mengambil jalan memutar untuk menghindari macet. Biasanya kan sebelum The Purge banyak yang berbelanja alat-alat keamanan, senjata, dan perbekalan.” kata Shalsa pada pacarnya itu.

“Omong-omong kalian ada yang lihat Rafi nggak sih?” tanya Ariel sambil melongok ke sekelilingnya untuk mencari pembuat onar itu. “Gue nggak lihat dia semenjak pulang tadi.”

“Katanya sih dia dipanggil Pak Yuga tadi. Entahlah, mungkin disetrap lagi.”

“Salahnya sih nakal banget.” Chris cekikikan, “Kalian kan tahu dia murid paling nakal di sekolah kita. Pelanggarannya sudah banyak, apalagi suka tawuran dengan sekolah lain.”

“Cara berpakaiannya juga ….. hiiiiy, gothic banget!” Shalsa merinding, “Namanya Adinda Rafifa dan nggak ada yang bisa nebak dia aslinya cowok apa cewek. Habis penampilannya androgyny banget!”

Penampilan Rafi (begitu ia dipanggil) memang sangat khas anak punk, bahkan mengingatkan Sandi pada sosok Lisbeth Salander di film “Girl With The Dragon Tattoo”.

“Hei!” cetus Ariel tiba-tiba, “Apa menurut kalian Rafi ikut The Purge?”

Sementara itu di depan, Aulia melepas earphone-nya dan menyadari sesuatu.

“Lho, Pak …” ujarnya pada Pak Madjid, sopir bus mereka, “Kita kan biasanya tak pernah lewat jalan ini?”

Pria paruh baya itu tak menjawab dan masih menatap ke jalanan di depannya.

“Pak?” Aulia memutuskan menghampirinya dan menepuk pundaknya. Namun ia terkejut bukan kepalang begitu melihat sang sopir ternyata memakai sebuah masker gas.

Pria itu langsung menekan sebuah tombol. Seketika, AC di atas tiap kursi mereka mengeluarkan asap berwarna putih.

“Apa ini? Uhuk uhuk!” para murid dalam bus itu langsung terbatuk-batuk. Beberapa langsung kehilangan kesadarannya.

“Pak ….” Aulia juga langsung tak sadarkan diri, ambruk ke lantai bus.

“Li … Lia …” Sandi yang melihat kejadian itu langsung berusaha menolongnya, namun iapun tak bisa menahan pengaruh gas itu dan akhirnya pingsan.

“Bruuuuk!” tubuhnya ambruk ke lantai, sementara Pak Madjid menghentikan busnya dan menanti hingga sirine berbunyi.


BERSAMBUNG



11 comments:

  1. Wahh ini dia yang ditunggu original story dari Bang Dave. Dari awal aja udah berasa banget betapa kelamnya cerita ini. Gak kebayang twist-twist yang disiapkan di chapter2 lanjutan. Mungkin semuanya bakalan bunuh-bunuhan ga sih di ending. Hanya 12 jam tetapi hidupmu bakalan bisa berakhir. Ckck...

    ReplyDelete

  2. “Terpujilah Republik Sosialis Indonesia!”

    hati hati keciduk bang wkwk

    ReplyDelete
  3. Njir, wibu dibahas di sini. Jadi, keingat video lagu tentang wibu di grup wa.

    Ini liriknya:

    Wibu-wibuan, wibu-wibuan
    Senangnya menjadi wibu-wibuan
    Tengok ke kiri, tengok ke kanan
    Lihat titan
    Kumpul bersama, lihat foto waifu
    Menyenangkan
    Lalalalala
    Lalalalala
    Orang gila

    XD

    ReplyDelete
  4. Hari Ketiga dan sepertinya belum ada yg menyadari easter egg berupa simbol terlarang di cover cerbung gw wkwkwkw

    ReplyDelete
  5. njir huruf u di "purge" diganti simbol palu arit

    ReplyDelete
  6. Di bikin film..asyik nih...drpd setan porno..

    ReplyDelete