Thursday, October 31, 2019

REVIEW FILM HOROR SPECIAL HALLOWEEN: PART 3



Halloween is coming dan untuk menyambut bulan horor ini lagi-lagi gue kasi rekomendasi film-film horor moncer buat kalian. Mulai dari buah karya Stephen King, film thriller psikologis yang sarat plot twist, hingga film sci-fi semuanya layak kalian simak untuk menemani Halloween ini. Tanpa banyak bicara ini dia review film gue part yang kedua.


IN THE TALL GRASS (2019)


Lagi-lagi film Netflix yang menyadur kisah besutan Stephen King ke layar kaca setelah “1922” yang pernah gue bahas juga. “In The Tall Grass” menceritakan tentang sepasang kakak beradik yang mendengar pinta tolong dari seorang bocah dari dalam rerumputan (rumputnya tinggi banget btw). Ia mengatakan bahwa ia dan keluarganya sudah terjebak selama berhari-hari di dalam rerumputan. Namun bagaimana mungkin? Kedua saudara itupun masuk ke dalam sana dan akhirnya mengetahui horor sesungguhnya: tak pernah ada yang bisa keluar dari dalam tempat itu!

Stephen King selalu bisa meramu premis yang simpel dan unik, seperti kejebak di dalam padang rumput, menjadi sebuah cerita horor. Jelas ada kekuatan misterius yang menjebak mereka di sana dan situasi menjadi bertambah buruk ketika mereka bertemu dengan ayah sang bocah, yang diperankan oleh si raja horor, Patrick Wilson.

Film ini (seperti kebanyakan adaptasi Stephen King) ada hit dan missnya. Hit-nya tentu twist tentang bagaimana “si rumput” ini menjebak mereka dan ketika twist ini terungkap di pertengahan, hasilnya benar-benar memuaskan. Namun sayang, film ini sebenarnya sudah cukup berhasil jika selesai di pertengahan cerita sebab menurut gue, jalan ceritanya yang aneh sudah menjadi daya pikat tersendiri. Separuh film berikutnya menurut gue justru malah membosankan dan mudah ditebak. Bahkan klimaksnya biasa-biasa aja menurut gue.


Ada kejanggalan lain di film ini, yakni di dekat pertengahan cerita, tiba-tiba muncul satu karakter baru yang tiba-tiba diperkenalkan begitu aja. Gue nggak pernah sekolah film emang sih, tapi tetap saja gue tahu teknik seperti sangat tidak direkomendasikan (termasuk dalam menulis novel juga) karena terkesan seperti ini jadi kelemahan sang penulis yang nggak bisa memperkenalkan tokohnya dengan benar. Masa sih penulis sekaliber Stephen King bikin kesalahan semacam ini? Ternyata benar firasat gue, tokoh yang diperkenalkan di tengah-tengah ini ternyata adalah tokoh tambahan yang aslinya nggak ada di novel aslinya. Dan menurut gue, tokoh ini sebenarnya nggak perlu dan hanya digunakan penulisnya untuk nambah-nambahin konflik dan menyusun “happy ending” di akhir cerita.

Agak conflicting sih, soalnya dari awal sampai pertengahan film ini cukup engaging dan menurut gue akan berhasil sebagai sebuah film pendek. Namun “keanehan” film ini yang gue bilang tadi jadi daya tarik utamanya, justru jelas dirusak oleh plot-plot klise yang terjadi di pertengahan hingga akhir film.

Sekedar saran dari gue, tonton saja film ini sampai menit ke-33. Plot cerita berikutnya gue rasa agak dipaksakan, walaupun ada sih bagian-bagian yang bagus. Gue kasih film ini skor 3 CD berdarah.



FRACTURED (2019)


Netflix kali ini kembali memberi kejutan dengan merilis film psychological thriller yang menurut gue sangat recommended di bulan Oktober ini. Film “Fractured” ini dibintangi Sam Worthington awalnya sih nama ini bikin gue kaget karena gue tahu banget dia sebagai aktor ngetop yang bermain di film box office semacam “Avatar” hingga “Clash of Titans”. Tumben banget dia main film Netflix, horor lagi.

Film ini bercerita tentang Ray, seorang pria yang tengah berkendara bersama istri dan anak perempuannya seusai pesta Thanksgiving di rumah mertuanya. Ketika berada di pom bensin, anaknya tanpa sengaja mengalami kecelakaan sehingga ia mengantar mereka ke rumah sakit. Namun anehnya, pagi berikutnya ia sama sekali tak bisa menemukan istri dan anaknya yang dirawat di sana. Bahkan pihak rumah sakit menyatakan tak mengenal mereka. Apakah yang terjadi sebenarnya? Bisakah Ray menemukan keluarganya?


Secara cerita, film ini mirip-mirip dengan filmnya Jodie Foster yang berjudul “Flightplan” yang intinya sama, seorang ibu kehilangan anaknya di dalam pesawat, sementara tak ada satupun kru pesawat yang mengaku pernah melihat anaknya itu. Sebagai film psychological thriller, film ini jelas berhasil. Mulai dari ketegangannya hingga sisi psikologis, dimana kita sebagai pirsawan-pun dibuat meragukan kewarasan Ray, diramu dengan apik. Apakah benar pihak rumah sakit menculik dan menyembunyikan anak dan istri Ray demi tujuan yang gelap? Ataukah sejak pertama anak dan istri Ray tak pernah ada dan hanya khayalannya belaka?

Yang jelas, jawaban dalam semua pertanyaan itu amat mengejutkan. Twist demi twist terungkap sepanjang perjalanan cerita dan ketika plot twist utama terungkap di ending, benar-benar bikin gue menganga. Bisa gue bilang ini berkat foreshadowing-nya yang benar-benar rapi dan mantap. This is clearly one of the best movies I've ever seen in Netflix.

Gue kasi film thriller ini skor 4,5 CD berdarah.


COHERENCE (2013)


Membuat film sci-fi dengan low budget? Apakah mungkin? Well, sutradara film ini sudah membuktikannya. “Cohenrence” merupakan film sci-fi independen yang bercerita tentang 4 pasangan suami istri yang tengah makan malam. Namun ketika sebuah komet melintas di langit, konsep ruang dan waktu di sekitar mereka mulai kacau dan mereka mulai sadar bahwa mereka masuk ke dimensi paralel dengan “doppleganger” mereka dari dunia lain berkeliaran.

Konsep sci-fi di sini ditawarkan bukan dengan special effect yang canggih dan memukau, namun dengan jalan cerita dan alur yang membingungkan sekaligus cerdas. Ini jelas bukan jenis film yang bisa dipahami dengan sekali nonton saja. Kita perlu menontonnya berkali-kali agar benar-benar paham. Dan juga, sedikit pengetahuan tentang dasar teori mekanika kuantum (at least tentang “Kucing Schrodinger”) dan “String Theory” (teori fisika yang menyatakan keberadaan dunia paralel) akan sangat membantu memahami film ini.


Film low-budget ini juga punya keunikan sinematografinya yang berasa “found-footage” padahal enggak (awalnya malah gue kira nanti plot twist-nya ternyata ada kameramen misterius di sini yang mengintai mereka, tapi ternyata enggak). Omong-omong soal plot twist, karena temanya di sini adalah dimensi paralel dan mereka ketemu “kembaran mereka” pastinya banyak plot twist di sana-sini (bahkan filmnya terkesan kayak “time travel” pas gue pertama menontonnya dan belum paham soal dimensi paralel). Namun tetap saja, plot twist ini bakalan memaksa kalian berpikir (kalo nggak kalian nggak bakal paham kalo itu plot twist).

Overall, review gue sama dengan review Daffa, admin di situs “Tukang Review” yang pertama kali menyarankan gue menonton film ini. Salah satu yang gue setuju banget adalah pas dia menyarankan untuk nggak skip sedetik pun di film ini sebab kehilangan satu scene atau satu dialog aja kita mungkin nggak akan ngerti scene-scene (serta kejutan-kejutan) berikutnya. Dan endingnya ... wow, endingnya simpel tapi sangat mengena sekaligus cliffhanger banget. Kita di sini disuruh menyimpulkan sendiri apa yang terjadi di endingnya, and that is great!

Last but not least, film yang memaksa kita berpikir keras buat paham jalan ceritanya ini gue kasi 4 CD berdarah.Film ini memang jenius, namun justru karena kecerdasan tingkat tingginya, film ini mungkin nggak bisa dinikmati dan dipahami banyak orang.


THE INVISIBLE GUEST (2016)


Film ini adalah debut kedua sutradara asal Spanyol, Oriol Paulo setelah “The Body” atau “El Cuerpo” sebuah film thriller psikologis yang menurut gue sangat apik dan pernah gue bahas juga reviewnya di blog. Karena gue puas banget dengan film itu, maka gue nggak ragu untuk menyaksikan film “Invisible Guest” ini karena tahu dibesut oleh sutradara yang udah terbukti kemampuannya. Dan tak jauh berbeda dengan film “The Body”, film ini juga bergenre thriller psikologis dengan plot twist yang bertubi-tubi dan mencengangkan.

Film ini bercerita tentang seorang pengusaha muda sukses bernama Adrian yang dituduh membunuh kekasih gelapnya di dalam hotel. Kala mayatnya ditemukan, hanya ada mereka berdua di kamar yang terkunci dari dalam. Siapa sang pembunuh yang sebenarnya? Benarkan ada “tamu tak terlihat” (seperti judul filmnya) di kamar itu yang menjadi dalang kejahatan itu dan bagaimana dia lolos? Untuk membebaskan diri dari tuduhan pembunuhan itu, Adrian terpaksa harus bersedia menguak rahasia masa lalu yang selama ini dipendamnya.



Seperti gue bilang, film-film Orion Paulo selalu mengandalkan jalan cerita yang berliku-liku dan penuh plot twist. Dan uniknya lagi, seperti film pertamanya, sudut pandangnya diambil dari tokoh utama yang bisa dibilang bukan orang suci seperti protagonis kebanyakan, namun menyimpan skandal yang kelam. Dan plot twist pada endingnya .... wow benar-benar membuat gue terbang ke alam yang ketujuh hehehe. Unik sekali dengan tokoh yang sedikit (hence hanya sedikit orang yang menjadi tersangka) dia tetap dapat membuat ending yang sama sekali tidak kita duga sebelumnya. Jalan ceritanya pun jelas tidak bisa ditebak, walaupun mungkin kita sejak awal sudah membuat teori2 tentang apa yang sesungguhnya terjadi (apa cuman gue ya?).

Akhir kata, gue kasi film ini skor 4,5 CD berdarah atas kepiawaian sutradara ini meramu jalan cerita yang twisty, penuh misteri, dan juga memuaskan hasrat pecinta cerita detektif seperti gue ini. Gue harap karir Orion akan semakin maju, memproduksi hasil-hasil karya lain, atau bahkan masuk ke bisnis perfilman Hollywood. Yang itu jelas gue tunggu-tunggu.





5 comments:

  1. Replies
    1. kalau saya sih bang. dari rentetan film diatas, yang paling ngena mungkin masih coherence. soalnya semisal diambil perbandingan, blowing "FRACTURED" memang lebih ke insanity aja. sedangkan"Coherence" blown nya lebih ke mind expansion. konsep dunia pararel masih mungkin secara 'teori pengetahuan' ilmuan sekarang.

      untuk The Tall Grass dan Invisible Guest, yah secara alur oke sih.. tapi kalau bagi saya, Masterpiece nya tetap Coherence,
      .
      oh iya, kemarin saya nonon "Every Time I Die" bang. bagus juga buat tontonan, alurnya juga bikin mindblowing.

      Delete
  2. Udah nonton coherence brp kali bang?

    ReplyDelete