Film bergenre
horror-sci fi emang bukan hal yang baru, lihat saja film-film seperti
franchise “Alien”. Namun memang gue akui, film bergenre ini emang
kurang dieksplore oleh para pembuat film karena jika dilirik sekilas,
sepertinya dua genre itu berseberangan. Sci fi membahas modernitas
dan teknologi, sedangkan horor berbau hal-hal klenik dan mistis.
Namun masih bisa kok “mendamaikan” kedua kubu itu dengan membuat
film sci fi tapi dengan nuansa thriller. Berikut ini beberapa film
sci fi – horror yang mungkin layak untuk kalian tilik jika kalian
emang tertarik.
1. FANTASTIC FOUR (2015)
Bingung kenapa gue
masukkan film superhero ini ke jajaran film sci fi – horror? Gue
udah sering mendengar kata kritikus film yang menjelek-jelekkan film
ini. Film ini bahkan hanya mendapatkan skor 9% dan flop di box
office, sehingga tak terlalu mengagetkan memang jika banyak yang
menyebut ini adalah film terjelek sepanjang masa. Namun gue sama
sekali nggak setuju.
Gue bisa mengerti
kenapa banyak yang kecewa dengan film ini, terutama fans asli
superhero “Fantastic Four”. Ketika pertama muncul sebagai komik
besutan Marvel, “Fantastic Four” dikenal memiliki jalan cerita
yang ringan dan juga kocak. Tak sekelam karya Marvel lain semisal
“X-Men” yang mengangkat isu serius, “Fantastic Four” bisa
disebut sebagai hiburan keluarga yang menyegarkan.
Namun itu berubah
ketika Josh Trank dipercaya sebagai penulis naskah dan sutradara film
ini. Josh dikenal sebagai sutradara inovatif yang menelurkan
“Chronicle”, film superhero pertama yang bergenre found footage.
Visi Josh adalah mengubah “Fantastic Four” yang awalnya ceria
menjadi lebih kelam, dark, dan gritty. Nah, visi inilah yang banyak
ditentang oleh para fans setia komiknya, yang akhirnya membuat film
ini flop di pasaran. Padahal ketika gue menonton filmnya, gue sebagai
penggemar film horor malah bisa menerima film ini dengan baik.
“Fantastic Four”
bercerita tentang ilmuwan bernama Richard Reed dan sahabatnya Ben
Grimm yang menemukan portal ke dimensi lain. Dibantu oleh ilmuwan
cantik bernama Susan Storm, adiknya yang seorang pilot Johnny Storm,
serta seorang pemuda cerdas namun antisosial bernama Victor von Doom,
mereka akhirnya pergi ke dimensi lain tersebut. Namun perjalanan
mereka berubah kacau ketika sepulang dari sana, mereka mendapatkan
kekuatan aneh yang mengubah tubuh mereka.
Visi horor yang
kontroversial semisal terlihat dari perubahan wujud Reed menjadi
manusia karet. Kekuatan supernya yang bisa melar ini di versi aslinya
sering dipakai sebagai “running gag”. Namun di film ini,
transformasinya malah dibikin menyerupai body horror besutan
Cronenberg ataupun John Carpenter. Salah satu adegan paling keren
dari film ini, yang menunjukkan betapa “dewasa” dan kelamnya film
ini, adalah ketika penjahat utamanya, yakni Doctor Doom, menggunakan
kekuatannya untuk membunuh orang-orang yang menghalanginya, termasuk
dengan memecahkan kepala mereka menggunakan telekinesis.
Wow, adegan itu
sangat keren buat gue! Bahkan, gue pikir para pembuat film Hollywood
harus mulai beralih membuat film superhero sadis ketimbang
menjadikannya film anak-anak. Toh, itu lebih realistis. Apakah jika
seseorang dikaruniani kemampuan super lalu mereka akan memakai kostum
spandex dan menyelamatkan dunia? Nggak, malah justru Doctor Doom ini
adalah representasi paling tepat bagaimana sosok manusia berkekuatan
super akan menggunakan kekuatannya.
Nggak hanya itu,
kostum Doctor Doom yang menyimpang jauh dari versi komiknya (namun
tetap mempertahankan beberapa bagian, seperti jubahnya) benar-benar
mengundang rasa ngeri dan bagi gue juga lebih realistis bagi
seseorang yang baru saja mengalami radiasi.
Gue emang agak
kaget ketika menonton film ini. Jauh dari perkiraan awal gue bahwa
film ini bakalan jelek dan konyol banget, film ini justru menurut gue
hampir sempurna, walaupun yah ada masalah teknis dan dialog di
sana-sini yang menurut gue masih kurang. Penggambaran militer di sini
yang tak segan-segan menggunakan anak muda sebagai “senjatanya”
untuk membunuh lawannya dengan mengeksploitasi sisi kepatriotisannya,
menurut gue juga tak jauh dari kondisi realita yang sebenarnya.
Film ini keren,
sumpah, jika kita bisa dengan adil melihatnya dan mengeluarkan semua
“kontroversi” yang ada di film ini, seperti perubahan tone ceria
menjadi gelap dan dicastingnya Michael B. Jordan yang berkulit hitam
untuk memerankan karakter Johnny yang berkulit putih di komik aslinya
(di film sebelumnya, tokoh ini diperankan sang Captain America, Chris
Evans).
Sayang, betapa
banyak penghakiman untuk film ini. Seadainya saja ya kita bisa
menonton semua jenis film dengan hanya memandang sisi artistiknya
saja sebagai karya seni dan tanpa mempedulikan faktor-faktor
ekstrinsik lain.
Gue kasih film ini
4 CD berdarah.
2. EX-MACHINA (2014)
Film bergenre sci
fi – thriller ini merupakan salah satu film paling ”cerdas”
yang pernah gue tonton dalam hidup gue. Mungkin terakhir kali gue
menonton film secerdas ini adalah ketika gue nonton “Annihilation”
tahun lalu.
Karakter di film
ini hanya ada 3 (well, ada 4 jika kita menghitung satu tokoh
pembantu, literally). Seorang programmer millenial bernama Caleb
diundang oleh CEO muda (yang juga millenial) bernama Nathan untuk
melakukan Tes Turing terhadap android buatannya yang diberi nama Ava.
Tes Turing adalah tes yang digunakan untuk membuktikan apakah sebuah
Artificial Intelligent sebuah robot atau superkomputer memang
memiliki kecerdasan sama dengan manusia.
Untuk melakukan
tes itu, Caleb harus rela diisolasi di mansion / lab terpencil tanpa
satupun manusia lain. Namun ketika Caleb mulai dekat dengan Ava,
android itu justru mengatakan bahwa selama ini Nathan tak jujur
kepadanya dan menyembunyikan sesuatu. Di sepanjang film ini kita akan
dibuat menebak-nebak, siapakah yang mengatakan yang sebenarnya, Ava
atau Nathan? Siapakah yang akhirnya Caleb akan percayai?
Di sepanjang film
ini kita akan mengalami ketegangan (pantas lah, soalnya filmnya
bergenre thriller) dan juga kita akan bertanya-tanya, siapa sih yang
sebenarnya berbohong? Manusia atau robotnya? Dan yang lebih
mengagetkan adalah twist pada endingnya yang bener-bener chilling dan
mengerikan. Ugh, pokoknya bener-bener traumatis. Film ini juga
membuat gue mulai tertarik pada film-film horor yang membaurkan
temanya dengan sci fi semacam ini.
Skor film ini? Gue
kasi nilai 4 CD berdarah.
3. I AM MOTHER (2019)
Film ini diawali
dengan sebuah robot yang merawat sebuah embrio hingga ia tumbuh besar
menjadi seorang gadis cantik dengan penuh kasih sayang. Namun sang
gadis yang beranjak dewasa mulai kesepian karena dia adalah
satu-satunya manusia di dunia post-apocalyptic itu. Karena haus akan
teman, ketika seorang manusia muncul di hadapannya, iapun melanggar
perintah “ibu” robotnya dan berusaha berkawan dengannya.
Mirip dengan film
“Ex Machina”, di sini baik sang robot maupun sang wanita yang
baru ditemuinya menceritakan dua kisah dengan versi yang berbeda.
Manakah yang mengatakan hal yang sesungguhnya? Manakah yang akhirnya
ia percayai?
Lagi-lagi film
dengan premis sci fi – thriller, serial ini mengulas lebih jauh
tentang hubungan manusia dengan kecerdasan buatan. Di satu sisi, sang
robot sepertinya memiliki hati nurani, namun di sisi lain ia juga
memiliki fisik yang kuat dan mampu menghancurkan (pas robotnya lari
aja gue jadi ketakutan banget). Sedangkan sosok wanita yang baru
ditemui sang tokoh utama terlihat lemah, namun kita juga tahu sisi
gelap manusia yang mampu berbohong.
Film ini juga
menyinggung sedikit isu rasisme. Di sini diceritakan sang wanita tak
percaya dengan robot karena ia telah melihat “kaumnya” membunuh
manusia dengan tangan dingin. Apakah sang “ibu” robot sama
seperti robot lainnya, ataukah ia berbeda? Ataukah justru sang
manusia yang selama ini jahat?
Dalam menjawab
pertanyaan itu, sang tokoh utama akan dihadapkan pada beberapa plot
twist yang ajib dan ini adalah sisi yang paling gue sukai dari film
ini. Sayangnya, endingnya kurang mengena bagi gue. Kalian mungkin
nggak langsung bisa mencerna endingnya yang amat filosofis. Sayangnya
juga, ending itu menghnncurkan sisi horor dan thriller yang selama
ini dibangun yang justru menjadi sisi yang paling gue nikmati dari
film ini.
Gue kasih film ini
skor 3,5 CD berdarah.
4. GALAXY OF HORRORS (2017)
Film ini jelas
entry paling favorit di review kali ini, mungkin karena genrenya yang
berupa anthology. Film ini menceritakan seorang pria yang sistem
life-support di pesawat luar angkasa mengalami malfungsi dan
akibatnya malah menceritakan kisah-kisah horor untuk menghibur
detik-detik terakhirnya sebelum sistem life-support yang
mempertahankan hidupnya benar-benar mati. Cerita-cerita tersebut
adalah:
- “Eden” – menceritakan pergolakan antara para pemberontak yang berusaha melawan pemerintah lalim di sebuah dunia post-apokaliptik yang kelam. Ceritanya biasa-biasa saja dan nggak spesial menurut gue. Lewati saja cerita ini.
- “Iris” – cerita dengan aroma “Black Mirror” yang menceritakan kecerdasan buatan bernama Iris (anagram dari Siri-nya Apple) di sebuah smartphone milik seorang pria yang hendak berbuat jahat. Ceritanya cukup bagus dan gory juga.
- “Flesh Computer” – tentang seorang pria yang membangun komputer dari daging, lebih ke body horror yang unsettling ketimbang memiliki cerita bagus
- “Pathos” – seorang pria terjebak di dunia dystopia dan harus bergantung pada mesin untuk mendapatkan kesenangan. Film pendek berbahasa Spanyol ini seakan menjadi grim reminder akan ketergantungan kita pada teknologi dan apa yang dialami si pria pada endingnya cukup disturbing buat gue
- “Eveless” – di dunia dimana tak ada lagi perempuan, laki-laki harus mencari cara untuk meneruskan generasi manusia. Banyak hal nggak terduga di sepanjang film pendek ini dan endingnya .... uugh!
- “They Will All Die In Space” – jelas merupakan entry terbaik di film ini, seorang pria yang tertidur dalam cryo-sleep di sebuah kapal ruang angkasa, dibangunkan oleh penumpang lain, dengan harapan dapat memperbaiki kapal mereka yang rusak. Namun apa yang ia temukan sama sekali bukanlah apa yang ia harapkan.
- “Entity” – mirip dengan “Gravity”-nya Sandra Bullock namun dengan visual yang indah dan agak membingungkan sih buat gue hehehe
- “Kingz” – film pendek berbahasa Jerman tentang remaja yang mencari narkoba dan malah berjumpa dengan alien. Cukup forgettable sih.
Paling nggak gue bisa menikmati 5
cerita dari 8 cerita yang disajikan, not bad. Gue juga suka jika
sebuah film anthology punya durasi yang lebih pendek untuk
masing-masing film pendek di dalamnya, jadinya bisa memuat lebih
banyak judul. Pada awal-awalnya muncul, film antologi horor biasanya
punya 4 judul maksimal dalam satu film. Namun kini ada 8 jadi yah
perkembangan yang bagus.
Gue kasih “Galaxy of Horrors” ini
4,5 CD berdarah dari total 5 CD berdarah.
No comments:
Post a Comment