Tuesday, October 1, 2019

REVIEW FILM PART 3: HORROR-SCI FI MOVIES



Film bergenre horror-sci fi emang bukan hal yang baru, lihat saja film-film seperti franchise “Alien”. Namun memang gue akui, film bergenre ini emang kurang dieksplore oleh para pembuat film karena jika dilirik sekilas, sepertinya dua genre itu berseberangan. Sci fi membahas modernitas dan teknologi, sedangkan horor berbau hal-hal klenik dan mistis. Namun masih bisa kok “mendamaikan” kedua kubu itu dengan membuat film sci fi tapi dengan nuansa thriller. Berikut ini beberapa film sci fi – horror yang mungkin layak untuk kalian tilik jika kalian emang tertarik.


1. FANTASTIC FOUR (2015)


Bingung kenapa gue masukkan film superhero ini ke jajaran film sci fi – horror? Gue udah sering mendengar kata kritikus film yang menjelek-jelekkan film ini. Film ini bahkan hanya mendapatkan skor 9% dan flop di box office, sehingga tak terlalu mengagetkan memang jika banyak yang menyebut ini adalah film terjelek sepanjang masa. Namun gue sama sekali nggak setuju.

Gue bisa mengerti kenapa banyak yang kecewa dengan film ini, terutama fans asli superhero “Fantastic Four”. Ketika pertama muncul sebagai komik besutan Marvel, “Fantastic Four” dikenal memiliki jalan cerita yang ringan dan juga kocak. Tak sekelam karya Marvel lain semisal “X-Men” yang mengangkat isu serius, “Fantastic Four” bisa disebut sebagai hiburan keluarga yang menyegarkan.

Namun itu berubah ketika Josh Trank dipercaya sebagai penulis naskah dan sutradara film ini. Josh dikenal sebagai sutradara inovatif yang menelurkan “Chronicle”, film superhero pertama yang bergenre found footage. Visi Josh adalah mengubah “Fantastic Four” yang awalnya ceria menjadi lebih kelam, dark, dan gritty. Nah, visi inilah yang banyak ditentang oleh para fans setia komiknya, yang akhirnya membuat film ini flop di pasaran. Padahal ketika gue menonton filmnya, gue sebagai penggemar film horor malah bisa menerima film ini dengan baik.


“Fantastic Four” bercerita tentang ilmuwan bernama Richard Reed dan sahabatnya Ben Grimm yang menemukan portal ke dimensi lain. Dibantu oleh ilmuwan cantik bernama Susan Storm, adiknya yang seorang pilot Johnny Storm, serta seorang pemuda cerdas namun antisosial bernama Victor von Doom, mereka akhirnya pergi ke dimensi lain tersebut. Namun perjalanan mereka berubah kacau ketika sepulang dari sana, mereka mendapatkan kekuatan aneh yang mengubah tubuh mereka.

Visi horor yang kontroversial semisal terlihat dari perubahan wujud Reed menjadi manusia karet. Kekuatan supernya yang bisa melar ini di versi aslinya sering dipakai sebagai “running gag”. Namun di film ini, transformasinya malah dibikin menyerupai body horror besutan Cronenberg ataupun John Carpenter. Salah satu adegan paling keren dari film ini, yang menunjukkan betapa “dewasa” dan kelamnya film ini, adalah ketika penjahat utamanya, yakni Doctor Doom, menggunakan kekuatannya untuk membunuh orang-orang yang menghalanginya, termasuk dengan memecahkan kepala mereka menggunakan telekinesis.


Wow, adegan itu sangat keren buat gue! Bahkan, gue pikir para pembuat film Hollywood harus mulai beralih membuat film superhero sadis ketimbang menjadikannya film anak-anak. Toh, itu lebih realistis. Apakah jika seseorang dikaruniani kemampuan super lalu mereka akan memakai kostum spandex dan menyelamatkan dunia? Nggak, malah justru Doctor Doom ini adalah representasi paling tepat bagaimana sosok manusia berkekuatan super akan menggunakan kekuatannya.

Nggak hanya itu, kostum Doctor Doom yang menyimpang jauh dari versi komiknya (namun tetap mempertahankan beberapa bagian, seperti jubahnya) benar-benar mengundang rasa ngeri dan bagi gue juga lebih realistis bagi seseorang yang baru saja mengalami radiasi.

Gue emang agak kaget ketika menonton film ini. Jauh dari perkiraan awal gue bahwa film ini bakalan jelek dan konyol banget, film ini justru menurut gue hampir sempurna, walaupun yah ada masalah teknis dan dialog di sana-sini yang menurut gue masih kurang. Penggambaran militer di sini yang tak segan-segan menggunakan anak muda sebagai “senjatanya” untuk membunuh lawannya dengan mengeksploitasi sisi kepatriotisannya, menurut gue juga tak jauh dari kondisi realita yang sebenarnya.


Film ini keren, sumpah, jika kita bisa dengan adil melihatnya dan mengeluarkan semua “kontroversi” yang ada di film ini, seperti perubahan tone ceria menjadi gelap dan dicastingnya Michael B. Jordan yang berkulit hitam untuk memerankan karakter Johnny yang berkulit putih di komik aslinya (di film sebelumnya, tokoh ini diperankan sang Captain America, Chris Evans).

Sayang, betapa banyak penghakiman untuk film ini. Seadainya saja ya kita bisa menonton semua jenis film dengan hanya memandang sisi artistiknya saja sebagai karya seni dan tanpa mempedulikan faktor-faktor ekstrinsik lain.

Gue kasih film ini 4 CD berdarah.

2. EX-MACHINA (2014)


Film bergenre sci fi – thriller ini merupakan salah satu film paling ”cerdas” yang pernah gue tonton dalam hidup gue. Mungkin terakhir kali gue menonton film secerdas ini adalah ketika gue nonton “Annihilation” tahun lalu.

Karakter di film ini hanya ada 3 (well, ada 4 jika kita menghitung satu tokoh pembantu, literally). Seorang programmer millenial bernama Caleb diundang oleh CEO muda (yang juga millenial) bernama Nathan untuk melakukan Tes Turing terhadap android buatannya yang diberi nama Ava. Tes Turing adalah tes yang digunakan untuk membuktikan apakah sebuah Artificial Intelligent sebuah robot atau superkomputer memang memiliki kecerdasan sama dengan manusia.

Untuk melakukan tes itu, Caleb harus rela diisolasi di mansion / lab terpencil tanpa satupun manusia lain. Namun ketika Caleb mulai dekat dengan Ava, android itu justru mengatakan bahwa selama ini Nathan tak jujur kepadanya dan menyembunyikan sesuatu. Di sepanjang film ini kita akan dibuat menebak-nebak, siapakah yang mengatakan yang sebenarnya, Ava atau Nathan? Siapakah yang akhirnya Caleb akan percayai?

Di sepanjang film ini kita akan mengalami ketegangan (pantas lah, soalnya filmnya bergenre thriller) dan juga kita akan bertanya-tanya, siapa sih yang sebenarnya berbohong? Manusia atau robotnya? Dan yang lebih mengagetkan adalah twist pada endingnya yang bener-bener chilling dan mengerikan. Ugh, pokoknya bener-bener traumatis. Film ini juga membuat gue mulai tertarik pada film-film horor yang membaurkan temanya dengan sci fi semacam ini.

Skor film ini? Gue kasi nilai 4 CD berdarah.

3. I AM MOTHER (2019)


Film ini diawali dengan sebuah robot yang merawat sebuah embrio hingga ia tumbuh besar menjadi seorang gadis cantik dengan penuh kasih sayang. Namun sang gadis yang beranjak dewasa mulai kesepian karena dia adalah satu-satunya manusia di dunia post-apocalyptic itu. Karena haus akan teman, ketika seorang manusia muncul di hadapannya, iapun melanggar perintah “ibu” robotnya dan berusaha berkawan dengannya.

Mirip dengan film “Ex Machina”, di sini baik sang robot maupun sang wanita yang baru ditemuinya menceritakan dua kisah dengan versi yang berbeda. Manakah yang mengatakan hal yang sesungguhnya? Manakah yang akhirnya ia percayai?

Lagi-lagi film dengan premis sci fi – thriller, serial ini mengulas lebih jauh tentang hubungan manusia dengan kecerdasan buatan. Di satu sisi, sang robot sepertinya memiliki hati nurani, namun di sisi lain ia juga memiliki fisik yang kuat dan mampu menghancurkan (pas robotnya lari aja gue jadi ketakutan banget). Sedangkan sosok wanita yang baru ditemui sang tokoh utama terlihat lemah, namun kita juga tahu sisi gelap manusia yang mampu berbohong.

Film ini juga menyinggung sedikit isu rasisme. Di sini diceritakan sang wanita tak percaya dengan robot karena ia telah melihat “kaumnya” membunuh manusia dengan tangan dingin. Apakah sang “ibu” robot sama seperti robot lainnya, ataukah ia berbeda? Ataukah justru sang manusia yang selama ini jahat?

Dalam menjawab pertanyaan itu, sang tokoh utama akan dihadapkan pada beberapa plot twist yang ajib dan ini adalah sisi yang paling gue sukai dari film ini. Sayangnya, endingnya kurang mengena bagi gue. Kalian mungkin nggak langsung bisa mencerna endingnya yang amat filosofis. Sayangnya juga, ending itu menghnncurkan sisi horor dan thriller yang selama ini dibangun yang justru menjadi sisi yang paling gue nikmati dari film ini.

Gue kasih film ini skor 3,5 CD berdarah.

4. GALAXY OF HORRORS (2017)


Film ini jelas entry paling favorit di review kali ini, mungkin karena genrenya yang berupa anthology. Film ini menceritakan seorang pria yang sistem life-support di pesawat luar angkasa mengalami malfungsi dan akibatnya malah menceritakan kisah-kisah horor untuk menghibur detik-detik terakhirnya sebelum sistem life-support yang mempertahankan hidupnya benar-benar mati. Cerita-cerita tersebut adalah:

  • Eden” – menceritakan pergolakan antara para pemberontak yang berusaha melawan pemerintah lalim di sebuah dunia post-apokaliptik yang kelam. Ceritanya biasa-biasa saja dan nggak spesial menurut gue. Lewati saja cerita ini.
  • Iris” – cerita dengan aroma “Black Mirror” yang menceritakan kecerdasan buatan bernama Iris (anagram dari Siri-nya Apple) di sebuah smartphone milik seorang pria yang hendak berbuat jahat. Ceritanya cukup bagus dan gory juga.
  • Flesh Computer” – tentang seorang pria yang membangun komputer dari daging, lebih ke body horror yang unsettling ketimbang memiliki cerita bagus
  • Pathos” – seorang pria terjebak di dunia dystopia dan harus bergantung pada mesin untuk mendapatkan kesenangan. Film pendek berbahasa Spanyol ini seakan menjadi grim reminder akan ketergantungan kita pada teknologi dan apa yang dialami si pria pada endingnya cukup disturbing buat gue
  • Eveless” – di dunia dimana tak ada lagi perempuan, laki-laki harus mencari cara untuk meneruskan generasi manusia. Banyak hal nggak terduga di sepanjang film pendek ini dan endingnya .... uugh!
  • They Will All Die In Space” – jelas merupakan entry terbaik di film ini, seorang pria yang tertidur dalam cryo-sleep di sebuah kapal ruang angkasa, dibangunkan oleh penumpang lain, dengan harapan dapat memperbaiki kapal mereka yang rusak. Namun apa yang ia temukan sama sekali bukanlah apa yang ia harapkan.
  • Entity” – mirip dengan “Gravity”-nya Sandra Bullock namun dengan visual yang indah dan agak membingungkan sih buat gue hehehe
  • Kingz” – film pendek berbahasa Jerman tentang remaja yang mencari narkoba dan malah berjumpa dengan alien. Cukup forgettable sih.

Paling nggak gue bisa menikmati 5 cerita dari 8 cerita yang disajikan, not bad. Gue juga suka jika sebuah film anthology punya durasi yang lebih pendek untuk masing-masing film pendek di dalamnya, jadinya bisa memuat lebih banyak judul. Pada awal-awalnya muncul, film antologi horor biasanya punya 4 judul maksimal dalam satu film. Namun kini ada 8 jadi yah perkembangan yang bagus.

Gue kasih “Galaxy of Horrors” ini 4,5 CD berdarah dari total 5 CD berdarah.

No comments:

Post a Comment